ANDRA PINDAH RUMAH
"Lo tuh beneran miskin banget ya, sampai ortu aja nggak bisa dateng?"
Entah Andra yang terlalu fokus atau bagaimana, ternyata Leon dan kedua teman-teman yang lebih terlihat seperti pesuruhnya itu, ternyata duduk hanya berjarak dua kursi darinya saja—sementara Andra sendiri duduk di bagian paling pojok di sisi kanan. Mendengar apa yang Leon katakan, membuat Andra seketika mendengkus malas. Niatnya sih, ia tidak ingin menjawab perkatakan Leon, tetapi rupanya si biang masalah itu tidak mau diam. Ah, beruntung sejak awal acara berlangsung, pemuda itu tidak berisik dan mengganggunya.
"Gue cuma penasaran sih, mau lihat aja orang tua lo kayak apa, sih? Hebat banget sampe bisa masukin anaknya ke sekolah sebesar ini?" Leon mulai lagi, membuat Andra mendengkus kesal untuk kali ini.
"Yang jelas, lo nggak perlu tau siapa orang tua gue," sahut Andra dengan suara pelan, tetapi terdengar tegas.
"Loh, kenapa? Siapa tau, gue bisa kenalan, kan? Dan ... kalo di rumah lagi butuh tukang kebun atau pembokat, mana tau bisa hubungi lo aja, kan?"
Andra menyunggingkan senyum satu sudut, saat mendengar apa yang baru saja Leon katakan. "Ya, terserah lo aja," sahutnya santai.
Saat kelasnya mendapat bagian dan kini sang wali kelas tengah menyebutkan dari peringkat lima, empat dan tiga, Andra masih merapal dalam hati, semoga sang ayah tidak kecewa karena dirinya tidak mendapatkan peringkat lima besar seperti itu.
"Dan untuk peringkat kedua tahun ini dari kelas Sebelas MIAA2, adalah ... selamat kepada Keandra Aldebaran!"
Tunggu sebentar. Andra pasti salah dengar, bukan? Sorak-sorai serta tatapan tak percaya oleh orang-orang yang mengenalnya, langsung diberikan kepada Andra yang kini malah terdiam sama tak percayanya.
"Kepada Keandra Aldebaran dan walinya, silakan segera maju ke depan," lanjut wali kelas X1 MIAA2 itu—Bu Siska.
Andra memejamkan mata sambil menggigit bibir bagian dalamnya, kemudian memaksakan diri untuk pergi ke depan sana sendirian. Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Perasaan, dia tidak pernah belajar terlalu rajin, bahkan di hari ujian akhir berlangsung, ia jarang sekali belajar dengan benar. Lalu, bagaimana bisa?
Saat Andra hampir saja naik ke undakan di mana wali kelasnya berada, tanpa pemuda itu sadari, rupanya Ardhian dan Alana juga ikut berdiri dan ikut berjalan di belakangnya. Hal itu jelas membuat ratusan pasang mata, tertuju ke depan sana dengan tatapan penuh tanda tanya. Pun juga dengan Andra yang dibuat kaget, saat sang ayah mendului dirinya untuk mengambil rapor, sementara Mama Alana, sigap menggandeng tangannya di sebelah kiri. Mampus gue, batin pemuda itu.
Tangan Bu Siska bergetar saat memberikan rapor milik Andra kepada Ardhian yang malah dengan santainya menyunggingkan senyum manis sekali sambil berucap terima kasih. Para tamu undangan kembali bersorak saat Andra dan Alana turun dan berjalan kembali ke tempat duduk, tetapi rupanya, Ardhian tertahan di podium dengan wajah bangganya.
"Boleh saya memberikan sepatah dua patah kata lagi?" tanyanya berbasa-basi dengan wajah bangga yang begitu terukir jelas di wajahnya. "Saya nggak tahu, kalau ternyata putra saya mendapatkan peringkat dua seperti ini. Wah, pakai pelet apa kamu, Ndra?"
Papa bikin malu, sumpah! Andra sontak memejamkan mata sambil menggigit bibirnya. Menutup mulut rapat-rapat, dan bahkan ia tak berani memandang ke depan saja. Terlalu malu karena tepat hari ini ... semua penyamarannya terbongkar begitu saja.
Eh, mau tau kelanjutannya nggak? Kok ceritanya beda dari yang sebelumnya, ya?
🌚🌝
Yuk, langsung move ke DREAME dan cari akun a/n Winka Choi! Dengan judul yang sama, LIMIT.
BISA DIBACA VIA WEB! Tapi lebih asyik lagi kalau download aplikasinya langsung, hehehe, jauh lebih nyaman bacanya. Nggak terlalu besar, kok, ukurannya 😁
Skuylah! Tunggu apa lagi? Langsung meluncur ke DREAME buat baca LIMIT NEW VERSION yang pastinya uwwu-uwwu ini ฅ'ω'ฅ
JANGAN LUPA TAP LOVE DAN FOLLOW Akunku juga! Luvv.
Winka Choi.
22.10.20
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top