[36]_Beginning of the 'WAR'!!"_

.

.

.

Guntur menggelegar bak raungan kemurkaan. Halilintar berkilat menyambar, membelah kesunyian.

Di bawah naungan langit kegelapan yang kini menjelma menjadi lautan darah, ketiga putra Lucifer dan Behemoth tengah berdiri di arena pertempuran.

Tanah terlarang tempat di mana raja dari dua kerajaan besar itu tertidur untuk selamanya. Dan ini adalah kesempatan emas untuk para pangeran Behemoth menuntut balas atas kematian ayah dan adik mereka.

Tepat di hadapan para pangeran Behemoth dengan jarak puluhan meter jauhnya, Damarion tampak menajamkan maniknya.

Manik kelabu yang semula menyendu, dalam sekejab berubah keemasan dengan kilatan menyala setajam mata elang.

Menatap ketiga pangeran Behemoth itu bergantian, lalu kemudian terfokus pada sang putra mahkota, Aaron.

Sebuah rencana terlintas di kepala tampannya. Kunci kekuatan dari para pangeran Behemoth adalah kakak tertua mereka yang seharusnya menjadi raja, jika kerajaan mereka masih ada.

"Aku yang akan menghadapi Aaron," ucap Rion tanpa mengalihkan manik emasnya pada kedua saudara yang berada di sampingnya.

Sementara yang di seberang sana tampak mengukir senyum remeh di sudut bibirnya.

Menoleh pada Damarion yang berada di samping kanannya sesaat, tatapan Danta kembali tertuju pada musuh di seberang arena.

Ia tidak menjawab, ada keraguan dalam benaknya. Bukan takut jika Rion tak dapat memenangkan pertarungan dengan Aaron yang tak lain adalah sang putra mahkota, tapi Pangeran Aaron seratus kali lebih licik jika dibandingkan dengan kelicikan Rion yang sering membuat kepalanya dipenuhi kepulan asap.

Karena lima ratus tahun yang lalu, saat Behemoth menabuh genderang perang dengan Lucifer untuk pertama kalinya di tanah yang saat ini kembali mereka pijak, pertempuran yang membuat seluruh tanah dunia bawah, Helldon bergetar. Yang menjadi lawan bagi sang putra mahkota, Aaron Behemoth adalah Dantalion sendiri.

"Ini adalah pertempuranku." Sekali lagi, Rion menukas tegas saat Danta tak kunjung menjawab. "Jika aku bisa mengalahkannya, semuanya akan berakhir."

Sang raja kegelapan hanya melirik sekilas, merasakan aura mencekam menguar dari tubuh Rion yang kini diselimuti api amarah. Dan akhirnya, Danta pun mengangguk menyetujuinya. "Baiklah."

"Tapi Damarion, Hime tak ada di sini. Aku tak bisa merasakan kehadirannya sama sekali." Aylmer ikut membuka mulut, maniknya masih berputar di sekitar arena pertempuran. Mencari keberadaan sosok yang menjadi alasan pertempuran mereka.

"Akan lebih baik jika mereka memang tak membawa Hime kemari." Rion menjeda, ia mulai mengepalkan kedua tangannya.

"Tapi jika mereka menipuku, aku bersumpah akan mengobrak-abrik seluruh Kerajaan Asmodeus untuk mendapatkan Hime kembali," lanjutnya dengan rahang mengeras.

"Apa kau mencari gadismu, Pangeran?" Aaron menginterupsi di ujung arena, membuat ketiga Lucifer itu terpusat ke arahnya.

"Aku akan memberikannya padamu," Aaron menyeringai. Ini saatnya ia menuntut balas pada iblis yang telah melenyapkan ayahnya, sang Raja Behemoth sebelumnya. "Tapi setelah aku melenyapkanmu!"

Ia berteriak keras dan melesat maju dengan sayap hitam mengepak dan pedang yang entah sejak kapan sudah terhunus ke depan.

Melebarkan maniknya, Rion ikut melesat dengan mengangkat tangan kanannya yang dalam sekejab memunculkan sebilah pedang.

Keduanya saling beradu pedang, menyerang, menangkis, dan menghindar dengan gerakan secepat kilat hingga tak dapat diikuti oleh gerakan mata manusia.

Yang terdengar hanya suara pedang yang saling bergesekan, sedangkan keduanya menjelma menjadi kilatan-kilatan cahaya kebiruan dan merah menyala yang saling bertubrukan hingga menimbulkan dentuman keras.

Falcon yang melihat kakak pertamanya tengah bertarung dengan Damarion tak tinggal diam, dengan cara liciknya, ia mengeluarkan panah perak dan melesatkannya ke udara.

Berpikir dapat menciderai Damarion, panah itu malah bertubrukan dengan sebuah pedang dan kembali menghantam tanah hingga menimbulkan ledakan yang dahsyat.

BLEDAM!

Debu panas menghambur di udara. Sempat menutup pandangan Falcon sesaat, dan ketika debu itu memudar, ia melihat pedang yang sama berada di genggaman seseorang yang tengah melangkah santai ke arahnya.

Memperlihatkan wajah tampannya, Danta menyeringai pongah. "Kali ini, akulah lawanmu, Pangeran Falcon."

Falcon menggeram, mengeluarkan pedang dan langsung ia arahkan pada Danta.

"Berengsek!"

.

.

Sementara itu, Aylmer yang masih berdiri di tempatnya sama sekali tak teralihkan. Maniknya masih terfokus pada pertarungan kedua kakaknya. Hingga tiba-tiba suara desiran angin muncul di belakangnya.

Melirik dari ekor mata, dalam sekejab Aylmer berbalik dan mengeluarkan pedang dari tangan kanannya.

Mengayunkannya hingga membentuk sesosok singa, mengaum dan membelah angin yang sedetik lalu hampir menyentuh jubahnya.

Dalam sekejab mata, angin itu berubah menjadi ratusan belati yang berjatuhan di atas tanah.

Maniknya menatap lurus Lexiz yang berada di depannya. Dengan seringaian samar, Aylmer memiringkan kepala.

"Apa kau pikir sihir murahan macam itu bisa melukaiku?" Kedua alisnya terangkat. "Mari kita selesaikan semua kegilaan ini."

Aylmer mendecih, kemudian melesat. Menghunuskan pedangnya, namun berhasil ditangkis oleh Lexiz dengan membuat barrier dari mantra miliknya yang bersinar terang.

Dengan pedang yang masih terhunus di tangan kananya, tangan kiri Aylmer terangkat ke udara, memunculkan sebuah bola api yang langsung ia arahkan pada barrier yang menghadang jalannya.

Wusshhh...

Kratak!

BLEDARR!!

Barrier itu hancur berkeping-keping, memperlihatkan senyum miring Aylmer yang membuat Lexiz membelalakkan maniknya, tak percaya jika pangeran yang terkenal dengan kekonyolannya itu dapat meruntuhkan berrier sihir miliknya semudah membalikkan telapak tangan.

Berpaling sejenak dari Aylmer yang terlihat menikmati pertarungannya, kakak pertamanya kini sedang disibukkan oleh sihir-sihir yang Falcon ciptakan untuk menyerangnya.

Melayang di udara, Danta tampak mengernyitkan kening saat melihat Falcon mengucapkan sebuah mantra dengan tangan kiri menengadah.

Dalam sekejab, putaran angin berbentuk seperti tornado melesat ke arahnya. Menabrak setiap batuan tempat Danta melompat untuk menghindar.

Tak hanya itu, di saat bersamaan, keluar ribuan anak panah dari langit yang menghujaninya. Membuat Danta sibuk menangkis dengan pedang miliknya.

Hingga tanpa Danta sadari, Falcon yang awalnya berada lumayan jauh darinya, kini berada tepat di depannya. Dengan hunusan pedang, pangeran Behemoth itu mencoba menyerang.

Srattt ....

Klank!!

Pedang Danta terlempar ke udara,  lalu kembali menancap di atas tanah. Sementara pemiliknya ikut menapakkan kakinya tak lama kemudian.

Danta tampak sedikit terengah, rupanya sihir para pangeran Behemoth memang meningkat pesat.

Masih berusaha mengatur napas, ia milirik pedangnya yang perlahan menghilang, kembali ke tempatnya.

Hingga Danta merasakan darah merembes dari balik lengan pakaiannya. Terus mengalir ke telapak tangan hingga menetes ke tanah melalui ujung jarinya. Pedang Falcon telah berhasil menggores lengan kanannya.

Di seberang arena, Falcon juga ikut menapakkan kakinya. Menyeringai puas saat tahu ia berhasil membuat luka di tubuh sang raja kegelapan.

"Apa usia telah membuat anda semakin lemah, Yang Mulia?" Senyum miring tertampil di sudut bibirnya.

"Kakak, akan sangat memalukan kalau kau kalah dengan iblis macam dia!" Entah apa yang sedang dilakukan pangeran ketiga Lucifer itu, ia hanya melesat kesana-kemari menghindar dari serangan Lexiz tanpa membalas sedikit pun. 

Dan malah sempat-sempatnya berteriak mengolok kakak pertamanya dari kejauhan, membuat Danta mendengus keras dengan bola mata memutar.

Kalah? Tentu saja tidak! Danta hanya mengukur sampai mana sihir Falcon berkembang agar ia dapat mengakhiri pertarungannya dengan satu serangan.

"Hah ...." Danta menghela napas.

"Baiklah. Cukup main-mainnya, Falcon." Ia mengangkat tangan kanannya ke atas, seolah menggenggam sesuatu yang tak kasat oleh mata. "Aku ingin segera kembali ke kastilku."

Dari genggaman tangan Danta, sinar perak menyeruak. Membentuk siluet yang berputar hingga menyerupai sebilah pedang yang membuat Falcon langsung terbelalak karenanya.

Melihat reaksi Falcon yang tampak terkejut melihat sebilah pedang perak yang kini berada di genggamannya, seringaian Danta terulas.

"Kuakui, sihirmu memang hampir membuatku frustasi, Pangeran Falcon." Danta mengepakkan sayap iblisnya dengan manik berkilat tajam.

"Tapi jangan pikir kau bisa mengalahkanku hanya dengan sihir dan kelicikanmu itu," ucapnya dengan pedang yang ia angkat ke atas dengan kedua tangannya.

"Sekarang-"

"Matilah kau!"

Danta berteriak kencang sembari mengayunkan pedangnya. Menyeruakkan sinar semerah darah yang menajam hingga membelah tanah di depannya.

Slasshhh ....

Blarr!

Blarr!

BLEDARR!!

Ledakan besar tercipta. Meretakkan tanah dan menyemburkan lava panas neraka.

Dalam hitungan detik, tanah di depan Danta berubah menjadi sungai lava dengan gelembung-gelembung panas dan asap mengepul di udara.

"Nah! Itu baru kakakku!" teriakan Aylmer kembali terdengar, membuat Danta sempat berpikir untuk melenyapkan adik keduanya sekalian.

Falcon yang masih sempat mengelak, kini melayang di udara dengan sayap iblisnya yang mengepak. Tau jika ia akan mati konyol jika tak segera membalas, dengan satu ayunan, ia melempar pedangnya ke udara.

Membumbung tinggi ke atas, berputar dan menciptakan kabut hitam yang membentuk wujud seekor ular dengan mata segelap malam.

Dan dengan arahan tangan Falcon, ular itu melesat menuju sang raja kegelapan yang saat itu juga melemparkan pedangnya. Melesat dengan wujud seekor harimau yang berlari dan mengaum kencang.

BLEDAMM!!!

Suara gemuruh kembali menggema, menggetarkan hingga ribuan meter tempat keduanya berpijak. Bahkan membuat pertarungan Damarion dan Aaron terhenti sesaat.

.

.

Merasakan aura yang hanya pernah Rion lihat sekali dalam lima ratus tahun eksistensinya, kini aura itu kembali terpancar. Bahkan lebih kuat dari sebelumnya. Aura dari seseorang yang sangat ia hormati melebihi hidupnya, sekaligus seseorang yang sangat ia rindukan.

Damarion menoleh ke arah dentuman yang sempat memekakkan telinga, tempat di mana sang kakak tengah bertarung.

Meski dengan jarak yang begitu jauh, maniknya masih dapat menangkap sebilah pedang yang kini melesat kembali ke tangan Danta. Pedang yang ia tahu adalah milik sang Raja Lucifer sebelumnya.

"Ayah ...." Damarion bergumam pelan.

Dalam pandangannya, sosok sang kakak mengingatkannya pada ayahanda. Begitu mirip saat keduanya menggenggam pedang yang sama. Tanpa sadar, senyum tipis terukir di bibirnya.

Namun, di detik berikutnya, fokusnya teralih pada ribuan anak panah perak yang tiba-tiba melesat ke arahnya.

Dengan sedikit tersentak, Rion mengangkat tangan kanannya ke depan, menciptakan api biru yang membentuk kilatan bak petir menyambar. Melesat dan membakar anak panah itu dalam sekali sentuhan.

Aaron mendecih, mengepalkan tangannya, dan melafalkan sebuah mantra yang membuat Rion mengerutkan kening bertanya-tanya.

Perlahan, riuh angin mulai bergemuruh mengisi kesunyian yang sesaat lalu sempat tercipta. Berputar Mengitari sang pangeran Behemoth yang masih melafalkan mantranya.

Aaron mulai mengangkat kedua tangannya yang masih terkepal. Dalam waktu bersamaan, batu-batu di sekitarnya ikut bergetar. Bergerak tak beraturan lalu melesat bersamaan angin yang mengitari tubuhnya.

Aaron menyentak tangannya ke atas. Dan seketika, batuan itu membentuk sesosok burung dengan manik merah menyala dan api yang melingkupi seluruh tubuhnya.

Seekor burung elang raksasa yang hanya dengan kibasan sayapnya sempat membuat Damarion menutupi matanya dengan satu tangan.

Dengan satu ayunan tangan Aaron, burung itu melesat menyerang. Menghampiri Damarion yang berdecak kemudian melompat menghindar.

"Sial! Dia semakin menyusahkan!" umpat Rion sembari mengayunkan pedang dan terus menyerang.

Dalam beberapa serangan, Rion berhasil menggores tubuh burung itu dengan pedangnya, namun sedetik kemudian luka itu kembali menutup sempurna. Dan itu berhasil membuatnya hampir kehilangan akal sehat.

Sementara Aaron yang berpijak di atas tanah menyeringai penuh kemenangan. Melihat Damarion yang semakin kualahan, ia ingin mengakhiri pertarungannya dengan sekali serang.

Menengadahkan telapak tangan kanannya, Aaron mengeluarkan sebilah pedang. Lalu dengan sekuat tenaga, ia ayunkan hingga melesat ke arah Damarion yang tengah memunggunginya.

Klank!

BLEDAM!!

Sebuah ledakan kembali menggema. Membuat Aaron menyipitkan mata karena pedangnya bertubrukan dengan pedang lain sebelum sempat mengenai Damarion yang kini sudah kembali memijakkan kakinya di atas tanah.

Rupanya, di saat yang bersamaan, Aylmer yang masih berlarian kesana-kemari menghindari serangan Lexiz yang semakin frustasi karena seperti bermain kejar-kejaran, melihat Aaron yang ingin berlaku curang.

Berbalik, Aylmer mengeluarkan bola api dari tangan kanannya. Melesatkannya ke arah Lexiz yang sama sekali tak menduganya.

Dengan manik membelalak, pangeran bungsu Kerajaan Behemoth itu membuat barrier untuk menahan serangan Aylmer karena ia tak sempat mengelak atau pun balik menyerang.

Dan saat itulah Aylmer mengayunkan pedangnya. Melemparkannya hingga menghantam pedang Aaron yang sedang melesat menuju punggung kakak keduanya.

"Terima kasih kembali, Damarion!" teriaknya riang kala menyadari Damarion meliriknya sekilas lalu membuang muka. Sebelum kembali melesat karena Lexiz yang membalas serangannya membabi buta.

"Bangsat! Kemari kau, Aylmer!" Frustasi karena Aylmer hanya melesat sambil menghindari serangannya, Lexiz semakin kehilangan kesabaran.

Tak peduli ke mana arah serangannya, ia terus melemparkan ribuan anak panah perak dan bola api yang terus-terusan menghantam tanah hingga berlubang dan menyemburkan lava panas. Sementara tak ada satu pun yang mengenai sasaran.

Menoleh ke arah Lexiz di belakangnya dengan seringaian, Aylmer dikejutkan oleh sebilah pedang yang menuju ke arahnya saat ia kembali menatap ke depan.

Dengan cepat ia menghindar hingga pedang itu menggores bahu Lexiz lalu menancap di atas tanah.

Melihat Lexiz yang berhenti mengejarnya, Aylmer ikut berhenti sejenak. Kembali menapakkan kakinya di atas tanah, lalu mengumpat.

"Hey, Damarion! Berengsek! Kenapa kau malah menyerangku? Inikah balasan atas rasa terima kasihmu, Hah?!" teriaknya dengan mata melotot pada Damarion yang tengah bertarung dengan burung elang milik Aaron.

Merasa pertarungannya terganggu, Rion tak punya pilihan lain selain menjawab atau Aylmer akan terus mengganggu hingga kepalanya pecah.

Iblis mana yang masih sempat mengumpati kakak-kakaknya padahal sedang bertarung dengan iblis yang tak dapat dianggap remeh olehnya, jika bukan seorang Aylmer Nortcliff Lucifer??

Menahan serangan burung itu dengan pedang, Rion akhirnya menoleh pada Aylmer yang berada tak terlalu jauh darinya. "Itu pedangmu sendiri, Bodoh!"

Akhirnya Rion mengungkapkan kekesalannya karena Aylmer bukannya menangkap pedang yang ia lemparkan, tetapi malah menghindarinya.

Sejenak, Aylmer mengerutkan kening. Kemudian maniknya membelalak lebar saat menyadari apa yang Damarion katakan, dengan cepat ia menoleh ke arah pedangnya yang perlahan mulai menghilang, kembali ke dimensi di mana pedang itu disimpan.

"Bangsat! Sebenarnya siapa yang bodoh di sini?" Entah pada siapa umpatan itu Aylmer tujukan sekarang.

"Jadi, kau sudah lelah melesat kesana-kemari, huh?!" Lexiz yang sudah kembali berdiri dengan sayap membentang di depan Aylmer, membuatnya kembali terfokus.

Lexiz melangkah santai, mendekati pangeran ketiga Lucifer sembari merenggangkan otot-ototnya meski bekas sayatan masih menganga di bahu kirinya. "Mari kita bertarung dengan serius, Pangeran Aylmer."

Menatap Lexiz datar, Aylmer tersenyum miring dan mengepakkan sayap iblisnya.

"Mari kita selesaikan dengan cepat." Tiba-tiba saja rautnya berubah kesal. "Karena ikut pertarungan ini, aku tidak jadi minum kopi buatan Azzuri tadi siang."

                   ~°^°~

PERTARUNGAN MASIH  BERLANJUT!!!

#See yaa ^_^

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top