[06]_Dantalion Lucifer_
.
.
.
Iris hazel itu masih terfokus pada beberapa anak kecil yang tengah bermain lempar bola salju. Senyum tipis mengembang di bibir mungilnya saat tiba-tiba teringat masa kecil yang begitu indah dan penuh tawa.
Meski ia tak mau lagi mengingat masa lalunya, tapi melihat pemandangan di depannya saat ini, membuat ingatannya kembali membayang mundur. Sebelum kegelapan menghampiri dan semuanya musnah.
Satu tiupan angin membuat rambut coklatnya berkibar sesaat. Manik itu beralih melirik ke belakang. Tampak pria bermanik kelabu berdiri tak jauh dari tempatnya duduk.
"Kau ingin tetap berdiri di situ atau menemaniku duduk? Udara di sini semakin dingin." Hime memeluk lengannya sendiri.
Pria itu tersenyum mendengar sebuah kode yang terselip manis di balik pertanyaan yang baru saja ia dengar.
Rion berjalan menghampiri, duduk dan memeluk Hime dengan satu tangan, menyenderkan kepala gadis itu di dada bidangnya.
Hime memeluk pinggang Rion posesif, semakin menenggelamkan wajah di dada bidang pria itu seraya menutup mata.
"Bisakah kita melakukannya di kamar saja? Kau pasti akan kedinginan jika kita melakukannya di sini." Senyum usil tercetak di bibir Rion, sementara matanya masih menatap ke depan.
Hime mendengus kasar, dipukulnya dada Rion dengan satu tangan yang membuat pria itu semakin terkekeh.
"Rion, boleh aku bertanya sesuatu?" Wajah cantik Hime menengadah, menatap Rion saksama.
"Hem."
"Kau bilang, kau seorang pangeran, 'kan?"
"Ya."
"Itu berarti, kakakmu adalah seorang raja dari para iblis."
"Hem."
"Dan dia sudah menikah dan memiliki seorang putra."
"Benar."
Tangan Hime semakin meremas ujung coat tebal yang dikenakan Rion. Bibirnya bergerak gelisah. "Apa kau-"
"Juga akan menikah?"
Manik Rion teralih, menatap gadis yang saat ini memainkan kancing bajunya, menghindari tatapan.
Pertanyaan Hime membuatnya teringat tentang pertemuannya dengan sang kakak beberapa hari yang lalu.
#flash back on
"Aku ingin kau menikah dengan putri dari kerajaan Asmodeus."
Manik rubi Danta memicing tajam, menatap Rion penuh keseriusan.
"Aku tidak berminat."
BRAKK!!
Meja di depan Danta hancur seketika saat pria itu berdiri dan menggebraknya. Tangannya mengepal menahan setiap emosi yang ingin meledak saat menatap sang adik yang masih berdiri tegap, setia dengan wajah datarnya.
"Hentikan sikap konyolmu itu, Damarion! Kau tahu perjodohan ini sudah lama terjadi, dan kau juga sudah mengenalnya. Apa lagi yang kau tunggu?"
"Kau yang mengatur perjodohan itu tanpa sepengetahuanku. Dan aku pun tak pernah mengatakan kalau aku menyetujuinya. Jawaban apa yang kau harapkan, Kak?"
Manik Rion ikut menajam, menjeda ucapannya sejenak.
"Aku tidak berminat menghabiskan sisa keabadianku dengan wanita iblis murahan yang tidur dengan setiap iblis yang pernah ditemuinya."
"Tanyakan saja pada Aylmer, aku yakin dia juga pernah tidur dengan wanita yang baru saja kau sebutkan itu." Satu matanya menyipit, seakan merasa jijik saat membayangkan 'wanita itu'.
'Dia lebih mirip barang yang di obral sana-sini.' batin Rion.
Pria bermanik kelabu itu tersenyum, berusaha setenang mungkin berhadapan dengan sang kakak yang emosinya gampang sekali meledak.
Terlebih lagi ini adalah rumah sang Ratu Elizabeth Azzuri, yang terletak di dunia manusia. Meski sudah terlindungi oleh barrier yang sangat kuat dan tak terlihat oleh manusia, tapi tidak menutup kemungkinan kalau getarannya akan menghancurkan ratusan kota di sekitar mereka jika sampai terjadi pertarungan.
"Itu bukan alasan, Rion. Itu sudah menjadi hal yang biasa. Kau tak bisa menolaknya hanya karena pemikiran konyolmu. Kau-"
"Damarion! Dasar keparat busuk! Mana kristal yang kau janjikan padaku?! Eh-"
Belum sempat Danta melanjutkan ceramahnya, Aylmer tiba-tiba saja menendang pintu dan langsung menyerbu Rion tanpa melihat aura mencekam yang berada di sekitarnya.
"Ada apa ini?" Ia menoleh ke arah Rion dan Danta bergantian sambil menggaruk leher belakangnya yang memang terasa gatal.
Melihat adanya kesempatan untuk mengakhiri perdebatan mereka, tatapan Rion beralih pada sang adik yang tampak sedikit lugu itu.
"Aylmer, bukankah kau pernah tidur dengan putri dari Kerajaan Asmodeus? Bagaimana rasanya?" Rion menyeringai licik.
"Ah, maksudmu Lacreimosa? Dia sungguh hebat, Kak-" Aylmer mengacungkan dua jempolnya.
"Kau tahu? Tubuhnya itu ... akkhhh benar-benar membuatku gila." Tangannya meliuk-liuk membentuk siluet sambil bersuit ria.
"Dan dadanya yang super bes-"
"Kau dengar, Kakak? Aylmer sudah mencicipinya." Pemilik manik kelabu itu berbalik dan perlahan menghilang meninggalkan kabut hitam yang menguar.
"Aku tidak tertarik dengan barang bekas." suaranya menggema di seluruh ruangan. Membuat ruangan itu kembali hening untuk sesaat.
"Kakak, ada apa ini sebenarnya? Kenapa kau membiarkan si brengsek itu pergi lagi?! Akhh... sial!" ucap Aylmer dengan polosnya sambil menatap Danta kesal.
Sementara yang ditatap menggeretakkan gigi, bersiap untuk melenyapkan pria yang berdiri di depannya saat ini jika saja ia bukan adiknya.
"Ingatkan aku kalau kau adalah adikku."
Danta ikut menghilang, meninggalkan Aylmer yang masih terbengong sendirian.
#flash back off
.
.
.
"Rion?"
"Rioon!!!"
Rion tersentak. Maniknya membola saat suara melengking itu hampir saja menulikan telinganya. Ekor matanya melirik sebal gadis yang masih tertawa renyah di sampingnya
"Hahaha ... wajahmu benar-benar lucu." Hime masih terus tertawa dengan punggung tangan yang menutupi mulutnya.
Rion ikut tersenyum melihat gadis itu tertawa lepas. Seakan membuat hatinya menghangat.
Tawa itu mampu melelehkan bongkahan es yang lama menutup pintu hatinya. Kehangatan yang masih tidak bisa ia ungkapkan dalam untaian kata-kata mutiara.
"Jika kau sudah selesai tertawa, bisa kita pulang? Lihatlah, tanganmu sudah mulai membeku."
Rion bangkit, mengulurkan satu tangan ke depan Hime. Membuat gadis itu terdiam untuk sesaat, sebelum akhirnya menyambut uluran tangan Rion dengan senyuman.
Mereka berjalan berdampingan. Beberapa kali manik hazel itu melirik Rion yang terus menatap ke depan. Entah kenapa hatinya masih terasa sesak, masih ada yang tertahan di sana.
Hime sedikit menunduk. 'Kau belum menjawab pertanyaanku, Rion.' batinnya berucap sendu.
Damarion menghela napas pelan. Maniknya kembali melirik gadis yang saat ini jemarinya masih berpaut dengan miliknya.
Bukan tak dapat mendengar, tapi Rion memilih untuk tak ingin mendengar. Rion adalah iblis, tentu saja ia bisa mendengar setiap kata yang terucap di bibir maupun di hati gadis itu kalau ia mau.
'Aku tak bisa menikah. Karena kau, Lily.' ia menjawab pertanyaan itu dari dalam hati.
.......
"Diam kau! Kau tak berhak ikut campur!"
Suara Dantalion menggelegar bagaikan sambaran petir yang siap menghanguskan apa pun. Namun sambaran itu masih tak mampu membuat wanita yang kini berdiri di belakangnya mundur.
Wanita bersurai perak dengan manik biru laut itu sama sekali tak terpengaruh meski semua benda di sekitarnya sudah lenyap menjadi abu. Ia tetap berdiri anggun di belakang punggung tegap sang suami.
Azzuri masih berucap pada pria tegap itu dengan lembut. "Pikirkan lagi, Danta. Tindakanmu bisa membuat Rion murka. Kau pun tahu dia bisa menghanguskan Kerajaan Lucifer dengan tangannya sendiri jika dia mau, dan aku yakin kau tahu akan semua itu. Jadi- Ahkk!"
Suara Azzuri tertahan karena tangan kekar yang tiba-tiba saja menghambat saluran napasnya. Tangan itu terus mengeratkan cekikan, membuat wanita itu menjatuhkan air mata."Dan-ta."
"Sudah kubilang, jangan ikut campur. Apa kau tak mengerti ucapanku?!"
Sebesar dan sedalam apa pun rasa cinta pada ratunya, Dantalion tetaplah iblis. Iblis yang pada dasarnya hanya keburukan dan kejahatan yang ada di dalam dirinya.
Suara Danta semakin keras, menggema hingga rumah megah itu dapat merasakan getaran amarah sang raja. Aylmer dan Zean, sang putra mahkota yang sedari tadi berlatih di hutan belakang rumah pun seketika menghentikan aktivitasnya. Saling memandang sekilas, sebelum berlari menuju asal suara.
Zean Bethalion Lucifer, putra mahkota kerajaan iblis yang kini terlihat seperti bocah berumur 10 tahun itu selama ini tinggal di dunia manusia bersama dengan Ratu Azzuri, ibundanya.
Kelak saat sang putra mahkota sudah siap mengambil alih takhta, barulah ia akan kembali ke Helldon bersama sang ratu. Akan terlalu bahaya jika ia berada di Helldon, sedang para iblis selalu memperebutkan takhta agung lucifer. Meski hanya kemalangan yang akhirnya menimpa para pengkhianat yang ingin menggulingkan kekuasaan Danta.
Aylmer dan Zean terus berlari menuju kamar di lantai atas. Zean yang sudah terbiasa berperilaku seperti manusia pada umumnya, melangkah di setiap anak tangga dengan tergesa. Sedangkan Aylmer yang terlalu panik ikut berlari di belakang Zean, karena ia lupa jika bisa menghilang dan sampai lebih cepat.
Pintu terdobrak keras. Dengan napas terengah, Zean menatap lurus sang raja iblis yang sedang mencekik ibunya.
Matanya menyorot tajam dengan tangan terkepal, diikuti Aylmer yang baru saja sampai di sana. Aura mencekam terkuar dimana-mana. Hawa gelap Danta membuat suasana semakin memanas.
"Ayah! Jika kau tak melepaskan ibu, aku akan membuat kastelmu rata dengan tanah!" teriak Zean berapi-api.
Danta menoleh. Menatap geram putra satu-satunya hingga cekikan itu merenggang. Membuat Azzuri terhuyung sambil terbatuk-batuk.
Tanpa memerdulikan sang istri, pria yang sudah dikuasai amarah itu berganti mendekati putranya. "Siapa yang mengajarimu kata-kata itu, Zean?!"
Sama sekali tak merasa terancam, Zean semakin tajam menatap balik manik sang ayah. "Paman Damarion yang mengajariku. Saat ayah membuat kesalahan, aku harus mengatakan itu. Dan menyakiti ibuku adalah kesalahan besar, Your Highness," ucapnya menantang, membuat ayahnya terdiam beberapa saat.
Manik rubi Danta semakin menggelap. Perkataan Zean sama persis dengan apa yang diucapkan Rion padanya. Damarion benar-benar tidak bercanda saat mengancamnya.
"Beraninya kau menilaiku!"
Brakkk!!!!
"Zean!!!"
Azzuri berteriak histeris saat kibasan tangan Danta membuat tubuh putranya terlempar menubruk dinding hingga dinding itu hancur.
Darah mengalir dari kepala Zean. Bocah itu terbatuk, membuat darah segar juga keluar dari mulutnya sebelum ia benar-benar kehilangan kesadaran.
Aylmer hanya bisa melongo melihat serangkaian kejadian di depannya. Ia diam mematung, tak tahu apa yang harus diperbuat. Kejadian itu membuat otaknya berhenti bekerja.
'Apa yang membuat kakak semarah itu?' Hanya itu yang terlintas di kepalanya.
"Aylmer! Sebagai ratu, aku memerintahkanmu. Bawa Zean pergi, dan suruh maid dari Helldon untuk mengobatinya. Cepat!!" Azzuri mengeluarkan perintah mutlak yang membuat Aylmer tak dapat menolak.
Meski Zean adalah keturunan dari salah satu iblis terkuat yang dapat menyembuhkan diri dengan cepat, ia tetap saja cemas. Tak ada seorang ibu yang tak khawatir melihat putra satu-satunya tergeletak berlumuran darah di depan matanya.
Dengan cepat Aylmer melesat, membawa Zean dalam gendongannya dan menghilang dari sana.
Meninggalkan Azzuri yang masih terduduk di lantai berlinang air mata dan Danta yang masih berdiri dengan tangan terkepal. Masih mencerna apa yang baru saja ia lakukan pada sang pewaris takhta.
Azzuri bangkit, dengan terseok ia berjalan melewati suaminya begitu saja. Tapi saat berada di ambang pintu, kakinya terhenti.
"Apa yang membuatmu semarah ini? Damarion yang menolak keinginanmu, atau-" Menoleh, Azzuri melirik Danta di balik bahunya.
"Ketakutanmu akan masa lalu yang terulang kembali."
Dantalion terhenyak. Tangannya yang semula terkepal perlahan merenggang. Maniknya yang menggelap kembali semerah rubi, menatap lurus punggung istrinya.
"Jika aku harus memilih, maka aku akan ada di pihak Damarion. Karena dia - sama sepertimu, Danta."
Danta masih terpaku, menatap kepergian sang ratu yang semakin menghilang dari pandangannya.
Amarah yang sedari tadi bagaikan badai yang mengamuk di dalam dirinya perlahann mereda. Apa yang Danta lakukan, bukan karena Rion yang menolak permintaannya. Bukan karena Rion yang tak ingin menikahi putri pilihannya. Bukan juga karena Rion yang mengancam akan menghancurkan segalanya.
Tapi ....
Ada masa di mana hanya ada kegelapan dan darah yang menyelimuti tanah. Suara nyaring senjata dan kekuatan yang saling bertumbukan. Masa kelam yang membuat Danta takut akan kutukan yang diucapkan gadis itu, kala di ambang kematian.
Dalam diam, Danta berbalik dan menghilang.
Sesaat kemudian, ia muncul di lorong kastel utama. Berjalan dengan aura kematian yang masih menguar. Membuat para pengawal hanya menunduk dalam saat membukakan pintu ruangan kerja sang raja.
Di sana, di dalam ruangan yang terkesan mewah namun terkesan hampa. Danta tengah menulis sesuatu dengan tinta emasnya. Kemudian Dilipatnya kertas itu hingga menjadi gulungan kecil.
Lalu ia membuka jendela besar di belakangnya. Menatap ke angkasa yang senantiasa gelap, berpadu dengan kilatan petir yang menyambar.
Tidak sampai tiga detik, seekor burung elang tiba-tiba muncul dan bertengger di satu lengannya.
Danta mengikat gulungan itu pada kaki sang elang. "Berikan ini pada Putri Lacreimosa. Putri tunggal Kerajaan Asmodeus."
Elang itu menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan sebelum kembali menghilang dari hadapannya.
Pria bersurai gelap itu masih termenung, menatap luasnya wilayah kekuasaan Lucifer yang terbentang di luar sana. Raut kesedihan terpancar di wajah tampannya.
"Maafkan aku, Rion. Aku hanya ingin melindungi segalanya."
~°^°~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top