Bagian 20

Tamu-tamu kelas atas sudah berkumpul, menunjukan barang-barang bermerk yang mereka kenakan di seluruh tubuh mereka.

Gaya hidup orang dari kalangan atas tidak pernah menarik perhatian Ophelia. Ia bahkan tak peduli pada apa yang mereka kenakan saat ini.

Sedang Ophelia, ia membuat iri orang lain tanpa harus bersusah payah. Kalung yang Ophelia pakai sudah menarik banyak perhatian. Mereka yang tahu mengenai permata langka pasti akan tahu seberapa fantastis harga per karat berlian yang ada di kalung Ophelia.

"Aku akan pergi ke toilet sebentar." Ophelia melepaskan gandengan tangannya dari lengan Aexio.

"Baiklah. Aku akan menemui Tiffany dan keluarganya. Setelah selesai susul aku."

"Baiklah."

Aexio pergi ke arah Tiffany dan keluarganya, sedang Ophelia, ia pergi ke toilet.

Ophelia selesai buang air kecil. Ia menatap cermin, memastikan riasannya tidak luntur. Ophelia tersenyum getir, ia mengenakan make up dengan harga mahal jadi tidak akan luntur meski acara sudah selesai, berbeda sekali dengan alat make up yang biasa ia pakai. Kena air hujan saja sudah luntur.

Seseorang berdiri di sebelah Ophelia, mencuci tangan di westafel kemudian merapikan anak poninya.

"Kalung itu dibuat Aexio khusus untukku." Seseorang yang tak lain adalah Cia menatap Ophelia dari cermin dengan senyuman angkuh.

Sesuatu berdetak di dada Ophelia. Seperti ada yang patah dan menimbulkan rasa sakit.

"Menyedihkan, kau mendapatkan barang yang harusnya jadi milikku."

Ophelia mengeringkan tangannya. Ia masih setenang air. Emosinya terkendali dengan sangat baik. "Aku tidak peduli cerita dari kalung ini. Yang pasti saat ini aku yang memakainya bukan kau. Sama seperti Aexio yang saat ini bukan milikmu lagi, melainkan milikku."

Senyum di wajah Cia menghilang. Kilat kemarahan muncul lagi di matanya. Ophelia selalu saja membalikan keadaan. "Aku tidak akan pernah membiarkan rumah tangga kalian berjalan lancar. Aexio milikku, sampai kapanpun dia akan tetap jadi milikku."

Ophelia tertawa mengejek. Kemudian ia menatap Cia tenang. "Keluarlah dari dunia imajinasimu, Cia. Terima kenyataan bahwa kau dan Aexio sudah berakhir. Ah, jika aku jadi kau, aku tidak akan melihat ke arah orang yang sudah aku campakan, karena itu memalukan." Ophelia tidak bermaksud memprovokasi Cia, ia hanya memberi jawaban yang baik untuk Cia. Namun, jawaban itu terlalu menohok untuk Cia.

Wajah Cia merah padam. "Cepat atau lambat kau akan ditinggalkan oleh Aexio. Aku pasti akan mengambilnya kembali darimu."

Sejujurnya Ophelia takut jika Cia benar-benar berhasil merebut Aexio darinya, tapi saat ini ia tak ingin kalah dari Cia. Ia harus memperjuangkan apa yang sudah jadi miliknya. "Dan aku tidak akan membiarkan wanita masalalu suamiku merusak rumah tanggaku."

Ophelia menepuk pundak Cia. "Hatimu terlalu busuk, Cia. Cobalah mendekatkan diri pada Tuhan agar kau mendapatkan hidayah." Kemudian ia melangkah meninggalkan Cia.

"Pelacur sialan!" Cia meremas jemarinya kuat. Cia bersumpah ia akan membuat Ophelia menangis darah. Akan ia hancurkan keangkuhan wanita itu.

Ophelia merasa hatinya tidak baik-baik saja saat ini, dadanya terasa sesak. Masalalu Aexio dan Cia menjadi momok menakutkan baginya. Ia belum siap kehilangan Aexio, meski sesungguhnya Aexio memang bukan miliknya.

Menarik napas dalam, Ophelia menguatkan dirinya. Ia tak boleh lemah, sejak awal ia sudah memperingati dirinya agar tidak jatuh cinta pada Aexio, dan ia malah melakukan hal sebaliknya. Itu resiko yang harus ia tanggung sendiri, apapun tentang hati memang selalu rumit.

Ophelia kembali ke ballroom, ia melihat Aexio dari kejauhan. Suaminya itu sedang berbincang dengan Tiffany dan keluarganya.

Dari posisi lain, seorang wanita yang tengah berkumpul dengan kaum sosialita lainnya memperhatikan Ophelia dengan wajah licik. Ia meninggalkan teman-temannya, melangkah menuju ke Ophelia dengan membawa segelas wine.

Brukk!! Wanita itu menabrak tubuh Ophelia.  Wine yang tadinya di gelas kini sudah berpindah sepenuhnya ke gaun Ophelia. Wanita itu dengan sengaja melakukannya. Tak puas akan hal itu, ia menatap Ophelia sinis.

"Kau tidak punya mata?!" sergahnya.

Ophelia menepuk gaunnya yang basah. Pandangannya naik ke atas mengarah pada wanita yang memarahinya. Ophelia tidak kenal pada wanita di depannya, tapi kenapa wanita itu mencari masalah dengannya. Sudah jelas yang menabrak bukan dirinya, lalu kenapa ia yang disalahkan.

"Nona, Anda yang telah menabrak saya. Seharusnya Anda meminta maaf pada saya. Lihat, pakaian saya basah karena Anda." Ophelia tidak terintimidasi.

Wanita yang tidak lain merupakan adik Carol, berdecih jijik. "Kau pandai sekali membual rupanya. Apakah pendidikan yang rendah membuat kau seperti ini? Ah, ditambah kau juga besar di panti asuhan, kau pasti tidak diajarkan tata krama yang baik." Sandra sengaja menaikan suarannya, ia membuat semua orang kini menatap Ophelia. Latar belakang Ophelia yang ingin mereka ketahui kini sudah terjawab.

Ternyata menantu sulung keluarga Schieneder berasal dari kalangan bawah. Pandangan mereka yang tadinya memuji Ophelia kini berbalik mencemooh.

Ophelia kini tahu wanita di depannya sengaja mencari masalah agar bisa merendahkannya. "Apakah berasal dari kalangan atas membuat kau selalu memandang rendah orang lain?! Dan ya, aku cukup mendapatkan pelajaran tata krama meski aku hanya berasal dari panti asuhan."

Sandra melipat kedua tangannya di dada. Ia semakin memandang rendah Ophelia. "Ckck, menjijikan. Kau diajari dengan baik oleh ibu pantimu, ya? Termasuk memberikan tubuhmu dengan sukarela agar kau bisa masuk ke kalangan atas? Janin yang kau kandung sekarang, aku ragu jika itu anak Aexio."

Lagi-lagi apa yang keluar dari mulut Sandra membuat orang lain semakin memandang Ophelia rendah. Kini mereka menilai Ophelia tak lebih dari wanita matrealistis yang hanya mengincat harta kekayaan Aexio.

Ophelia sangat tidak senang jika seseorang sudah menyinggung tentang ibu pantinya. Ia tidak masalah jika tidak disukai, dibenci, atau dicaci, tapi jangan coba-coba menyinggung wanita yang sudah membesarkannya.

Tangan Ophelia melayang sempurna ke wajah Sandra. "Mulutmu perlu diajari bicara dengan baik!"

Sandra mematung beberapa detik. Ia tidak tahu bahwa seseorang seperti Ophelia memiliki nyali.

Carol yang melihat adiknya ditampar di depan banyak orang segera menghampiri adiknya. Amarahnya meletup-letup.

Aexio yang baru menyadari keributan itu segera melangkah mendekati Ophelia.

"Apa yang kau lakukan pada adikku, Ophelia?!" Carol membentak Ophelia kasar.

Ah, kini Ophelia tahu dari mana asal kebencian itu. Ternyata wanita yang ada di depannya adalah adik Carol. Mereka memang bersaudara, sama-sama memiliki tabiat yang buruk.

"Hanya memberinya sedikit pelajaran."

Jawaban santai Ophelia membakar emosi Carol. "Apakah menikah dengan Aexio membuat kau merasa tinggi?! Ckck, sadarlah Ophelia, Aexio hanyalah anak angkat. Wajar sekali kalian serasi, kalian sama-sama memanfaatkan keluarga Schieneder!"

Ucapan Carol begitu tajam. Ophelia tertusuk dalam. Bukan karena ia dihina, tapi karena suaminya yang dihina. Namun, tidak hanya Ophelia yang terluka. Kath yang sudah berada di dekat mereka juga ikut terluka.

Kath tidak pernah mengizinkan siapapun menghina Aexio. Ia telah membesarkan Aexio dengan seluruh kasih sayang yang ia miliki.

"Suamimu itu hanya anak seorang supir!" Carol lebih memperjelas status Aexio yang hanya segelintir orang yang tahu.

Semua orang kini terdiam. Mereka tidak menyangka bahwa Carol berani mengatakan kata-kata seperti itu pada acara seperti ini, sungguh tindakan yang ceroboh.

Mertua Carol mengutuk kebodohan Carol. Bagaimana bisa Carol melakukan kesalahan yang begitu fatal.

Kath semakin mendekat. Ia menarik bahu Carol lalu melayangkan tangannya kuat ke wajah Carol.

Carol terdiam. Ia menatap Kath tanpa bisa bersuara.

"Atas dasar apa kau berani menghina putraku!" sinis Kath. Matanya menjelaskan seberapa ia murka saat ini.

Aexio mendekati Kath. Ia menggenggam tangan ibunya lembut. "Mom, sudahlah."

Kath tidak bisa terima Aexio dihina. Ia terluka, sangat dalam.  "Perhatikan kata-kata yang keluar dari mulutmu dengan baik atau kau akan menyesal!" Kath dikenal lembut di depan banyak orang, tapi yang terlihat kali ini sungguh berbeda. Mereka memakluminya karena Kath sedang menjalankan posisinya sebagai seorang ibu.

Diana mendekat. Ia segera meminta maaf pada Kath. "Kakak Ipar, Carol telah keliru. Mohon maafkan dia."

Tatapan tajam Kath kini beralih pada Diana. "Apa saja yang sudah kau ajarkan pada menantumu!"

Diana ingin sekali memberikan pukulan di kepala Carol. Menantunya benar-benar gegabah. Mencari masalah dengan Kath saat ini sungguh bukan waktu yang tepat.

"Kakak Ipar, mohon redam amarahmu." Diana merendahkan dirinya dengan terus memohon. "Carol! Cepat minta maaf!" Atensi Diana berpindah pada Carol.

Carol kini menyadari kebodohannya. Harusnya ia bisa lebih memilih kata-kata. Sekarang ia pasti dibenci oleh bibinya. "Maafkan aku, Bibi. Aku sangat menyesal."

Kath sangat sulit memaafkan orang yang sudah melukai putranya. Namun, ia tidak akan memperpanjang masalah saat ini karena tidak ingin acara ulang tahun yayasan hancur karena tingkah memalukan Carol.

"Perhatikan dengan baik menantumu!" Kath memperingati Diana lalu kemudian melangkah meninggalkan Diana, Carol dan Sandra bersama dengan Aexio dan Ophelia.

"Kau benar-benar bodoh, Carol!" Diana berdesis sinis. Ia kemudian melangkah kembali ke sisi suaminya.

Carol memejamkan matanya sejenak. Mengusir kekesalannya pada diri sendiri.

"Kakak, maafkan aku. Ini semua karenaku." Sandra menyesal.

Carol menarik napas dalam, kemudian menghembuskannya pelan. "Jaga perilakumu baik-baik!" Carol kemudian meninggalkan Sandra.

Sandra mengepalkan tangannya. Ia menyalahkan Ophelia atas kejadian yang menimpa dirinya dan kakaknya. Mereka dipermalukan di depan semua orang.

Aexio mengeluarkan sapu tangan. Ia mengelap gaun Ophelia yang basah. Saat ini mereka sedang berada di kamar mandi.

"Kau baik-baik saja?" Ophelia memperhatikan wajah suaminya.

Aexio mengangkat wajahnya. "Harusnya aku yang bertanya padamu. Kau basah seperti ini, pasti tidak baik-baik saja."

"Aexio." Ophelia bersuara pelan.

"Aku baik-baik saja.  Tidak ada yang perlu dikhawatirkan." Aexio meyakinkan Ophelia.

Ophelia tidak bersuara lagi. Ia menggenggam tangan Aexio. "Maafkan aku."

"Untuk apa kau minta maaf, hm? Kau tidak melakukan kesalahan apapun."

"Jika kau tidak menikah denganku maka kau tidak akan dihina seperti tadi."

Aexio berhenti mengelap gaun Ophelia. Ia menggenggam kedua tangan Ophelia. "Menikahimu bukan sebuah kesalahan, Ophelia. Jangan pernah mengucapkan kata-kata seperti itu lagi."

Ophelia hendak menangis. Ia sangat tersentuh akan kata-kata Aexio.

"Pakaianmu basah. Aku akan menghubungi orang untuk membawa pakaian ganti. Kau bisa masuk angin." Aexio segera mengeluarkan ponselnya.

Aexio sejujurnya tidak merasa baik-baik saja. Ia marah karena istrinya dihina oleh Sandra. Ia tidak suka ketika orang lain memandang rendah istrinya. Aexio tidak bisa menerima Ophelia disakiti oleh siapapun.






Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top