Chapter 18
Cassandra menutup mulut, menahan tawa sementara Lucius mulai melayangkan tamparan ke wajah Naureen. Terdapat jejak merah di wajah itu, membuat Cassandra menatap dingin sekaligus puas. Keluarga ini akan hancur, iya, hancur tak tersisa.
Ini baru permulaan.
Dia harus menyelesaikan masalahnya untuk keluar dari keluarga ini.
Cassandra bangkit, merasakan kepercayaan diri masuk ke dalam hati, kali ini membiarkan logika memimpin lantas bicara. "Papah urusin aja Naureen, masalah Cassandra biar Cassandra yang urus. Gak perlu ikut campur."
Cassandra tersenyum miring, melangkah pergi dari ruang tamu. Belum sempat menaiki anak tangga, Lucius mulai bicara, menghentikan langkahnya. "Semua ATM kamu papah sita. Gak ada masalah lainnya, San. Gak ada. Cukup sampai sini."
Dia sudah memperkirakan ini.
Cassandra hanya tersenyum, membuat Lucius terhenyak tidak percaya. Justru ini adalah perkiraan yang benar, Cassandra tahu bahwa setiap dia membuat masalah pemasukan uang akan lepas dari tangannya. Karena itu dia sudah menyimpan uang secara fisik di berangkas. "Okay."
Seperti handphone yang selalu dia simpan sebagai cadangan.
Uang yang disimpan dalam berangkas.
Juga semua rencananya yang gagal, Cassandra kini yakin akan selalu bisa melewati masalah di depan mata. "Udah, kan? Itu aja?" Lucius mengerutkan kening semakin dalam walau begitu tak bicara lebih banyak dan menyeret Naureen ke basement untuk melampiaskan amarah. Dia sudah benar-benar kehilangan putri kesayangannya.
Cassandra tertawa tipis, kini menatap kamarnya yang hancur lebur sedang dibersihkan pembantu. Dia mendesah memijat kepala, kini yang harus dia persiapkan adalah pertahanan diri, yakni melewati masa depan yang diketahui. Yakni pertunangan antara Avner dan Naureen.
Di masa depan yang dia ingat hal ini jelas terbayang di kepalanya. Sudah berkali-kali dia terperosok jatuh dalam jebakan, hampir mati, dan terlibat masalah. Akan tetapi itu bukan alasannya untuk menyerah.
Iya, benar.
Dia tidak bisa menyerah begitu saja.
Dan pertama yang harus dilakukan adalah satu. Mengatasi amarahnya yang meledak-ledak, sifat buruknya, dan setiap gerakan implusif yang dimiliki. Harus ada yang menahan itu, Cassandra menyibak rambut memasuki kamar.
Dan hal pertama yang harus dilakukan adalah pergi dari tempat ini.
.
.
.
"Kau gagal," ujar Praba kini menatap Avner yang sudah babak belur, terkapar di lantai. Tak ada gurat rasa kasihan di wajah pria itu. Yang ada adalah ekspresi dingin, menusuk hingga membuat musuh tak berani bangkit.
"A- Avner belum mulai," jawab Avner terengah-engah, dia menyeka darah di bibir berusaha terduduk. Tak ada ampun Praba kembali melayangkan pemukul kasti untuk menghantam putranya. Avner kembali tersungkur ke lantai.
Sial! Sial! Sial!
Bagaimana Naureen bisa hamil sekarang?!
Avner tak percaya ini terjadi. Bahkan jika dia tidur dengan anak haram itu dia selalu memakai pengaman. Bagaimana bisa?! "Ayah, dengerin Avner. Avner gak yakin itu anak Avner." Praba mengangkat sebelah alis, menodongkan kembali tongkat kasti. "Kamu tidur dengannya bahkan sudah ada bukti kalian tidur bersama. Jangan mengada-ada."
Avner meringis, merintih merasakan tongkat kasti kembali menghantam punggungnya. Membuat lebam baru, memar yang membekas, napasnya semakin tersendat-sendat sedang Praba menjambak rambut putranya. "Sekarang tanggung jawablah. Saya pikir kamu akan meniduri Cassandra seperti yang dijanjikan. Tapi, berita ini yang kudapat dari keluarga Anirvana."
Avner mendesah lega, melihat ayahnya melempar tongkat kasti ke samping. Kemudian menyalakan nikotin kembali ke sofa. Pria tua itu memejamkan mata, sementara Avner berusaha tidak melakukan gerakan mencurigakan. Berusaha bangkit, tubuhnya terhuyung-huyung hampir limbung jika Anandara tidak membantunya berdiri.
Walau mereka tidak akur, tetap saja diam-diam Anandara selalu membantu sang adik setidaknya jika itu mencapai tahap kekerasan sampai saat ini. "Ayah," panggil Anandara, sang empu yang dipanggil tak menoleh tapi berdehem.
"Biarin Avner pergi."
"Kenapa Anandara? Kamu kasihan?"
Anandara mengangguk, sementara Avner mendecih berusaha bangkit sendiri, menepis lengan kakaknya yang berusaha memapahnya ke kamar. Tak peduli bagaimanapun demi Tuhan dia berusaha untuk menjebak Cassandra.
Sudah banyak orang bayaran yang dia kirim, tapi tak ada yang berhasil menangkapnya. Kenapa? Avner sendiri tidak tahu. Mereka mengatakan ada yang melindungi Cassandra, semua orang suruhannya mati tak tersisa. Itu membuatnya frustasi setengah mati.
Terlebih mendapati berita kehamilan Naureen, pertunangan segera disusun dan dua keluarga akan menyelenggarakan peresmian dengan benar. Ini akhir dari kepercayaan Praba pada Avner. Semua habis tak tersisa.
"Pertunangan akan dilakukan dua minggu ke depan."
Avner mengangguk, tak ada yang dapat dilakukan. Gadisnya sudah tak dapat digapai, atau bisa saja ... bisa saja pada malam pertunangan dia menculik gadis itu menjadi miliknya seutuhnya. Avner menyeringai lebar, itu tak luput dari pandangan Anandara yang terhenyak segera memalingkan wajah.
"Baik, Ayah."
Benar. Ini kesempatan terakhir, bukan saja mendapatkan Naureen yang lemah dia bisa mendapatkan ular cantik seperti Cassandra. Satu dayung dua pulau terlampaui. Dan saat itu tak akan ada yang dapat melindungi gadis itu lagi.
Tidak ada
Cassandra, tunggu saja. Semua ini dilakukan Avner demi mereka berdua.
Tidak, demi dirinya.
.
.
.
"Gue jadi beli apartemen."
Ali terkejut, walau tak menunjukkannya dia menatap Cassandra yang berdiri di depan pintu apartemen, sudut bibirnya terangkat. "Gitu? Mau gue bantu pindahan?"
Cassandra menggeleng, tidak, semua pekerjaan kasar sudah dia serahkan pada ahlinya. Dia tidak suka pekerjaan kasar kecuali memasak, jadi dia menyewa orang untuk melakukan pekerjaan itu. Cassandra kemudian menunjuk flat kamar di sebelah milik Ali. Cowok itu lagi-lagi tersenyum, sedikit tergelitik dengan tingkah gadis di depannya.
Tanpa bicara, Ali membuka pintu membiarkan Cassandra masuk. Keduanya kini berjalan menuju ruang tv, Cassandra dengan mudah menjatuhkan tubuhnya di sofa. Dia lelah, pindahannya ini dilakukan diam-diam saat pagi sekali. Tepat seminggu setelah kejadian di mana semua uang sakunya ditarik paksa.
Uang yang dia kumpulkan di berangkas cukup banyak. Sekiranya cukup untuk bertahan setahun. Tidak mengherankan karena jumlah uang sakunya yang besar, dia bisa mendapatkan semua ini sekarang.
"Hm?" Cassandra memejamkan mata merasakan tangan Ali yang mengusap kepalanya. Lembut dan hangat. Seharusnya dia curiga sekarang, terdapat banyak sekali hal yang perlu dia gali soal Ali. Tapi, sekarang dia memilih percaya. Ali bilang akan melindunginya. Setidaknya jika Ali berkhianat, baru dia akan melepaskan cowok itu.
"Lo kenapa ke sini?"
Cassandra terkekeh, menampilkan gigi rapi yang menawan. Ali hanya terdiam mendengarkan, dia tak akan pernah bosan menikmati kecantikan gadis yamg dicintainya. "Soalnya gue mau ngajak lo ke pesta sebagai partner."
"Pesta?"
"Iya."
Cassandra tersenyum, menyentuh tangan Ali yang mengusap kepalanya lembut. "Kita pergi ke pertunangan Avner dan Naureen." Untuk sesaat Ali terdiam, tidak menyangka hal itu yang membawa Cassandra kemari.
"Oke," jawab Ali singkat, kali ini dengan jahil di mencium kening Cassandra. Membuat wajah sang empu memerah. "Lo?!" Ali kembali mencium kening itu lagi, kini Cassandra melotot.
Bersambung ....
12 November 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top