Chapter 16
Dari balik monitor terdapat pemuda berkulit gelap, mengenakan kaos t-shirt juga celana pendek untuk bersantai tengah menatap layar besar. Tawa pemuda itu pecah sesaat hening mengisi ruangan, membanting gelasnya ke atas meja, anggur merah jatuh, tumpah ruah hingga ke karpet.
Matanya berbinar-binar tertarik, gerakannya pada mouse lincah membuka banyak nama dalam kursor, salah satunya adalah Kuudere-kun. Dia menyeringai lebar, tidak disangka pergerakan target barunya sungguh berani. Sungguh di luar kendali.
Sungguh menarik.
Setelah menghabisi beberapa korban, baru sekali ini dia gagal. "Ada yang melindungi si penjahat," gumamnya terkekeh lembut, mengusap wajahnya yang semakin cerah. Berbeda dengan perkataan yang dirujuk menuju kegagalan, wajahnya memerah--- antusias karena senang menemukan mainan baru yang menarik. Seperti anak kecil yang disuguhkan segelas coklat panas juga permen-permen.
"Cassandra ... Wajar sih, lo kan anak petinggi negeri, susah juga nyingkirinnya." Jari-jarinya tak lepas mengetuk-ngetuk meja, dia memutar kursi menatap ruang yang cukup luas, kepalanya menengadah ada banyak benda elektronik di lemari maupun kaca berupa mahakaryanya. "Bahkan sampai mau bunuh gue!"
Itu bukan sebuah ketakutan, ada pujian tersirat di tengah pandangan geli cowok itu. Rambut hitamnya setengah basah karena baru saja mandi. Kembali mengambil segelas anggur, dirinya menegak cairan merah hingga tandas mulai merenggangkan tangan.
Perlahan dia berdiri, semua langkahnya terhitung dan hati-hati, menyentuh koleksi-koleksi berharga yang dia ciptakan untuk membunuh korban-korban yang diincar. Bukan hal tabu lagi baginya bermain-main mendekati korban untuk memperdaya mereka hingga percaya sepenuhnya. Salah satunya Cassandra, dia awalnya mengira bahwa Cassandra hanya anak manja kaya raya biasa, tapi itu salah. Cassandra gadis sinting yang nekat.
Karena selanjutnya bahkan tanpa menoleh beberapa orang mulai menyerbu tempatnya berada, menyalakan puntung rokok dia tertawa terbahak-bahak. Belum sempat para penyusup bertindak, dari barang-barang eletronik sepanjang ruangan mulai menampilkan laser merah yang langsung melubangi tubuh mereka, membakarnya dan membuat mereka mati di tempat.
Masih dengan tenang sang pemuda menghisap rokok di tangannya, membiarkan darah para pembunuh bayaran merembes menuju kaki. Laser merah yang menebas tubuh mereka, perlahan lenyap, mengidentifikasi bahwa target sudah dilenyapkan. "Gak semudah itu bunuh gue Cassandra. Gue bakal satu langkah di depan lo dan-"
Perkataannya terpotong, dia menatap sekitar dengan seringai. Mematikan rokok, beberapa orang suruhan miliknya datang, berlutut tidak mempedulikan darah yang mengotori lantai. "Ketua guild pembunuh bayaran yang menjadikan Anda target sudah dilenyapkan. Kami sudah menghabisi semua pembunuh bayaran di bawah naungan Guild Moonlight. Kami menunggu perintah selanjutnya, Tuan Zain."
Zain, nama pemuda yang menjadi ketua pembunuhan berantai Chat Anonim. Dia terkekeh, menatap puas pada anak buahnya. "Kayaknya ini aja gak cukup. Gue mau main lebih banyak sama tikus yang satu ini."
"Maksud Anda orang yang menargetkan Anda?"
"Ya."
Zain perlahan melangkah keluar dari ruangan, kakinya kotor karena darah tapi tak dia pedulikan. "Pindahkan markas, Ketua Guild Moonlight cukup hebat bisa menemukan markas kita." Mereka mengangguk, menatap tuannya yang berjalan menuju anak tangga. Pikirannya terus memikirkan satu hal, Cassandra. Dia harus membunuhnya. "Siapkan pendaftaran untuk masuk SMA Samudera. Sepertinya ini akan menyenangkan."
.
.
.
Cassandra terus berusaha menghubungi nomor gadis club yang diperintah untuk membunuh orang yang mengusiknya. Tapi, tak ada balasan sama sekali. Padahal dia sudah mengeluarkan banyak uang. Dia semakin kesal, emosinya kembali memenuhi kepala. Ingin rasanya menghancurkan barang-barang di sekitar.
"Bangsat!"
Cassandra mengumpat, lantas melirik ke samping tatkala merasakan tangan besar mengusap kepalanya. Itu Ali. Setelah seminggu beristirahat akhirnya dia kembali sekolah dan mengikuti pelajaran. Sejujurnya Cassandra masih skeptis pada Ali yang telah menciumnya diam-diam.
Namun, tidak semudah itu untuk melepaskan Ali. Dia takut cowok ini menjadi bumerang, karena itu dia berusaha bersikap seperti biasanya. Melirik dari balik anak rambut, ekspresi Ali masih sekosong biasanya. "Ada apa?"
Cassandra menggeleng membiarkan Ali terus mengusap kepalanya. Mendesah panjang dia mulai berdiri, tidak bisa seperti ini. Dia harus bergerak dengan rencana lain, untuk kesekian kali dia akan mengatakan bahwa dia tak mau mati.
"Gue mau ke toilet."
Ali hanya mengamati Cassandra, bagaimana sang gadis berjalan keluar dari kelas dan menuju kamar mandi. Dia harus menenangkan emosi, tidak boleh meledak-ledak juga masuk dalam masalah lain. Kali ini tidak main-main.
Cassandra terduduk di salah satu bilik kamar mandi, menekuk lutut menyembunyikan wajah. Air mata ditahan sekuat tenaga, tak dapat dipungkiri Cassandra takut. Tidak ada yang bisa dipercaya. Cassandra sungguh sendirian.
Ketika emosinya semakin kalut, dari luar terdengar suara gadis-gadis lain masuk. Suara mereka nyaring terdengar jelas. Salah satu gadis bicara ke gadis lain. "Gue gak tahu anjir, si Cassandra bisa-bisanya nemu cowok kek Ali."
"Sumpah! Gila banget gue gak pernah notice ada cowok secakep itu di kelas kita."
Bising, berisik, mereka mengganggu. Cassandra mengepalkan tangan kuat-kuat, kenapa mereka harus berbicara seperti itu sekarang, huh? Cassandra sudah mengklaim Ali sebagai miliknya. Dia tidak mau cowok penyelamat sekaligus mencurigakan itu diambil cewek murahan seperti mereka. Mendengarnya dia muak.
"Tapi, Cassandra jadi beda gak sih? Dia jadi kalem gitu sekarang."
"Aslian, dia gak pernah ganggu Naureen, mana anak buahnya dibuang."
"Jangan-jangan dia dah tobat?"
"Mustahil sih, gue gak percaya."
Tawa lepas terdengar jelas mengisi toilet. Cassandra menunduk meremas telapak tangan semakin keras hingga berdarah. Wajahnya semakin emosi, benar, dia tak akan pernah bisa berubah. Dia penjahat, mereka benar. Karena itu, jika mengikuti kemauan hati dia sudah menghempaskan kepala mereka ke cermin di toilet wanita. Apa yang harus menghalanginya?
Brak!
"Well, gue gak tahan denger omongan kalian semua."
Cassandra penjahat.
Biarkan dunia mendengar hal itu.
Perlahan dua orang gadis itu mundur ke belakang. Mulai gemetaran, mata mereka membelalak melihat Cassandra yang mengetahui ucapan mereka. Tanpa basa-basi sebelum keduanya kabur dia menjambak rambut salah satu gadis.
"Plis, maafin gue. Gue gak sengaja-"
Plak!
"Ampun."
Plak!
"Maaf ...."
Plak!
Gadis lain sudah kabur sementara Cassandra yang sudah memendam emosi selama ini semakin beringas. Menampar tanpa henti, air mata gadis itu keluar deras, gemetaran bahkan terkencing-kencing di tempat. "Omongin gue sekali lagi, ayo, ngomong, ngomong!"
Cassandra tertawa lebar, matanya melotot penuh kepuasan melihat tamparan merah di pipi gadis penggosip. Jika saja tidak ada OSIS yang menemukan hal ini, Cassandra tidak akan melepaskan mangsanya. Mereka dilerai oleh salah satu anggota OSIS yang mendapat laporan pembullyan di kamar mandi.
Penjahat!
Cassandra adalah penjahat hingga ke tulang-tulang!
Langkahnya mengarah pada ruang BK, dituntun paksa untuk diadili. Bahkan tidak cukup di sana dia dibawa ke ruang kepala sekolah. Cassandra tertawa tanpa dosa, menyeringai tidak merasa bersalah. Emosinya sudah keluar, tentu dengan cara yang buruk.
Dia terduduk di depan meja kepala sekolah yang mendesah. Menasihati, berbicara panjang, tentu yang akan diabaikan. Selanjutnya yang terjadi adalah seseorang siswa baru masuk, tubuhnya tegap dengan kulit kecoklatan.
Ekspresi main-main Cassandra lenyap, cowok itu memiliki tatapan tajam yang menyeramkan, sebagai penjahat Cassandra tahu itu tatapan predator pada mangsa. Cassandra terpaku bahkan menahan napas terlebih ketika cowok itu mendekat, berbisik di telinga Cassandra. "Halo, penjahat."
Bersambung ....
9 November 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top