Bagian 17

Hari-hari berlalu, Aexio semakin dekat dengan Ophelia. Ia memiliki kebiasaan baru sekarang, mengecup kening Ophelia sebelum berangkat kerja. Mengelus perut Ophelia setiap kesempatan. Menciumi aroma rambut Ophelia ketika ia ingin. Lalu, memeluk Ophelia ketika tidur.

Aexio merasa kesehariannya lebih berwarna. Ia ingin cepat pulang untuk beradu mulut dengan Ophelia. Menggoda istrinya itu hingga ia puas.

Setiap ada waktu Aexio pasti akan menghubungi Ophelia, untuk sekedar mengingatkan Ophelia tentang makan, dan juga vitamin. Aexio selalu menjadi alarm untuk Ophelia.

Seperti saat ini, ia baru saja selesai menghubungi Ophelia. Mengingatkan Ophelia agar tidak terlalu lelah. Aexio sedikit berlebihan dalam menjaga Ophelia, tapi ia tidak peduli. Ia hanya ingin yang terbaik untuk istri dan anaknya.

Pintu ruangan Aexio terbuka. Tiffany masuk dengan membawa makan siang untuk Aexio. Jika Aexio terus mengingatkan Ophelia, maka Tiffany terus menyediakan makan siang Aexio. Tiffany sedang mencoba untuk membuat Aexio beralih padanya.

Aexio masih sama. Ia tidak bisa menolak Tiffany dengan cara yang lebih kejam. Aexio menerima makanan itu hanya karena ia tidak ingin menyakiti Tiffany, ia masih memegang teguh pendiriannya. Ia tak akan pernah mengkhianati Ophelia. Namun, secara tidak sadar Aexio telah memberikan harapan pada Tiffany.

"Aku akan menemanimu makan di sini." Tiffany meletakan makanan yang ia bawa ke meja.

Aexio meninggalkan pekerjaannya. Ia beralih ke meja dan melihat ke makanan yang Tiffany bawa. Tiffany jelas tahu makanan kesukaannya, selama beberapa hari ini Tiffany selalu membawakan menu favoritnya.

"Kau tidak perlu membawakan aku makanan terus, Tiff."

"Kenapa? Selama ini kau tidak pernah keberatan aku membawakan makanan untukmu? Apakah menikah membuatmu tidak bisa menerima makan siang dariku?" Tiffany tahu benar bagaimana cara memainkan emosi Aexio. Ia memaksa Aexio menerima makanannya secara halus.

"Bukan seperti itu." Aexio tidak bisa menjawab lebih dari tiga kata itu. Sebelum menikah Tiffany dan dirinya memang sudah sangat dekat. Membawakan makanan satu sama lain bukan hal aneh lagi. Namun, situasi saat ini berbeda, terlebih ketika Tiffany mengungkapkan perasaannya, Aexio hanya tak ingin Tiffany semakin terpaku padanya.

"Jangan menolak pemberianku. Aku tidak akan memaksamu untuk berpaling dari Ophelia, tapi biarkan aku berusaha untuk mendapatkan hatimu. Biarkan aku membuat kau melihatku bukan sebagai sahabat atau saudara, melainkan sebagai seorang wanita."

"Tiff." Aexio bersuara berat. Ia tak ingin mengecewakan Tiffany lebih jauh. Sekeras apapun Tiffany mencoba, ia tak akan pernah berpaling. Ditinggalkan itu sangat menyakitkan, maka ia tak akan pernah meninggalkan Ophelia. Ia tak akan pernah menyakiti ibu dari anak-anaknya kelak.

"Aku yakin kau masih belum mencintai wanita itu. Ini adil bagi kami, aku dengan usahaku, dan dia dengan usahanya."

"Kau akan semakin terluka, Tiff. Jangan melakukan hal bodoh seperti ini."

"Aku sudah melakukan hal bodoh sekian tahun lamanya, Aexio. Aku telah menyembunyikan perasaanku padamu tak terhitung waktunya. Dan saat ini aku ingin menunjukannya."

Aexio merasa putus asa. Tiffany memilih waktu yang tidak tepat. Saat ini ia sudah bukan Aexio yang berstatus lajang, sekarang ia sudah punya istri dan sebentar lagi akan memiliki anak.

"Saat ini kau mungkin yakin bahwa pernikahanmu akan berjalan lancar tanpa cinta, tapi siapa yang tahu ke depannya? Mungkin saja kau tidak bahagia dengan pernikahanmu. Aku hanya berharap pada sedikit kemungkinan itu."

"Tiff, kau mengharapkan sesuatu yang seharusnya tidak kau harapkan bagi kehidupan sahabatmu. Kau menginginkan rumah tanggaku hancur."

Tiffany tahu bahwa sebagai seorang sahabat ia tidak boleh mengharapkan kehancuran rumah tangga Aexio, hanya saja saat ini ia memandang Aexio bukan sebagai sahabat, tapi sebagai pria yang setengah mati ia cintai.

"Aku memang menginginkannya, Aexio. Lebih cepat lebih baik," balas Tiffany sembari menatap langsung mata Aexio. Tatapan itu menunjukan seberapa serius ucapannya saat ini.

Selera makan Aexio hilang. Ia tidak tahu harus mengucapkan apa lagi. Ia sudah menolak Tiffany dengan jelas, tapi Tiffany seolah tidak mengerti penolakannya. Sesuatu harus Aexio lakuka agar Tiffany berhenti. Ia tidak ingin persahabatannya dan Tiffany yang sudah terjalin lama hancur karena masalah pelik tentang perasaan.

***

Ophelia membaca informasi di web yang saat ini ia kunjungi dengan raut serius. Ophelia berniat untuk melanjutkan jenjang pendidikannya. Ia tidak melakukan itu karena hinaan dari orang-orang di sekitarnya, tapi demi Aexio. Jika ia ingin selamanya bersama Aexio maka ia harus memantaskan diri dengan Aexio. Agar suatu hari nanti tak ada orang yang menghina Aexio sebab memiliki istri yang tak berpendidikan tinggi.

Ophelia sangat sadar bahwa orang-orang di sekeliling Aexio selalu menjadikan Aexio pusat perhatian. Mereka sepertinya menunggu untuk menjatuhkan Aexio. Terlebih bibi dan paman Aexio yang nampak tak menyukai Aexio.

Oleh sebab itu Ophelia tak ingin orang lain menjadikannya senjata untuk merendahkan Aexio. Ophelia harus menjaga harga diri dan nama baik Aexio.

Dari satu web ke web lainnya Ophelia membaca deskripsi tentang universitas mana yang cocok untuknya. Setelah cukup lama berselancar di dunia maya, Ophelia menemukan satu universitas. Ia akan mengambil jurusan hukum. Sejak dahulu Ophelia memang memiliki ketertarikan dengan dunia yang berlambang timbangan tersebut.

Ophelia menutup laman webnya ketika seseorang masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia segera berdiri menyambut Kath yang kini melangkah ke arahnya.

"Mom ingin mengajakmu bertemu dengan beberapa kolega, kau bisa?" tanya Kath.

"Bisa, Mom."

Kath tersenyum lembut. "Bersiaplah, 10 menit lagi kita akan pergi."

"Baik, Mom."

Kath hanya datang untuk mengatakan itu. Ia kembali meninggalkan ruang kerja Ophelia.

Ophelia mengambil tas dan barang pribadi miliknya. Ini merupakan pertama kalinya Kath mengajaknya keluar, ia harus memperhatikan penampilannya agar tidak mempermalukan Kath. Ophelia menarik napas perlahan, saat ini ia bukan dirinya yang sesungguhnya. Dahulu ia tidak memiliki aturan dalam berpakaian, tapi sekarang ia harus menjaga penampilannya.

Orangtua Aexio maupun Aexio tidak pernah menyinggung apapun tentang caranya berpakaian, tapi ia sendiri yang mengambil insiatif untuk memperbaiki caranya berpakaian agar tidak mempermalukan keluarga Schieneder. Bagaimanapun juga ia memiliki tanggung jawab untuk menjaga nama baik suami dan mertuanya.

Saat ini gaya berpakaian Ophelia masih belum seperti kalangan atas lainnya yang dipenuhi oleh barang-barang mewah dan modis. Ia hanya mengenakan setelan kerja yang sopan dan tidak terbuka.

Sebelum sepuluh menit, Ophelia sudah siap. Ia terlihat lebih segar setelah merapikan riasan tipis di wajahnya. Ophelia kini juga harus membiasakan diri dengan alat rias.

Mobil mewah berwarna putih berhenti di depan Ophelia dan Kath. Mereka masuk ke dalam sana kemudian pergi. Mobil itu berhenti di sebuau restoran mewah. Kath turun, begitu juga dengan Ophelia.

Di dalam mobil Kath menjelaskan bahwa kolega yang akan mereka temui berasal dari Belanda.

"Tidak perlu terlalu tegang. Mereka tidak menggigitmu," gurau Kath.

Ophelia jarang bertemu dengan orang-orang penting, jadi wajar saja jika ia tegang. Saat ini Ophelia memiliki banyak hal yang ia khawatirkan. Menjadi salah satu anggota keluarga Schieneder bukanlah sesuatu yang mudah.

Seorang pelayan menyapa Kath dan Ophelia, ia membukakan pintu untuk Kath yang merupakan tamu khusus restoran mereka.

Wajah Kath terlihat begitu ramah. Ia melempar senyuman pada sepasang suami istri yang telah menunggu kedatangannya.

"Senang berjumpa lagi dengan kalian, Mr. Scott, Mrs. Scott." Kath menyapa pasangan itu dengan bahasa Belanda yang fasih.

Pasagan suami istri itu membalas sapaan Kath tak kalah ramah. Mereka kini beralih pada Ophelia.

"Ah, ini Ophelia, menantuku." Alasan Kath mengajak Ophelia ke makan siang kali ini adalah untuk memperkenalkan Ophelia sebagai menantunya, salah satu orang penting yang akan mengambil tanggung jawab pada yayasan yang ia bangun.

"Dia wanita yang cantik." Mrs. Scott memuji Ophelia. "Margareth Scott." Mrs. Scott memperkenalkan dirinya langsung pada Ophelia sembari tersenyum ramah.

"Ophelia. Senang berkenalan dengan Anda." Ophelia membalas disertai dengan senyuman.

Kath memandang Ophelia sedikit terkejut. Ia tidak menyangka bahwa menantunya bisa berbicara dengan bahasa Belanda.

"Ini suamiku, Mr. Gustavo Scott." Mrs. Scott memperkenalkan pria di sebelahnya pada Ophelia.

Ophelia kembali mengulurkan tangannya. Ia berkenalan dengan Mr. Scott.

Selanjutnya mereka beralih ke meja makan. Menyantap makan siang bersama kemudian berbincang kecil. Mr. Scott merupakan donatur tetap di yayasan milik Kath.

Kath lagi-lagi dibuat takjub oleh Ophelia. Ternyata Ophelia tak sekaku biasanya hari ini, Ophelia banyak berbincang dengan pasangan Scott. Ophelia tampaknya sangat tertarik dengan sesuatu yang berbau kemanusiaan. Kath pikir mungkin alasannya karena Ophelia besar di sebuah panti asuhan.

Makan siang selesai. Ophelia memberikan kesan yang baik bagi pasangan Scott.

"Mom tidak tahu kau pandai berbahasa Belanda." Kath memiringkan wajahnya menatap Ophelia yang kini kembali kaku.

Ophelia memang tidak menyebutkan ia pandai dalam beberapa bahasa, tidak hanya pada Kath, tapi juga pada Aexio. Ia pikir itu tidaklah penting. Semasa kecil Ophelia tidak banyak bermain, ia lebih memilih berada di ruang baca dengan berbagai buku yang diberikan oleh donatur. Ophelia banyak belajar dari sana.

"Aku tidak tahu jika itu penting untuk disebutkan, Mom."

Kath tertawa kecil. "Kau memang penuh kejutan, Ophelia."

Ophelia tak tahu itu pujian atau apa, yang pasti ia merasa lega karena tidak mempermalukan Kath.




Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top