[15]_I... Love YOU_

"Singkirkan tangan kotormu, atau aku yang akan menyingkirkannya bersamaan dengan abumu."

.

.

.

Manik hazel Hime masih menatap pria di seberang sana tanpa berkedip. Bibir tipisnya samar-samar mengulas senyuman manis. 'Jika harus mati detik ini pun aku sudah siap. Karena orang terakhir yang kutatap adalah dirimu.'

Lacreimosa semakin bersiaga kala melihat Rion berdiri di hadapannya dengan tatapan membunuh yang mengerikan.

"Lepaskan dia, Lacreimosa!" Rion berucap seraya langkahnya yang semakin mendekat.

"Berhenti! Atau kau ingin melihat kepala gadismu putus saat ini juga!" Gertakan Lacreimosa sukses membuat Rion menghentikan langkahnya.

"Ri-Rion. Akhh!!"

Suara Hime memekik saat kuku-kuku tajam itu kembali menusuk dan menggores leher jenjangnya hingga mengeluarkan darah. Ia hanya bisa mengernyit saat merasakan perih mulai menjalari tubuhnya.

Kepalan tangan Rion semakin mengerat melihat Hime yang semakin kesakitan. Tapi ia sama sekali tak beranjak. Jika maju selangkah, alih-alih Rion akan membuat nyawa gadis yang dicintainya melayang.

Rion tak punya pilihan selain menuruti iblis gila di depannya.

"Lepaskan dia, dan aku akan menuruti semua keinginanmu," ucap Rion mencoba mengalihkan perhatian Lacreimosa agar cekikan di leher Hime sedikit merenggang.

Wanita iblis itu tersenyum sinis menanggapi ucapan yang baru saja dilontarkan Rion. "Apa kau pikir aku bodoh? Kau mengikat kontrak mati dengan gadis ini, 'kan? Jika aku melepaskannya, sama saja aku memberikanmu kesempatan untuk bisa bersamanya."

'Sial! Jadi bajingan itu juga memberitahunya tentang kontrak yang kubuat? Aku benar-benar akan membuat perhitungan dengannya setelah ini."

"Apa yang membuatmu tergila-gila dengan manusia tak berguna ini, Rion? Apa kau buta? Lihatlah baik-baik, dia hanya gadis jalang yang lemah!"

Teriakan Lacreimosa mengalihkan perhatian Rion. Pria itu tak menjawab. Masih diam dengan raut datar.

"Katakan padaku?! Apa yang membuatmu lebih memilihnya? Apa karena tubuhnya, hah? Lihatlah baik-baik, tubuhku bahkan lebih indah darinya." Lacreimosa terus meracau tak karuan.

'Wanita iblis ini benar-benar tidak waras. Di mana otak Zavian saat menyetujui perjodohanku dengannya? Ini benar-benar gila!' Kali ini Rion memijat pelipisnya dengan embusan napas kasar.

"Jawab, Damarion! Atau kau ingin aku benar-benar mematahkan leher gadis brengsek ini?!"

"Jika kau berani melakukannya, maka-"

"Maka apa, hah?! Apa yang bisa kau lakukan sekarang?!" Lacreimosa semakin menggeram marah. Manik legamnya menyorot tajam memperlihatkan betapa besar kebencian yang ia rasakan.

"Aku akan mengakhiri kontrak kalian saat ini juga." Ia menyeringai.

Manik Lacreimosa berkilat, taringnya memanjang.

Seketika tubuh Hime menegang dengan manik membelalak kala taring itu dengan cepat menembus dan merobek kulit lehernya. Rasa perih dan panas yang teramat sangat semakin menyengat hingga ke seluruh tubuhnya.

Perlahan, Hime merasakan kantuk yang luar biasa. Pandangannya memburam dan tenaganya seolah terkuras habis hingga tak dapat mempertahankan keseimbangan.

Samar-samar, Hime masih dapat melihat Rion yang menatapnya dengan manik tak kalah lebar. Sekali lagi, ia mengulas senyum di bibir mungilnya.

'Jadi ini kah akhirnya? Meski begitu, aku bahagia bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Damarion ... Aku mencintaimu.' Perlahan Hime menutup mata, membiarkan kegelapan menenggelamkannya.

Bruk!

Lacreimosa melepaskan cengkramannya, membuat tubuh Hime ambruk di atas hamparan salju yang mulai memerah karena aliran darah.

Sesaat, suasana mendadak sunyi. Rion mematung dengan napas tertahan kala melihat tubuh Hime yang tergeletak di depan matanya. Maniknya semakin lekat menatap gadisnya. Berharap masih ada gerakan atau sekadar detak jantuk yang dapat ia dengar. Tapi tidak, Rion tak dapat mendengar apa pun. Semuanya, hening.

"Lily ...."

Damarion bergumam lirih. Napasnya yang sempat terhenti kini menggebu. Kedua tangannya mengepal erat, memperlihatkan kuku-kuku hitam yang melukai telapak tangannya sendiri, membuat tetesan darah mencemari putihnya salju.

Tatapan Rion beralih pada wanita yang masih menjilati sisa darah Hime di kuku hitamnya, menajam bagai mata pedang yang siap menghantam dan melenyapkan.

"Mati kau, Lacreimosa!!" Rion berteriak penuh amarah.

Detik berikutnya, angin kembali bergemuruh. Berputar-putar bagai puting beliung. Langit gelap semakin tertutup kabut tebal. Halilintar menggelegar, petir berkilat-kilat menyambar.

Badai telah datang, hamparan salju tak lagi menjadi penghalang. Amarah sang pangeran kegelapan tak lagi bisa dihentikan. Sungguh, sangat mengerikan.

Damarion berjalan dengan kepapan tangan yang gemetar. Ia mengangkat satu tangannya, mengeluarkan sebilah pedang dari genggamannya.

Manik emasnya berkilat merah, semakin terang bercahaya. "Kau akan menyesal telah menguji kesabaranku, Lacreimosa!"

Lacreimosa melangkah mundur. Ini pertama kalinya ia melihat sang pangeran dalam wujud iblis yang begitu mengerikan. Aura kematian yang kian menguar bahkan membuat napasnya tertahan.

"Ka-kau tidak akan bisa membunuhku. Aku-aku adalah Putri Kerajaan Asmodeus. Ayah dan kedua kakakku pasti akan menyerang Lucifer jika kau melukaiku." Entah pergi ke mana teriakan lantang dan gertakannya beberapa saat yang lalu. Saat ini ia benar-benar tak punya nyali untuk ditunjukan lagi.

"Aku tak peduli! Akan ku ratakan seluruh Asmodeus jika itu bisa membuatku melenyapkanmu!!"

BLEDARR!!!

Ledakan dahsyat tercipta saat Rion mengayunkan pedangnya tepat ke arah Lacreimosa hingga membuat salju terbelah. Bukan air, tapi kawah yang terlihat dari dasar salju itu. Tampaknya kemarahan sang Pangeran Lucifer bahkan membuat tanah Helldon tak berani menentangnya.

Lacreimosa yang sempat menghindar kini melayang di udara. Kedua tangannya terulur ke depan, mengeluarkan asap putih yang berubah menjadi ratusan iblis yang siap menyerang.

"Habisi dia!" Teriaknya lantang.

Iblis-iblis itu berlari serentak sesuai perintah sang tuan. Menyerbu Rion dengan teriakan kencang yang menggema.

Tanpa basa-basi, Rion melemparkan pedangnya ke udara. Tepat di tengah-tengah pasukan iblis Lacreimosa, pedang itu mengeluarkan sinar biru yang menyilaukan. Dalam sekejab, sinar itu menghunjam para iblis bagai petir yang menyambar dengan ganasnya.

Teriakan memekakan telinga terdengar semakin memilukan saat tubuh iblis itu hancur berkeping-keping dan menjadi abu yang melayang, hilang tersapu angin di udara.

"Cih, hanya itu kemampuan seorang Putri Asmodeus? Mengeluarkan sampah-sampah iblis yang tak berguna?" Decih Rion sarkastik seraya menangkap pedang yang kembali menghampirinya.

Lenyapnya seluruh pasukan iblis yang ia ciptakan dalam sekejab membuat manik legam Lacreimosa semakin terbelalak. Rahangnya mengeras hingga terdengar geretakkan gigi-gigi di dalamnya.

'Bagaimana mungkin?' pikirnya tak percaya.

'Bahkan jika itu sampah iblis yang tak berguna, mustahil seorang bangsawan iblis dapat melenyapkan ribuan iblis hanya dalam satu kedipan mata.'

"Jangan banyak melamun, Jalang!"

Seketika lamunan Lacreimosa terputus saat pedang Rion kembali melesat ke arahnya. Dengan cepat, Lacreimosa menghindar. Berkelit kesana-kemari tanpa rencana dan pemikiran matang. Ia tak menduga jika sang pangeran akan semarah ini hanya karena seorang gadis manusia.

Blamm.

Blamm ....

BLEDAARRRR!!!

Pedang yang menghantam setiap tempat Lacreimosa berpijak kembali menimbulkan ledakan. Sebelum akhirnya ia berhasil menangkis dan membuat pedang itu kembali pada pemiliknya.

Lacreimosa kembali memijakkan kakinya dengan napas tersengal. Menatap Damarion yang tersenyum miring meremehkannya. Napasnya hampir habis saat menghindari pedang Rion yang menghantamnya beberapa kali.

Kali ini Lacreimosa menyusun suatu rencana. Berpikir dapat menggunakan tubuh Hime sebagai tameng, maniknya  melirik ke tempat di mana gadis itu tergeletak tak berdaya. Tapi alangkah terkejutnya saat Lacreimosa mendapati tubuh Hime tak lagi di sana.

"Apa yang sedang kau cari, Putri Lacreimosa?" Suara Damarion menginterupsi di seberang, dengan tubuh Hime yang telah terangkat ke udara dikelilingi barrier yang menyelimutinya.

"Apa kau pikir aku akan membiarkan tangan kotormu itu kembali menyentuhnya?"

Lacreimosa menggeram. Meruntuki kebodohannya karena membiarkan tubuh Hime tergeletak begitu saja.

'Sial! Ternyata Rion mengalihkan perhatianku agar dapat melindungi tubuh gadis itu. Sekarang sangat mustahil aku bisa menghancurkan barrier yang diciptakannya,' geramnya dalam hati dengan tangan terkepal erat.

Di seberang arena, Damarion tersenyum di sudut bibirnya. Ia tahu, wanita iblis itu pasti akan menggunakan tubuh Hime untuk melawannya. Karena itulah ia membuat pedangnya sebagai pengalih perhatian agar ia dapat melingkupi tubuh gadisnya dengan barrier terkuat yang tak akan dapat tertembus. Bahkan Dantalion, sang Raja Lucifer dan mendiang ayahnya pun tak sanggup hanya untuk sekadar membuat barriernya retak.

"Apa yang membuatmu begitu memuja gadis manusia yang tak berguna itu, Rion?!" Lacreimosa kembali berteriak.

Sementara Rion menaikkan sebelah alisnya,  "Kau benar-benar ingin tahu?"

"Dia bukan hanya sekadar gadis manusia. Bahkan jika dia menyuruhku untuk membasmi seluruh iblis di muka bumi ini kemudian membunuh diriku sendiri, maka aku akan dengan senang hati melakukannya hanya untuk satu senyuman di bibirnya." Rion tersenyum pedih.

Namun, sesaat kemudian senyum itu sirna, tergantikan oleh aura kematian yang semakin menguar dari tubuhnya.

"Tapi karena kau, aku tidak akan pernah lagi melihat senyum itu-"

"Kau akan benar-benar lenyap, Iblis jalang!!"

Rion melesat, membuat Lacreimosa kembali terkesiap. Sebelum Rion mencapai dirinya, ia mengeluarkan trisula dari tangannya.

Trank.

Trank.

Percikan api menyala dari pedang dan trisula yang saling menghantam. Pertarungan keduanya benar-benar melelahkan, terutama bagi Lacreimosa. Kebodohannya akan benar-benar menjadi jurang maut untuknya. Seorang Pangeran Lucifer yang mampu menghunuskan pedangnya pada jantung sang Raja Behemoth, mustahil dapat ia kalahkan.

"Ukkhh!"

Krakk ... krakk ....

Bughh!!

BLEDAAMM!!!!

Tubuh Lacreimosa terpental jauh hingga menabarak pohon saat Rion berhasil melancarkan tendangan tepat di perutnya. Wanita itu jatuh menghantam hamparan salju dengan keras. Napasnya tersengal, terbatuk dan memuntahkan cairan merah. Kakinya berusaha bangkit, namun sayang ia sudah kehabisan tenaga.

Pria bersurai gelap itu kembali menapakkan kakinya. Ia berjalan ke arah Lacreimosa yang sudah tak berdaya.

Maniknya menatap lekat wanita yang telah mengambil hal yang paling berharga dalam hidupnya. Tak ada seringaian maupun senyum kepuasan di bibir Damarion yang kini mengatup rapat.

"Ini adalah balasan karena kau telah membunuh gadis yang ku cintai."

Jlebb!!

Manik Lacreimosa membola saat pedang Rion menembus jantungnya. Seketika, tubuhnya terbakar dan melebur menjadi abu.

Pedang Rion ikut bercaya dan perlahan kembali menghilang.

Ia berbalik, menatap pilu gadis yang masih melayang di udara dengan sinar biru yang melingkupi tubuhnya.

Rion melangkahkan kakinya mendekat. Dengan satu jentikan jari, barrier itu pecah dan tubuh Hime terjatuh ke dalam dekapannya.

Damarion terdiam, kakinya mendadak lemas hingga membuatnya jatuh tertunduk di atas hamparan salju yang dingin dengan Hime yang berada di pangkuannya.

Manik emasnya perlahan kembali kelabu, semakin menyendu. Tangan kekarnya terulur membelai pipi halus Hime yang semakin memucat. Menyentuh bibir mungilnya yang kini terkatup rapat.

"Lama sekali kau tidur? Semuanya sudah selesai. Apa kau tak ingin bangun?" ucapnya lirih penuh kepiluan.

Rion tersenyum pahit. Satu tangannya masih menangkup wajah mungil Hime. "Bangunlah. Apa kau tak ingin tahu jawaban atas perasaanmu?"

"Aku akan katakan yang sebenarnya, tapi buka matamu ... Aku mohon."

Manik Rion memejam, dikecupnya kening Hime penuh sayang. Lengan kekarnya mendekap tubuh gadis itu kian erat.

"Jangan tinggalkan aku."

"Aku mencintaimu ...,

 

Aku sangat mencintamu ...."




                         ~°^°~




Yaayyyy....
Akhirnya Rion ngaku juga. Tapi telat :'(.

Hiks..hiks..hiks..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top