Chapter 11
Kuudere-kun_
gue punya teori
User566_
teori apa sih?
konspirasi?
Kuudere-kun_
teori cerita lo anjir!
random banget sih ni anak 🗿
User566_
ya gue gak tahu
lagi ngeblank otak gue sekarang
Kuudere-kun_
bego lo
User566_
sialan
ngegas mulu jadi orang
jadi apa?
Kuudere-kun_
jadi kata lo kan yang si penjahat tuh kaya menjauhi masalah terus takdir kaya berubah
ada butterfly effect gitu
sampai bahkan pembantunya berubah cuman karena dia lebih tenang
aneh gak sih?
maksud gue pasti ada orang di belakang ini
jangan-jangan itu mata-mata dari cowok yang dikasih coklat random 😱
gasp
damn
gila sih lo dapat masalah besar
User566_
maksud lo apa gue?
hey!
lo tahu gue??!!
Kuudere-kun_
salah, typo itu
maksudnya penjahat lo
User566_
gak percaya
Kuudere-kun_
gue gak bohong
suwer
tabu lah chat anonim tau orangnya siapa
Cassandra tahu akhir-akhir ini dia mulai sensitif. Seumur hidup dirinya baru sekarang overthingking, biasanya dia bodo amat akan semua hal, malas berpikir hal yang tidak berguna. Tapi, kali ini berbeda, jika salah langkah dia bisa saja mati. Lalu apakah dia percaya pada Ali? Jujur saja, dia tidak tahu. Mengusap wajah lelah dia kembali mengirim pesan.
User566_
teori lain ada?
Kuudere-kun_
ada, ada
lo inget gak sih penjahat yang lo bilang itu dibunuh sama orang yang gak dikenal?
User566_
iya inget
terus
Kuudere-kun_
bisa aja gini ya
yang ngebunuh itu saudara tirinya itu yang dia bully
lo bilang kan si cewek itu lemah dan selalu dibully
malahan wajar aja si cewek itu balas dendam pengen ngehancurin penjahat yang udah ngehancurin hidupnya
Cassandra meremas tangannya menghela napas, antara percaya atau tidak dengan teori ini. Tapi, masalahnya ini lebih masuk akal dibanding Ali yang tidak dia kenali tiba-tiba menjadi pembunuhnya.
User566_
terus ada lagi gak yang lo pikir tersangkanya?
Kuudere-kun_
ada ada
bisa juga ayahnya yang suka nyiksa itu, nganggep anaknya beban dibunuh
kakak laknatnya juga bisa aja mau ngelindungin adiknya yang lain jadi bunuh penjahat
ada banyak teori
banyak kemungkinan
bisa aja orang yang bener-bener gak dikenal, orang masa lalu, orang yang dibully, keluarga dekat, atau bahkan bisa aja dikhianati
banyakkkk bangettt
User566_
okey
stop
gue gak sanggup lagi dengernya
Cassandra dibuat ngeri dengan kemungkinan-kemungkinan yang ada, jika mereka semua adalah kemungkinan musuh, berarti dari awal dia tidak aman. Pikiran Kuudere-kun benar-benar di luar nalar, tidak pernah terpikirkan oleh otak sempitnya. Baru berpikir segini saja kepalanya sudah sakit.
"Kamu sekolah?"
"Hah?"
Cassandra akhirnya tersadar di mana dia berada, meja makan. Dia sibuk sekali mengirim pesan dan lupa ketika chatting dia duduk di kursi makan karena kebiasaan, setelah itu kembali mengirim pesan tidak menyadari kehadiran anggota keluarga yang lain. "Oh, iya, iya. Sekolah kok." Dia mengangguk waswas karena mendapat teori bahwa bisa saja semua orang di meja ini bisa membunuhnya.
"Chat sama siapa sibuk gitu?"
Cassandra melirik Lucius kemudian mengangkat sebelah alis. "Ih, apaan sih Papah kepo banget." Tertawa sinis segera dia mengambil makanan, berpikir keras membuat dia lapar. Tidak begitu peduli dengan pandangan yang didapatkan dari Naureen maupun Mikala. Dia lapar sekarang, kepalanya panas.
"Pacar baru?"
Cassandra hampir tersedak melirik sang ayah lantas mengernyit jijik. "Apaan sih, Pah. Sok asik banget. Jadi gak selera makan tahu gak?" katanya lagi. Untuk apa ayahnya sok peduli dan kepo dengan urusan pribadinya. Itu menjijikkan sekaligus membuatnya muak, si munafik yang bersikap baik tapi akan kembali menyiksanya jika melakukan kesalahan-kesalahan. Tapi, bukan itu yang lebih menjijikkan melihat orang itu tertawa lembut.
"Kamu jadi makin gak sopan ya?"
"Baru liat? San udah gini dari awal.
San itu cuman baik sama orang-orang yang San anggap pantes. Dan di rumah ini gak ada orang yang kaya gitu."
Lucius menghela napas kemudian menopang wajahnya dengan satu tangan menatap sang putri. Terlalu berani. Cassandra terlalu jelas menunjukkan kebenciannya. "Tuan putri Papah ternyata udah besar." Lucius menampilkan seringai tipis, menatap netra ruby yang membawanya pada banyak kenangan juga memori.
"Gak jelas."
Cassandra membuang wajahnya, meletakkan sendok dan garpu tidak selera. Karena terlalu lapar dia lupa seberapa muak untuk duduk di hadapan orang-orang ini. "Kamu mikir apa sih? Sampai serius dan natap Papah gak sopan gitu?" Dia mendecih mendengar pertanyaan selanjutnya, segera berdiri kemudian tertawa kecil menatap ke bawah."Mikir seberapa banyak San benci keluarga ini. Kaya kalian semua benci San dan bagaimana kalian bisa bunuh San kapan aja. Puas?"
"Cassandra!"
Lucius melirik ke samping, Mikala menggenggam alat makannya kuat menatap Cassandra penuh emosi. Seolah menahan diri, sementara Lucius menanggapi dengan tawa lembut, terlihat geli. "Sekasar-kasarnya gue, gue gak bakal bunuh lo ya. Makin lama lo makin gak ngotak!" Cassandra menyeringai lebar melihat Mikala yang mengamuk. "Iya, soalnya lo yang bakal mati duluan di tangan gue."
Lucius menyesap teh kemudian menatap sang gadis. Entah kenapa kemarahannya lenyap untuk waktu-waktu seperti ini, sikap Cassandra sekarang sangat mirip dengan ibunya-- Leora. Dia sendiri hanya terkekeh sendiri sebelum menggelengkan kepala yang dibalas tatapan bingung Mikala maupun Naureen-- yang sedari tadi bungkam.
"Papah mana mungkin bunuh kamu, San."
Sebagai tanggapan dari reaksi tenang sekaligus sinis. Wajah pria tua itu semakin menyebalkan. Kilatan benci tidak hilang dari netra Cassandra, terlihat sangat jelas, segera beranjak dari kursi seringai tipis tersungging searah langkah kakinya menjauh. "Baguslah kalau gak bunuh, San. Masih punya otak juga walau dikit." Setelah mengatakan itu dia segera menuju pintu keluar sebelum melirik Naureen-- membuat gadis itu tersentak.
"Muka lo pucat btw, lemes banget, kayanya lo bunting deh. Semalem gue denger lo muntah-muntah."
Kata-kata Cassandra melesat bagai anak panah yang mengenai hewan buruan, tak butuh lama wajah Naureen semakin pucat dibarengi tatapan tidak percaya dari Mikala maupun Lucius yang kini wajah mereka sepenuhnya terkejut. Cassandra tertawa lepas sebelum mengedipkan sebelah mata jahil. "Cek aja, barang tahu ngelahirin anak haram lainnya."
Lagi-lagi kata-kata tanpa filter melesat dari bibir sang gadis segera menusuk lawan semakin kuat. Naureen sudah gemetaran ingin membalas ucapan saudara tirinya-- tapi terlambat. Tawa lepas penghinaan terdengar jelas seiring langkah Cassandra meninggalkan rumah.
.
.
.
"Bunting pasti. Yakin," gumam Cassandra menegak air putih sembari mengendarai mobil. Itu jelas dalam ingatan masa lalu ketika pertunangannya secara sepihak putus oleh Avner-- dia dibuang dengan hinanya. Karena setelah itu dia bisa ingat dengan jelas bahwa Avner menjadikan Naureen tunangannya kemudian. Membuat harga diri Cassandra terluka, walau begitu setelah diselidik lagi pertunangan itu terjadi karena hubungan bebas mereka yang membuat Naureen mengandung.
Saat itu Cassandra tahu setelah mendengar percakapan Lucius dan Mikala. Lagi-lagi dirinya saat itu memiliki banyak ide licik untuk mencelakai Naureen. Tentu saja, bahkan berhasil sampai membuat gadis itu keguguran. Jahat memang. Tapi, dari awal dia tidak memiliki hati yang baik untuk membiarkan saudara tirinya yang dibenci berselingkuh dengan tunangannya dan mengandung. Itu penghinaan besar.
Ya... Setidaknya sekarang itu tidak akan terjadi. Tawa puas kembali lolos dari bibirnya mulai turun dari mobil menuju gedung sekolah. Sekarang kondisinya sudah berubah. Dia tidak ada hubungannya dengan Avner atau mau mengacaukan Naureen dengan kandungannya. Dipikir-pikir juga bukankah hanya kekacauan yang didapat Naureen jika janinnya lahir? Bukankah saat itu ketika keguguran hidup Naureen bisa kembali normal? Entah mau menyebut dirinya baik atau jahat, tapi itu faktanya.
"Ali?"
Cassandra melihat cowok tinggi itu di depan kelas beranjak keluar, senyum kecil mengembang dari bibirnya. "Gimana lo bisa ada di sini?" tanya gadis itu dengan ekspresi hangat. Berbanding terbalik sedari pagi yang dihiasi oleh wajah masam, kini perasaan Cassandra mulai membaik melihat cowok yang kemarin mengajaknya bertemu.
"Gue belajar di sini."
"Hah? Kelas ini? Sekelas sama gue?!"
Anggukan terlihat jelas membuat netra Cassandra melebar, tapi senyuman lebar tidak bisa dibohongi seiring netra ruby itu bersinar cerah, begitu menawan. "Lo di mana duduknya? Gue gak pernah tahu loh." Cassandra masuk ke dalam kelas melihat cowok itu masih mengikutinya dalam diam. Pandangannya setia masih datar walau tidak sedingin pertama kali mereka bertemu. "Di ujung, belakang."
"Di sana?"
Lagi-lagi anggukan sebagai jawaban membuat Cassandra semakin antusias juga senang. "Seriusan ini?" ujar gadis itu kegirangan beranjak ke pojok ruangan dekat dekat jendela di baris paling belakang. Raut wajah lembut yang manis itu tidak luput dari perhatian Ali yang menghela napas-- ketika ada beberapa siswa lewat hampir mengenai Cassandra segera saja cowok itu refleks menghalangi tubuh Cassandra dan membuat tubuhnya yang tertubruk.
Ah, Cassandra tidak menyadari hal itu dan melihat ke sekeliling bingung sekaligus senang. "Kok gue gak sadar? Perasaan banyak hal yang gue gak sadar deh." Ali melirik wajah cantik yang kini melotot ke salah satu siswa yang duduk di bangku depan kursi miliknya. Perlahan takut-takut siswa itu pergi membuat Cassandra duduk di sana. Padahal mereka sekelas, tapi Cassandra tidak pernah sadar di kehidupan yang lalu maupun kini.
"Soalnya lo gak pernah liat ke belakang. Lo selalu liat ke depan. Selalu."
Samar walau tak pasti Cassandra merasakan intonasi Ali mendingin sementara cowok itu duduk di kursi paling belakang. Tepat di belakang Cassandra. Tubuh gadis itu berbalik, matanya mengerjap pelan sebelum terkekeh lembut. Iya, juga sih. Dia dulu tidak pernah melihat ke belakang sedikit pun. "Lo harusnya bilang kemarin. Kan gue biar ada temen."
Ali melirik surai bergelombang ungu milik Cassandra yang bergoyang sedikit dikarenakan angin dari jendela samping. Bahkan dari jarak segini aroma Cassandra tercium jelas, menjadi candu yang tidak bisa dilepaskan. "Sekarang lo tahu," imbuhnya, tetap dengan pandangan yang sama-- lagi-lagi tidak beralih sedikitpun.
Bersambung ....
9 November 2023
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top