Dua Puluh Dua
Linda mencoba mencari dokumen Almarhum Kakeknya. Seminggu lalu, Pak Warno mengatakan bahwa dirinya adalah kunci.
Pak Warno menjelaskan bahwa semuanya berkaitan dengan kemampuan yang dimilikinya. Untuk lebih jelasnya dia harus mencari tahu weton dari Kakeknya. Pencarian itu sangatlah sulit, karena Kakeknya tidak pernah menuliskan kapan beliau lahir, apalagi weton.
Linda mencoba untuk menggali ingatannya. Berharap bahwa ia pernah mendengar tentang weton Kakeknya. Percuma. Dia tidak ingat sama sekali.
.
"Budhe tau wetonnya simbah?" tanya Linda pada Kakak almarhum ibunya itu.
Linda langsung mengunjungi Budhenya di lain kecamatan, saat dia tidak bisa menemukan satu dokumen yang berisi weton Kakeknya.
"Sama kaya wetonmu, bukan sih?"
"Eh, yang bener Budhe?" tanya Linda tidak percaya.
"Iya, waktu itu Simbah senang saat kamu lahir, katanya wetonnya sama. Dan dari 12 cucu dan 5 cicitnya, kamulah yang paling disayang 'kan?"
"Budhe tahu ngga kalau simbah bisa ngeliat memedi?"
"Tahu, dulu ibumu yang sering diganggu mereka, trus Simbah selalu menghalau dengan cuthik yang selalu ia bawa."
Linda baru ingat, bahwa Simbahnya pernah berpesan untuk selalu menjaga cuthik--ranting kayu-- kesayangannya. Kemarin, saat dia membereskan dokumen dia melihat ranting kayu itu di dalam lemari, dibungkus kain.
.
Sepulang dari rumah budhenya, Linda bergegas mencari cuthik milik Kakeknya. Diamatinya ranting berukuran 15 cm itu. Ia mencoba mengayunkannya, seperti dalam Harry Potter. Kayu itu tak memberikan reaksi apapun. Tentu saja, akan sangat mengejutkan kalau sampai kayu itu mengeluarkan cahaya.
Puas mengamati benda itu, Linda bergegas keluar rumah lagi. Dirinya menuju ke rumah Dion untuk melaporkan apa yang ia temukan.
Di luar harapan Linda, Dion hanya terpaku mengamati ranting itu dan bergegas mengajak Linda menuju rumah Pak Warno.
"Ini adalah ranting pohon kelor. Hampir semua makhluk ghaib menghindari pohon ini," jelas pak Warno.
"Dari mana kamu dapatkan ranting ini?" Setelah puas mengamati, Pak Warno memberikannya kembali pada Linda.
"Itu dulu punya Simbah, Pak"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top