8. Titipan dari Faris
▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya
~~~
Setelah beberapa kali menolak bantuan dari Faris, Uci mulai menjaga jarak dengan berondong kelas dua belas itu. Namun, tidak ada kata menyerah bagi Faris. Pemuda itu tetap mendekati Uci dengan berbagai cara.
Pernah suatu ketika saat Faris pulang lebih awal dari sekolah, pemuda itu memilih untuk nongkrong di Salon Momski daripada di kafe bersama teman-temannya. Dia berlagak sebagai pelanggan salon dan meminta Uci yang melayaninya.
Sebagai mahasiswa magang yang juga berarti menjadi pegawai salon sementara, Uci harus bersikap sopan dan tidak boleh menolak permintaan pelanggan.
"Mau treatment apa, Mas?" tanya Uci sopan seperti kepada pelanggan lainnya.
"Keramas sama sekalian creambath. Kalo boleh, dapet bonus nomer WA Mbaknya."
Ucapan Faris membuat pegawai dan siswa magang lainnya berbisik-bisik sambil melirik Uci.
"Kalo keramas sama creambath-nya oke, Mas. Kalo bonus nomer WA, nanti aku kasih nomer WA salon, ya," jawab Uci sambil memakaikan handuk di leher Faris.
"Susah banget dapetin nomer WA Mbaknya."
Uci hanya tersenyum yang dapat dilihat Faris dari cermin lalu berkata, "Mari ikut aku ke sebelah sini, Mas. Keramas dulu." Wanita itu menunjuk dengan tangan.
Uci dengan telaten melayani Faris meski pemuda itu terus saja mengajak ngobrol dan sesekali menggodanya. Wanita itu hanya bisa membalas dengan senyuman atau menolak secara halus saat putra pemilik salon itu mulai mengajaknya jalan atau meminta nomer WA lagi.
Faris tetap menunggu di salon hingga Uci selesai magang. Pemuda itu masih mencoba perutungan dengan menawarkan diri untuk mengantar Uci pulang. Namun, lagi-lagi dia hanya mendapat penolakan. Wanita itu sudah memesan ojol.
Hari berikutnya, Faris datang ke salon lagi dan tetap berusaha mendekati Uci. Pemuda itu terus mengekor walaupun Uci sedang melayani pelanggan.
Tatapan risih pegawai lain dan sempat mendapat teguran dari salah satu pelanggan, membuat Uci harus bicara langsung dengan Faris.
Mahasiswa semester lima itu sudah menduga jika Faris akan menunggunya di depan salon saat jam pulang. Setelah menarik napas lalu mengembuskannya, Uci tersenyum sambil mendekati Faris.
Pemuda itu sontak berdiri tegak dengan senyuman menghiasi wajah karena berasumsi Uci mau pulang bareng dia.
"Yok, gue anter balik," ucap pemuda itu penuh semangat seraya mengulurkan helm kepada Uci.
"Sori, gue bukannya mau pulang bareng. Tapi, gue mau bilang. Tolong berhenti gangguin gue. Nggak enak sama yang lain. Apalagi sama Momski. Nanti dikiranya gue godain anak orang. Lagian gue juga udah pernah bilang. Gue nggak akan tertarik sama berondong apalagi yang masih SMA kayak lo. Masih banyak prioritas gue dan nyari pacar bukan salah satunya." Uci menghela napas panjang setelah mengucapkannya.
Faris tidak langsung menjawab dan terlihat jelas rasa kecewa dari wajahnya. Pemuda itu mencoba memaksakan senyum sebelum menatap Uci.
"Kalo nggak mau gue gangguin terus, lo bisa kasih nomer WA lo. Gampang, kan. Kalo enggak ya gue nggak akan nyerah sampek lo bilang iya dan mau ngasih nomer lo sama gue."
Uci hanya melongo mendengar jawaban dari pemuda di hadapannya itu. Dia menggeleng-geleng sebelum akhirnya pergi meninggalkan Faris saat supir ojol yang dipesannya datang.
Hari ini Uci izin tidak magang karena jadwal kuliah penuh dari pagi hingga sore. Belum lagi dia harus memenuhi panggilan dari seorang teman yang ingin melakukan perawatan rambut sepulang kuliah.
Tenaga Uci benar-benar habis saat wanita itu pulang ke indekos. Dia baru memasuki tempat tinggal selama di perantauan itu pukul tujuh malam. Baru saja menginjakkan kaki di ruang tengah lantai satu, Uci sudah mendapat teguran dari Naka.
"Dek Uci dari mana aja? Jam segini baru pulang. WA dari Dek Ayu juga nggak dibaca-baca. Liat dia sampek nunggu di sini lama."
Uci hanyak berkedip beberapa kali sambil mencoba mencerna ucapan dari Naka.
"Sori, Bang. Gue kuliah dari pagi. Abis itu masih harus ambil job dari temen. Ini juga baru selesai langsung pulang kok." Uci beralih menatap Ayu yang duduk di kursi bersama Naka dan Nanang. "Emang lo WA apa, Yu? Sori ya gue nggak sempet buka WA. Tadi buka HP cuma buat pesen ojol. Gue capek banget," ucapnya sambil menghela napas beberapa kali.
"Oh, ini Mbak tadi ada titipan dari Faris. Katanya Mbak Uci nggak masuk magang. Dia sempet nunggu di depan kos dari sore. Terus dia nggak tau nomernya Mbak Uci. Akhirnya WA aku buat nitip ini." Ayu menjelaskan maksud kedatangannya itu dengan menunjukkan beberapa camilan dan minuman dingin di meja.
"Ci, lain kali jangan diulangi kayak gini. Ngasih nomer WA aja apa susahnya, Nah. Jadi ngerepotin orang kan. Mana Dek Ayu nunggu udah sejam lebih. Kasihan, dia besok masih harus sekolah."
Uci hanya diam mendengar omelan Naka. Dia sudah tidak bertenaga lagi bahkan hanya untuk membalas tuduhan kakak indekosnya itu. Baru kali ini dia melihat langsung Naka mengomel. Biasanya dia hanya mendengar mahasiswa yang merangkap tukang ojek itu berdebat dengan Nanang. Ternyata cukup seram juga. Apalagi Naka berlagak serius di depan Ayu.
"Sori, Bang," balas Uci lalu menatap Ayu. "Sori ya, Yu. Besok-besok nggak usah diladeni kalo Faris minta tolong lagi sama lo."
Kemudian, Uci berpamitan untuk pergi ke kamarnya dan beristirahat.
"Eh, Dek Uci. Ini makanan sama minumannya gimana?" tanya Nanang saat Uci hendak menaiki anak tangga pertama.
"Buat kalian aja. Uci nggak selera. Cuma pengen tidur sekarang."
"Oke, Dek Uci. Makasih ya. Sering-sering kayak gini. Mas Nanang seneng nerimanya."
Uci masih mendengar perdebatan antara Nanang dan Naka mengenai siapa yang berhak mendapat makanan dan minuman titipan dari Faris itu. Kemudian, dia mendengar Ayu berpamitan setelah mengambil beberapa camilan karena dipaksa oleh Naka.
Wanita itu masuk ke kamar dan langsung melemparkan tubuhnya ke atas kasur setelah meletakkan tas di sembarang tempat. Dia bahkan hanya mengangguk saat penghuni lantai dua yang lain menyapanya.
Uci mencoba tetap membuka mata karena belum membersihkan diri. Belum lagi pikirannya masih melayang pada kejadian di lantai satu barusan. Dia tidak menyangka jika berondong itu masih berusaha untuk mengambil hatinya. Bahkan sempat menitipkan sesuatu kepada anak pemilik indekos dan membuatnya mendapat omelan dari Naka. Wanita itu harus memikirkan cara lain untuk membuat Faris berhenti mengejarnya.
Baru saja Uci memegang ponsel, matanya sudah tidak tahan lagi ingin segera menutup. Keinginannya agar tetap terjaga kalah dengan rasa lelah yang menggerogoti tubuh. Akhirnya dia menyerah dan terlelap tidak lama setelah matanya tertutup. Ponsel yang sempat dipegangnya jatuh ke kasur di samping wajah wanita itu.
Bersambung
Capek banget ya, Ci. Udah bobok aja dulu. Soal Faris dipikirin besok lagi.😅
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top