7. Hari Pertama Magang

▪︎ Happy reading
︎ Kalo suka like, komen, sama share, ya.

~~~

Senyum manis masih menghiasi wajah Uci setelah menyelesaikan seminar proposal magang. Tidak seperti bayangannya selama ini, ternyata seminar berjalan dengan lancar dan dia bisa menjawab semua pertanyaan dengan mulus. Meski jawaban yang diberikan belum sepenuhnya memuaskan para dosen penguji, setidaknya wanita itu telah berusaha menjawab dan tidak menggantungkan pertanyaan.

Uci pulang ke indekos dengan perasaan lega. Kini dia harus mempersiapkan diri untuk memulai magang di awal pekan depan. Baru turun dari motor ojol, dia bertemu dengan Ayu yang lagi-lagi diantar pulang oleh Fariz.

"Hai, Yu! Hai juga, Fariz!" Wanita itu menyapa dua remaja yang masih mengenakan seragam putih abu-abu dengan senyuman lebar.

"Eh, Mbak Uci. Baru pulang dari kampus? Tumben pakek almamater?" tanya Ayu.

"Iya, nih. Abis seminar proposal magang."

"Wah, akhirnya seminar juga. Tinggal magangnya, nih?"

"Iya, dong. Alhamdulillah. Satu urusan kelar. Sekarang tinggal nyelesaiin magangnya."

"Kapan mulai magang?"

Uci dan Ayu sama-sama menoleh ke arah Fariz yang baru saja bertanya. Kedua wanita itu sempat saling berpandangan sebelum akhirnya Uci menjawab.

"Kalo nggak ada halangan, Senin udah mulai magang, sih."

"Oh, oke. Nanti gue sampein ke nyokap," balas Fariz.

"Makasih. Tapi, kayaknya nggak perlu. Nanti biar sekalian Senin gue laporan sendiri ke Momski."

"Nggak butuh bantuan gue?"

"Makasih udah nawarin. Tapi, gue masih sanggup sendiri, kok."

"Kalo minta nomer WA lo, masih nggak boleh?" Fariz bertanya lagi mengenai nomor WA yang pernah dia minta beberapa hari lalu.

"Ehm, kayaknya nggak perlu, deh. Nggak ada yang harus kita omongin juga, kan, di WA?"

"Tapi, gue ada banyak hal yang mau diomongin sama lo."

Uci menelan ludah sambil berkedip dua kali. Dia melirik Ayu yang berdiri seraya menendang-nendang pasir di bawah kaki. Uci tahu jika anak dari pemilik indekos itu menaruh hati kepada pria yang sepertinya tertarik kepadanya. Dia harus bisa menjaga jarak dengan pria itu agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari.

Uci menaikkan alis sebelum bertanya. "Emangnya hal apa yang mau diomongin anak SMA kayak lo sama mahasiswa kayak gue?"

"Tentang lo. Gue mau kenal lo lebih jauh lagi. Boleh?"

Uci tersedak ludahnya sendiri hingga terbatuk-batuk. Dia tidak menyangka jika remaja di depannya itu akan secara blak-blakan menunjukkan ketertarikan kepadanya.

"Mbak Uci nggak apa-apa?" tanya Ayu sambil menepuk-nepuk punggung Uci.

Uci menarik napas panjang lalu mengembuskannya. "Nggak apa-apa, kok. Gue cuma kaget aja tadi." Kemudian, dia beralih menatap Fariz yang tersenyum. "Gue rasa ada yang perlu diluruskan di sini. Gue sama sekali nggak tertarik dengan berondong apalagi yang masih SMA kayak lo. Jadi, mending lo cari cewek lain aja, deh."

"Tapi, gue serius mau deket sama lo."

Uci menggeleng-geleng tidak habis pikir dengan isi kepala Fariz.

"Mending kalian lanjut aja, deh ngobrolnya. Gue capek mau istirahat aja. Gue ke dalem, ya, Yu. Bye, Fariz!"

Uci segera masuk ke indekos sebelum pria yang merupakan teman sekolah Ayu itu mencoba merayunya lagi. Untuk sementara, lebih baik abaikan saja si Fariz itu.

Selama akhir pekan, Uci disibukkan dengan persiapan magang. Dia membuat program kerja untuk diajukan ke pemilik salon sesuai dengan proposal magangnya. Wanita itu juga sempat melakukan uji kedua dari ramuan ajaibnya kepada Bu Endang. Ibu kosnya itu cukup puas dengan hasil uji coba kedua. Warna rambut wanita paruh baya itu sudah mulai berubah kuning keemasan dan rambut yang sebelumnya kaku sudah mulai halus kembali.

"Ibu berasa muda lagi kalo kayak gini, Ci. Makasih, ya. Perawatannya berhasil. Nanti Ibu promosiin ke tetangga sama ibu-ibu pengajian. Biar datengin kamu ke tempat magang," kata Bu Endang setelah melihat penampilan baru rambutnya.

Uci ikut senang bisa membantu ibu kos yang sudah seperti orang tua keduanya itu.

Senin pagi, Uci sudah bersiap sejak pukul tujuh. Dia sangat bersemangat untuk memulai magangnya. Wanita yang hari ini mengenakan jin dan kaus polos warna krem itu memeriksa kembali barang bawaannya terutama program kerja yang telah dibuat. Setelah semua dipastikan tidak tertinggal, dia turun ke lantai satu untuk sarapan.

Uci mengambil susu kotak di kulkas yang bertuliskan namanya lalu membuat roti lapis. Sambil menikmati sarapannya, wanita itu mengamati penghuni indekos lain yang berada di lantai satu. Sepertinya sudah lama dia tidak berkumpul dengan teman-teman indekos karena kesibukannya menyiapkan magang. Anak indekos yang masih sekolah dan bekerja sudah berangkat, sementara sisanya mahasiswa bangkotan yang mendengar nama kampus saja sudah malas terlihat masih betah di dalam kamar.

Setelah menghabiskan sarapan, Uci menunggu ojol yang dipesan di depan indekos. Tepat pukul delapan pagi dia tiba di Salon Momski. Wanita itu segera masuk dan menemui pemilik salon.

"Pagi, Momski!"

"Oh, pagi. Kamu mahasiswa yang mau magang di sini itu, ya?"

"Iya, Momski."

"Ya udah. Ikut ke ruangan saya."

Uci mengikuti wanita pemilik salon itu.

"Jadi, gimana? Ada yang bisa dibantu?"

"Saya mau laporan kalo mulai hari ini saya siap magang di sini, Momski. Dan ini saya udah siapkan program kerja selama saya magang di sini. Bisa Momski periksa dulu. Mungkin ada yang perlu diperbaiki untuk menyesuaikan dengan program di salon."

Uci menyerahkan map berisi program kerjanya kepada Momski. Wanita yang mengecat rambutnya dengan warna cokelat itu langsung membaca isi map tersebut.

Momski menutup map setelah membacanya. "Sebenernya nggak masalah kamu mau buat program kerja sesuai kebutuhan magang. Karena sebenernya, program kerja di salon ini juga nggak yang spesifik banget. Kita jalani kerjaan kayak biasa aja. Jadi, kalo kamu mau pakek program kerja sendiri sesuai dengan kebutuhanmu, silahkan aja. Kamu tinggal sesuaikan aja sama keadaan salon di sini."

"Baik, Momski. Terima kasih. Oh, iya. Untuk jadwal magang saya gimana? Saya sesuaikan dengan jadwal kuliah atau gimana? Di sini ada jadwal sif atau full time, Momski?"

"Kamu sesuaikan aja. Yang penting waktu dateng magang kamu laporan sama saya. Jadi, saya tau kamu dateng magang atau enggak. Kalo jadwal kerja di salon, sih full time, ya. Soalnya karyawan saya nggak banyak. Untuk saat ini aja lebih banyak yang magang daripada karyawan saya sendiri."

"Siap, Momski. Nanti saya pasti laporan tiap hari kalo dateng magang."

"Ya udah, kamu bisa gabung sama yang lain buat nyiapin buka salon. Untuk pulangnya, kalo salon nggak rame-rame banget biasa tutup jam tujuh atau delapan malem. Tapi, kalo pas rame bisa sampek jam sepuluh malem. Karena kamu magang di sini, kamu bisa pulang jam empat sore atau mentok sampek magrib."

"Baik, Momski. Kalo gitu saya keluar dulu."

Uci keluar dari ruangan Momski setelah wanita paruh baya itu mengangguk. Dia segera bergabung dengan karyawan dan peserta magang lainnya. Tidak lupa dia memperkenalkan diri. Wanita itu ikut membantu membersihkan ruangan salon sebelum siap menerima pelanggan.

Pukul sembilan pagi, mereka membuka salon dan siap melayani para pelanggan. Uci menyimak dengan saksama penjelasan dari karyawan salon mengenai peralatan dan bahan-bahan yang biasa digunakan untuk melayani pelanggan. Mulai dari handuk, sampo, kursi keramas, alat pengering rambut, dsb.

Pelanggan pertama datang untuk potong rambut. Karyawan salon meminta Uci mencuci rambut dari pelanggan tersebut.

"Mari ikut saya."

Pelanggan wanita itu duduk di kursi keramas. Tidak lupa Uci memakaikan handuk untuk menutupi leher pelanggan tersebut. Wanita itu mulai menghidupkan air dan membasahi rambut pelanggan.

Sambil mencuci rambut, sesekali Uci mengajak pelanggan mengobrol dan perlahan mengenalkan program kerjanya.

"Oh, jadi mbaknya ini magang di sini?"

"Iya, Mbak. Saya mahasiswa Tata Rias dan Kecantikan. Mbaknya kalo ada masalah dengan rambut kusam, kaku, atau mungkin uban yang udah mulai muncul bisa banget hubungi saya. Nanti saya kasih perawatan dari bahan alami buatan saya sendiri."

"Wah, menarik, sih. Tapi, saya baru kapan hari krimbat di sini. Nanti, deh kapan-kapan saya ke sini lagi buat coba perawatan dari mbaknya."

"Siap, Mbak. Terima kasih. Pasti saya tunggu."

Uci menyerahkan pelanggan tersebut kepada karyawan salon untuk melakukan potong rambut.

Hari pertama magang cukup menyenangkan. Uci beberapa kali diminta untuk mencuci rambut dan sekali melakukan krimbat kepada pelanggan. Tepat pukul empat sore, dia bersiap untuk pulang.

Saat Uci membuka pintu salon, bertepatan dengan Fariz yang hendak masuk.

"Eh, ada Uci. Udah mau pulang? Sini biar gue anter."

"Nggak usah, makasih. Itu ojol gue udah dateng. Gue duluan, ya."

Uci bergegas meninggalkan Fariz yang masih berdiri di depan pintu salon sambil memperhatikan wanita itu hingga menghilang dari pandangan.

Jumlah kata: 1301

Bersambung

~~~

Kesian. Gagal mulu buat deketin Uci.🤭

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top