Bagian 26


Udah ada di playstore ya gengs. Ini sekuel Calynn love story

*****

Mata Ophelia menatap hampa rumah sederhana yang telah menjadi tempat tinggalnya selama belasan tahun. Tempat itu masih sama, tapi bagi Ophelia sudah tak ada lagi kehangatan di sana. Wanita yang sudah merawatnya tak ada lagi di sana.

Mobil yang mengantar Ophelia kini telah meninggalkan parkiran panti asuhan. Ophelia sengaja memerintahkan sopirnya untuk pulang karena ia tidak ingin sopirnya menunggu lama.

"Kakak!" Suara seorang remaja terdengar di telinga Ophelia.

Ophelia memiringkan wajahnya. Melihat ke arah si gadis remaja yang kini berlari mendekat padanya. Gadis itu tampak berbinar bahagia.

"Kakak, aku sangat merindukanmu." Rosie -- si gadis remaja, memeluk Ophelia.

Kedua tangan Ophelia merengkuh Rosie. Gadis di dekapannya itu tidak lebih beruntung darinya. Ia dibuang oleh wanita yang melahirnya tepat setelah dilahirkan. Rosie bahkan belum sempat merasakan kehangatan dekapan seorang ibu.

Namun, meski Rosie ditinggalkan, ia tidak seperti Ophelia yang penyendiri. Gadis itu sangat periang. Ia tak pernah menjadikan alasan bahwa ia dibuang sebagai alibi agar bisa menjadi seorang yang penyendiri.

Ophelia terkadang merasa iri pada Rosie. Ia ingin hidup seperti Rosie, tapi fakta bahwa ia tidak diinginkan selalu membuatnya terbelenggu dalam kesendirian. Ophelia takut ia akan dibuang lagi.

Seperti saat ini. Ia datang ke panti asuhan untuk menenangkan diri. Bagaimanapun juga ia harus bersiap jika suatu hari nanti Aexio juga membuangnya. Ophelia yakin jika saat itu tiba ia pasti akan hancur.

"Kenapa Kakak tidak pernah berkunjung ke sini lagi? Aku pikir Kakak telah melupakan tempat ini." Rosie melepaskan pelukannya. Mata terangnya menembus netra dalam Ophelia.

"Kakak memiliki banyak pekerjaan."

Satu-satunya yang sering bicara dengan Ophelia di panti adalah Rosie. Gadis ini tidak mengerti penolakan. Ophelia sering mengabaikan keberadaannya, tapi Rosie terus saja mendekati Ophelia. Gadis itu menggunakan banyak alasan agar bisa berbicara dengan Ophelia.

"Berarti sekarang Kakak sedang libur?" tanyanya lagi.

Ophelia hanya membalas dengan dehaman.

"Baiklah, ayo kita masuk.  Yang lain pasti juga merindukan Kakak." Rosie menggandeng tangan Ophelia. Membawa kakaknya itu masuk ke dalam panti asuhan.

Setelah kepergian Marina, panti asuhan diurus oleh Cristie --adik Marina. Cristie seperti Marina, keibuan dan hangat, tapi Ophelia tidak sempat merasakan kehangatan Cristie karena ia sudah keluar dari panti asuhan sebelum Cristie mengambil alih panti. Namun, ia cukup mengenal Cristie karena Cristie sering mengunjungi panti asuhan.

Ophelia tidak langsung menemui adik-adiknya, ia lebih dahulu pergi ke ruangan Cristie.

Jemari Ophelia mengetuk pintu. Ketika ia mendengar suara balasan dari dalam yang mempersilahkan ia untuk masuk, Ophelia melangkah masuk.

"Ophelia?" Christie nampak terkejut melihat Ophelia. Ia tak menyangka Ophelia akan mengunjungi panti.

"Selamat pagi, Bibi." Ophelia menyapa Christie.

Christie melepaskan kacamata bacanya. Ia bangkit dari tempat duduknya dan mendekat pada Ophelia.

"Sudah lama kau tidak ke sini." Christie memeluk Ophelia. Ia sedikit mengernyit ketika merasakan perut Ophelia yang sedikit menonjol.

"Aku sibuk bekerja, Bi." Ophelia menjawab seadanya.

Christie tersenyum maklum. Ia melepaskan pelukannya. "Bibi mengerti. Kau bekerja sangat keras untuk membayar hutang Ibu Marina."

"Ayo duduk." Christie menuju ke sofa.

Ophelia mengangguk pelan kemudian duduk.

"Bibi belum mengucapkan terima kasih secara langsung karena kau sudah membayar seluruh hutang Bibi Marina. Sebagai seorang adik yang tidak berguna, Bibi merasa malu padamu."

"Bibi, apa yang kau katakan? Kau sudah melakukan yang terbaik."

Christie tersenyum kecil. "Tidak sebaik kau."

Ophelia hanya ingin membalas jasa Marina terhadapnya. Sebelum menikah dengan Aexio ia bekerja keras demi membayar hutang, dan setelah menikah, Aexio yang melunasi hutang itu. Sesungguhnya ia tidak sebaik yang Christie katakan.

Mata Christie jatuh pada jari manis Ophelia yang dihiasi cincin permata.

"Aku sudah menikah, Bi." Ophelia menyadari tatapan Christie.

"Benarkah?" Wajah Christie sumringah. "Selamat, Ophelia." Ia senang mendengar kabar itu dari Ophelia.

"Terima kasih, Bi."

Dering ponsel mengusik percakapan Ophelia dan Christie.

"Tunggu sebentar." Christie bicara pada Ophelia kemudian segera menjawab panggilan.

Wajah Christie terlihat gusar ketika ia mendengarkan ucapan orang yang sedang menghubunginya.

"Jika panti asuhan ini dihancurkan maka kami harus pindah ke mana? Tolong jangan lakukan itu." Christie memelas.

Ophelia tidak ingin menguping, tapi apa yang Christie katakan terdengar olehnya.

"Halo! Halo!" Christie memanggil putus asa.

"Orang-orang ini sangat tidak berperasaan!" Christie mengoceh kesal.

Christie kembali duduk di sofa. Wajahnya terlihat tidak tenang dan sedih.

"Apa yang terjadi, Bi?"

"Panti asuhan ini akan dihancurkan. Anak pemilik tempat ini memberikan waktu satu minggu untuk berkemas," jelas Christie.

"Apa yang akan bibi lakukan selanjutnya?"

"Bibi tidak memiliki cukup uang untuk menyewa tempat. Mungkin bibi akan mengirimkan anak-anak ke beberapa panti yang bersedia menampung mereka."

Ophelia terdiam sejenak. Sejujurnya ia tidak rela jika tempat masa kecilnya dihancurkan, tapi ia juga tidak memiliki cukup uang untuk menyelamatkan panti asuhan.

"Bibi telah gagal menjaga panti asuhan ini."

"Ini bukan salah Bibi." Ophelia tidak memiliki kata menghibur lainnya selain apa yang ia ucapkan barusan.

Setelah hampir dua jam berada di panti asuhan, Ophelia pergi ke tempat pemakaman untuk mengunjungi makam Marina.

***

Christie terkejut melihat tas berisi uang yang ada di hadapannya. Seumur hidupnya baru kali ini ia melihat uang sebanyak itu.

"Ini apa?" tanya Christie terbata. Ia menatap bingung pria di depannya.

"Ini dari Nona Ophelia."

"Ophelia?"

"Benar. Gunakan uang ini untuk membeli panti asuhan."

Christie tertegun. Ophelia? Christie hampir menangis sekarang. Ia tidak menyangka bahwa Ophelia memiliki kebaikan hati yang luar biasa. Ophelia bukan hanya melunasi hutang biaya pengobatan kakaknya, tapi juga menyelamatkan panti asuhan.

"Tugas saya sudah selesai. Saya permisi." Pria yang mengantarkan uang mohon pamit.

"Ah, ya, mari saya antar ke depan."

"Baik."

Christie melangkah bersamaan dengan si pria. Ia mengucapkan kata terima kasih sebelum pria itu masuk ke dalam mobil.

Pria bersetelan hitam di dalam mobil segera mengeluarkan ponselnya. "Saya sudah melakukan sesuai instruksi Anda, Nyonya."

"Baiklah, terima kasih."

Panggilan terputus. Pria itu kembali menyimpan ponselnya. Ia merupakan orang suruhan Anne --ibu Ophelia.

Anne sengaja menggunakan nama Ophelia untuk membantu panti asuhan. Ia melakukannya karena tidak ingin tempat yang sudah jadi rumah bagi Ophelia dihancurkan begitu saja.

Sebagai seorang ibu, Anne memang telah bersalah karena meninggalkan Ophelia, tapi ia tetap memperhatikan semua gerak-gerik putrinya.

Sampai detik ini Anne merasa bersalah pada Ophelia. Ditambah ia tidak bisa mengakui Ophelia sebagai anak. Bukan karena ia takut karirnya hancur, tapi karena ia takut keluarga ayah Ophelia mengetahui kehadiran Ophelia. Keselamatan putrinya bisa jadi taruhan. Anne cukup tahu bagaimana kejamnya keluarga ayah Ophelia.

Ophelia berhak tahu siapa ayahnya, tapi Anne merasa akan lebih baik jika Ophelia tidak tahu. Anne tidak ingin menambah luka Ophelia. Pria yang sudah menghamilinya pasti tidak akan mengakui Ophelia sebagai anak.

Beberapa hari lalu ia mendengar pembicaraan tentang putrinya pada acara ulang tahun yayasan. Ia sakit hati ketika mendengar anaknya dihina, dan ia tidak mau anaknya semakin dihina karena hadir diluar pernikahan.

Ia juga tidak ingin ada yang mengatakan bahwa buah jatuh tak akan jauh dari pohonnya.

Anne tak mengerti bagaimana takdir membuat cerita untuknya dan Ophelia, tapi ia berharap akhir dari cerita anaknya tidak akan semenyedihkan dirinya. Ia berharap Ophelia akan bahagia selamanya.






Tbc


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top