Bab 2


Setelah keluar dari tempat dia makan, Zena mencari penginapan untuk beristirahat. Di dalam kamar yang tidak terlalu besar gadis itu merebahkan tubuh untuk merenggangkan ototnya yang kaku. Matanya menatap langit kamar. Dia jadi teringat pada sosok orang misterius yang menatapnya di kedai makan.

"Siapa dia?" gumamnya.

Angin malam terasa dingin membuat matanya yang cantik tak kuat menahan kantuk. Di luar jendela sosok tegap dibalut jubah hitam berdiri mengamati penginapan tempat si gadis menginap.

Pagi hari harusnya matahari menampakkan cahayanya yang kemilau mulai meredup. Awan kelabu berarak dari arah timur. Tak lama gerimis pun turun makin lama makin deras membasahi bumi Arnstey.

Penguasa Arnstey sedang duduk di meja makan ditemani seorang pria dari Kerajaan Harley. Suasana ruang makan hening. Hanya ditemani beberapa pelayan tak jauh dari tempat dua raja itu makan. Pintu terbuka lebar menampakkan sosok baju zirah menghampiri Sang Raja.

Sambil membungkuk dia berkata,"Putri Zena menghilang, Tuanku."

Raja Gilbert mematung. Pisau di tangan kanan terjatuh ke lantai. Pangeran Harley pun tak kalah terkejut.

Amarah terlihat dari kedua bola matanya si Raja Arnstey. "Cari dia sampai dapat! Dan bawa dia ke hadapanku hidup-hidup!"

"Jiordan!" Sambungnya, "Jangan kembali sebelum kau membawa anakku ke sini."

Panglima perang bernama Jiordan membungkuk dalam. "Baik, Tuanku. Akan hamba laksanakan."

Raja Gilbert memandang punggung Jiordan pergi mencari anaknya yang hilang. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi. Menghela napas pria itu berkata dalam hati, 'Tak akan kubiarkan kau ke Kerajaan bagian selatan, Zena.'

Zena bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Ketika melawati kota dia mendengar derap langkah kuda. Zena berambut hitam itu menoleh. Sekejap saja perempuan itu mengenali mereka.

"Jiordan dan pasukannya pasti mencariku," gumamnya panik. Baru saja dia memutar tubuhnya tiba-tiba dari arah samping seseorang menyergap dan membekap mulutnya.

"Ssst diam," desis pria berbaju hitam karena Zena mulai meronta. Zena pun menurut. Daripada diapa-apain lebih baik ikuti saja saran lelaki itu.

"Ayo ikut aku," ajaknya sambil memegang pergelangan tangan Zena. Tetapi, gadis itu dengan kasar menepis tangan si sosok misterius.

"Siapa kau? Mengapa kau membekapku dan menyeretku ke sini?" matanya mendelik tajam.

"Kau akan tahu nanti," jawabnya kalem. "Dan tolong pelankan suaramu."

Zena menoleh kiri kanan. Lalu menatap mata lawan bicaranya. "Bagaimana aku bisa tahu kau saja memakai masker?"

"Kalau kau mau tahu diriku nanti saja. Sekarang kau mau ikut atau tidak?"

"Tentu saja tidak. Terima kasih dan selamat tinggal." Zena berjalan meninggalkan pria yamg telah menolongnya.

Lelaki berjubah serba hitam hanya bisa menghela napas. Namun, bibirnya menyunggingkan senyum manisnya mengingat si gadis tadi menatapnya dengan galak.

'Dia tidak berubah.'

Perempuan itu kembali lagi dengan wajah pucat. Dia berlari menghampiri si pria bertudung hitam. Tanpa sadar tangannya meraih pergelangan lelaki bermasker.

Terdengar teriakan beberapa pasukan kerajaan. "Tangkap gadis itu!"

Mereka terus berlari hingga tak sadar sudah dikepung tentara kerajaan. Salah satu pasukan menyerang si sosok misterius. Dia mengelak. Ketika ada celah dia langsung menarik tangan pasukan hingga jatuh terjerembab ke tanah. Ternyata dia mengincar kuda si tentara.

"Zena, cepat naik kuda!"

Zena langsung naik ke atas kuda. Alisnya mengerut. Tunggu dulu, ada yang aneh. "Hei, dari mana kau tahu namaku?"

Si pemuda duduk di belakang Zena. "Tanya nya nanti saja sekarang kita kabur dulu dari sini."

Pria berambut hitam sebahu terus menghentakkan tali kekang kuda meninggalkan kota Fraland.  Tentara kerajaan tetap mengejarnya. Bahkan salah satu tentara memanah mereka namun meleset.

Pemuda tangguh itu menoleh ke belakang. 'Huh, hebat juga mereka. Pantang menyerah,' pujinya dalam hati.

Sementara di atas punggung kuda Zena merasa heran. Dia mencurigai orang ini. Kenapa bisa tahu namanya? Lagipula, dia sangat hapal wilayah Arnstey. Pemilik mata sehijau batu zamrud terbelalak. Mungkinkah dia ....

Mereka memasuki daerah Oak valley. Hutan lumayan lebat cukup untuk mereka bersembunyi. Merasa tentar sudah tidak mengejarlagi baru lah mereka turun untuk beristirahat. Hujan lebat tadi cukup membuat jalan becek.

Matahari mulai menampakkan cahayanya. Pertanda hari semakin siang. Pemuda tangguh itu menggiring kuda untuk beristirahat. Ketika membalikkan tubuhnya alis sebelahnya terangkat. Dia cukup terkesiap, Zena menghunus pedang tepat di wajahnya.

"Siapa kau?" desisnya. Dia tetap siaga dan menjaga jarak. Melihat si pemuda hanya tersenyum manis gadis itu tambah kesal.

"Jangan senyam senyum seperti orang gila," ancamnya. Pedangnya masih tetap terhunus.

"Tenang dulu, Zena."

"Kau tahu namaku, siapa kau? Buka dulu maskermu."

Laki-laki bertudung hitam perlahan-lahan membuka tudunya. Lalu dia mulai melepas penutup mulutnya. Kemudian mengusap rambut hitamnya yang berantakan.

Zena sangat terkejut. Tanpa sadar bibirnya sedikit terbuka membentuk huruf O. Dia tidak menyangka bisa bertemu lagi.

Ragu-ragu Zena berkata, "Ro-Ronan?"

Pria bernama Ronan mengangguk pelan. Senyum mengembang menampakkan lesung di pipi. "Ya."

Zena melangkah ke depan. "Apakah ini kau?" Mata Zena berkaca-kaca.

"Kau masih saja cengeng. Tidak berubah sama sekali," ucap Ronan lirih.

Hati Zena membuncah bahagia. Bagaimana tidak, dulu mereka dipisahkan hanya pertengkaran kecil. Kini, sahabat yang dia sayangi ada di hadapannya.

"Ronaaaann!" tangis Zena pecah seketika. Dia mendekap tubuh Ronan erat. "Aku merindukanmu ...."

Ronan membalas pelukan sang sahabat. Dengan lembut dia mengusap rambut si gadis. "Aku di sini, Zena."

"Kemana saja kau selama ini? Kenapa tidak memberi kabar?" rentetan pertanyaan keluar dari bibit mungil Zena membuat Ronan tersenyum geli.

"Panjang ceritanya. Sebelumnya aku cari kayu bakar dulu. Hujan membuat pakaianku jd lengket."

"Aku ikut!" Zena mengejar dan menyusul  Ronan.

*
*
*
*

Sementara itu pasukan kerajaan dikomando oleh Jiordan terus mencari Putri Zena. Mereka menyusuri dan melewati sungai. Mata setajam elang milik Jiordan menemukan jejak tapak kuda. Jejak itu sampai ke perbatasan Oak Valley.

"Ayo kita ke sana!" diikuti anggukan anak buahnya mereka pergi dan memasuki ke dalam hutan.

Daerah selatan tepatnya berdiri kastil megah tinggi menjulang. Bangunan berwarna abu-abu dijaga oleh beberapa prajurit. Dari sisi kana ada halaman yang cukup luas. Terdapat banyak tanaman beraneka bunga yang sangat indah.

Di belakangnya lagi ada kompleks pemakaman para prajurit yang tewas akibat perang. Bergeser ke belakang  terdapat peternakan burung jambul berwarna biru. Tampak berdiri seorang lelaki tengah asyik bercengkrama dengan beberapa burung. Diketahuk wilayah ini memang terkenal mempunyai burung jambul biru dan elang. Mereka memiliki peternakan khusus hewan.

Lelaki itu asyik bersiul ria. Mata biru nya tampak berbinar. Tangan kanannya menjentikkan alunan siulan. Anehnya burung biru itu mengikuti gerakannya.

Dia sedikit mendecak ketika indra pendengarannya menangkap sosok tengah berjalan menghadapinya.

"Ada laporan apa?" Suara berat namun dalam keluar dari bibir tipisnya.

"Yang Mulia, kami ingin memberi informasi bahwa Pangeran Ronan ke arah utara."

Alis Si Raja bernama Alexis bergumam sambil menganggukkan kepala. Arah utara ya. Tunggu dulu, kalau anaknya ke utara berarti ....

"Pangeran Ronan menuju Kerajaan Arnstey, Yang Mulia."

Raja Alexis sangat terkejut. "Apa!?"

Prajurit tadi hanya menunduk tidak berani menatap mata sang Raja. Dia menunggu perintah berikutnya.

Raja Alexis tak habis pikir kenapa Ronan mau ke-- jangan-jangan ....

"Bawa Ronan kembali hidup-hidup ke hadapanku. Atau dia akan mati," titah Raja Alexis.

Bersambung

An. Maafkan ini masih naskah kasar jadi belum saya revisi. Terima kasih.😊

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top