𝐥𝐢𝐦𝐢𝐭₊
"Apa arti pahlawan bagimu ?"
Ia sudah mencapai batasannya berada di tempat penuh sesak ini. Berbagai orang terus berlalu lalang disekitarnya, menggoda, atau kadang hanya menyapa dan berbasa-basi singkat penuh kemunafikan.
Meski orang seringkali menyebutnya sebagai anak pahlawan terkuat, dia tidak sudi dibandingkan dengan pria tua itu. Ia merasa dirinya berbanding terbalik dengan Endeavor yang cenderung tempramen dan menyukai perhatian.
Todoroki menghela napas, menggerakkan kedua kakinya keluar dari ballroom, bersantai di balkon selama beberapa saat biasanya bisa mengembalikan tenaga yang terkuras.
Ia memperhatikan lampu-lampu jalan yang tampak kecil dari atas sini dan membuat napas yang ia keluarkan menjadi kepulan asap tipis.
"Kau Todoroki 'kan ?"
Merasa terpanggil, pemuda itu memutar tubuhnya, membuat ia berhadap-hadapan dengan gadis bersurai [hair color] berpadukan dress hitam selutut. Dengan penampilannya, Todoroki menyimpulkan kalau gadis itu berasal dari keluarga terpandang.
"[full name], kau boleh memanggilku apa pun." [name] tersenyum simpul sebelum ikut berdiri di sisi Todoroki. Netra [eyes color]nya memperhatikan mobil yang sibuk berlalu-lalang di bawah, "mereka sibuk sekali ya," kekehnya.
Todoroki tidak menghiraukan setiap ucapannya. Pikiran pemuda itu melayang pada satu hal, [last name], rasanya tidak ada pahlawan dengan nama itu. Kalau begitu gadis ini siapa? Wartawan? Orang aneh? Dan kemungkinan terburuk [name] adalah salah seorang kenalan ayahnya.
"Kau tidak berbaur di dalam? Beberapa orang mencarimu lho."
"Bukan urusanmu."
[name] mengulum senyumnya. Ada beribu kata yang tersedia di dunia ini dan Todoroki memilih sesuatu yang nyelekit untuk pertemuan pertamanya dengan seseorang. Meski mungkin sebagaian adalah salahnya, menyapa orang yang sedang ingin menyendiri.
"Maaf kalau kehadiranku menganggumu," [name] tersenyum tipis, "aku hanya sedang butuh sedikit kebebasan."
Senyuman gadis itu mengingat akan dirinya di masa lalu, ketika masa kelam itu berlangsung. Saat tidak ada satu orang pun yang berkenan berdiri di sisinya, menolong ia keluar dari neraka. Bahkan mereka yang ia percayai dan kasihi segenap hatinya.
"Tidak."
[name] menoleh dalam sekejap mata, terlalu kaget dengan balasan yang keluar dari mulut dingin Todoroki.
"Jangan berlebihan."
[name] mengulum senyumnya, beberapa orang seringkali mencap dia sebagai sosok yang dingin, tak berperasaan, tak punya hati, dan hanya ambisi yang memenuhi kepalanya. Tetapi setiap orang pasti memiliki sepetik hati nurani 'kan, setidaknya itulah yang ingin ia percayai. Berusaha untuk tetap waras dalam peliknya kehidupan sebagai pahlawan.
"Todoroki-kun, menurutmu," [ name ] menarik napasnya sebelum kembali melanjutkan kalimatnya, "pahlawan itu apa?"
Todoroki melirik gadis itu, memperhatikan ekspresi yang dipakainya. Mencoba membaca emosi yang tersembunyi di baliknya meskipun ia sendiri tidaklah handal dalam bidang itu, menurut pribadinya, emosi bukan sesuatu yang penting. Tak berguna. Hanya menghambat dalam melakukan misi.
"Menyelamatkan orang." Jawaban itu singkat padat dan merangkum semuanya.
[name] terkekeh, "siapa? Semua orang? Atau hanya mereka yang kita anggap baik?"
Todoroki mengangkat kepalanya, menghindari tatapan [name] yang berkaca-kaca, ia menarik kesimpulan jika sebelum sampai di tempat ini gadis itu telah mengalami peristiwa tak mengenakkan tentang pekerjaannya.
"Orang yang mampu kau selamatkan."
Tangan gadis itu mengepal di atas besi pembatas, "kalau begitu ijinkan aku menyelamatkanmu," lirihnya.
Todoroki tersentak. Ia ingin tertawa sekeras mungkin mendengar kata yang keluar dari mulut gadis bersurai [hair color] itu, menyelamatkannya dari apa? Dari ayahnya? Dari dunianya? Atau dari dirinya sendiri? Ia tidak butuh diselamatkan.
"Aku tidak butuh omong kosong."
Tidak akan ada yang bisa. Ia tidak butuh orang yang hanya akan singgah lalu pergi, kembali meninggalkannya seorang diri. Hanya berkunjung karena penasaran lalu melepasnya.
Gadis itu sendiri hanyalah orang asing yang baru ia kenal beberapa menit yang lalu. Tak ada gunanya membiarkan dia ikut campur dalam masalah pribadinya.
[name] tersenyum kecil, "katamu, kita harus menolong siapapun yang bisa kita selamatkan 'kan?"
"Setidaknya biarkan aku berada di sisimu. Aku tidak mengharapkan apa pun."
Todoroki menghela nafas, sadar kalau [name] tidak akan melepasnya sebelum ia menyetujui.
"Kalau begitu mengapa tidak menyelamatkan dirimu sendiri?"
[name] terdiam.
"Berhenti menyalahkan dirimu sendiri dari masa lalu." Todoroki terkekeh, perlahan sebuah cairan bening jatuh menuruni lekuk wajahnya, "siapa yang dulu pergi dan meninggalkanku? Siapa yang dulu memutuskan untuk tidak lagi saling mengenal?"
Suaranya serak, luka di hatinya kembali menganga seiring memori itu kembali berputar di benaknya. "Dan sekarang dengan seenaknya kau memutuskan untuk kembali berada disisiku?"
[name] menunduk, membiarkan tangannya terkepal. Dulu adalah salahnya. Ketika Endeavor nyaris membunuh dirinya jika dia tidak segera menghilang dari kehidupan Todoroki. Meninggalkan pemuda itu dalam masa kehancurannya dan menyalahkan diri sendiri. Menjadikan ia asing di mata pemuda itu.
"Kalau begitu ijinkan aku menebus semuanya," [name] menatap manik heterochromia Todoroki, "aku berani bersumpah demi hidup dan matiku, aku tidak akan lagi meninggalkanmu." Cairan bening jatuh perlahan-lahan, menghancurkan pertahanan gadis itu. "Aku mohon."
Todoroki mengeraskan rahangnya, "aku sudah tidak bisa diselamatkan. Dan tidak ingin diselamatkan. Lalu, apa tujuanmu melakukan ini? Menyelamatkan diri sendiri?"
[name] menggigit bibirnya hingga mengeluarkan cairan merah segar, ini semua salahnya. Seandainya saat itu ia lebih kuat, seandainya ia mampu melawan ketakutannya sendiri dan tetap berada disisi Todoroki semua ini tidak akan terjadi. Ia terduduk dan menyandarkan kepalanya pada pembatas, memandangi bintang yang bersinar dengan terang di langit.
"Kau tadi bertanya padaku arti pahlawan kan," Todoroki mengulas kembali kejadian itu, ketika satu-satunya orang yang dia percayai menghilang, "aku sendiri tidak tahu. Apa pahlawan harus menyelamatkan semua orang? Lalu bagaimana dengan dirinya sendiri?"
Todoroki menghembuskan nafas dengan berat, ia memandangi tubuh [name] yang lebih kurus tapi kuat, tidak ada lagi gadis yang selalu merengek permen padanya. Ia sendiri tidak tega melihat gadis itu hancur di hadapannya sementara dirinyalah alasan gadis itu terluka, "aku tidak pernah bisa melupakan itu semua sekalipun aku ingin."
"Aku begitu merindukanmu tapi dalam waktu yang bersamaan aku membencimu."
[name] selalu mempersiapkan dirinya untuk mendengar kalimat itu, tapi nyatanya ia tidak mampu. Begitu menyakitkan. Katakanlah dirinya egois, tapi itu kenyataan. Perasaannya adalah nyata.
"Mengapa kita harus berada dalam situasi seperti ini, mengapa kita harus menjadi yang terkuat? Apa pahlawan tidak perlu menyayangi dirinya sendiri?"
"Todoroki-kun," gumam [name], "kalau kau lelah dengan dunia pahlawan ini, mungkin kita bisa pergi bersama. Meninggalkan semuanya di belakang."
Todoroki terkekeh kecil, tatapannya kini melembut. Ia menggeleng, "aku tidak akan bisa, selain keinginanku belum tercapai, ada banyak hal yang harus kulakukan. Membenahi dunia. Melindungi beberapa hal."
[name] menyandarkan kepalanya di bahu Todoroki, mengingat bagaimana pemuda itu dengan mata berbinar memuji pahlawan yang muncul di televisi bersama ibunya. "Maafkan aku."
Todoroki tidak bisa menampik jika dirinya masih menyimpan rasa pada [name] bahkan setelah apa yang dilaluinya, ia meyakini dirinya kalau [name] selalu memiliki alasan dari setiap tindakannya. Tapi untuk memaafkan dan menerima membutuhkan waktu yang cukup lama.
Bahkan berada di sisi gadis itu menimbulkan kontradiksi dalam hatinya.
"Lalu apa alasanmu berada disini?"
"Tidak ada. Hanya ingin bertemu denganmu, menyelesaikan semuanya."
Todoroki mengulum senyumnya. "[name]."
Gadis itu menoleh, membuat jarak tipis diantara kedunya. Ia tersenyum mendengar namanya keluar dari mulut pemuda itu, "hmm."
"Aku tidak bisa memaafkanmu sekarang. Tapi berikan aku waktu," Todoroki menjatuhkan pandangannya pada lantai marmer dibawah, berusaha menghindari tatapan [name]. "Aku akan kembali padamu."
"Terima kasih karena dulu pernah selalu ada untukku." Todoroki memejamkan matanya, gadis itu pernah menghiasi kehidupannya. Sekalipun gadis berambut pendek yang cengeng telah lenyap, perasaan itu selalu membekas di hatinya. [name] adalah satu-satunya sosok yang membimbingnya tanpa mengharapkan apapun sebelum menghilang.
[name] tersenyum kecil. "Aku akan selalu menunggumu."
Karena manusia memiliki batasannya sendiri dalam menyelesaikan masalah sekalipun mereka adalah pahlawan. Dan gadis itu akan selalu berusaha untuk melindungi mataharinya.
It's fail ? Idk :(
Cerita ini didedikasikan untuk Kontes Maraton Fanfiksi Indonesia.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top