Bride's Dowry


📸


--

[ ALKA: ARKAN, LANGIT, KAI AWESOME ]

Kaivan Fabian
Mendadaknya pernikahan Yang Mulia Zarkan Hendradi disinyalir karena ketahuan ngamar oleh ibunda ratu Amaris, ckckckk payah!

Langit Dirgantara
PAYAH!! Kayak remaja tanggung aja pakai ketahuan segala.

Sialan! Arkan seketika meletakkan sebendel berkas di tangannya untuk bergegas membalas chat tersebut.

Zarkan Hendradi
RUSAK!

Kaivan Fabian
Rusak? Barang lo? Kelamaan enggak dipakai.

Langit Dirgantara
Rusak biasanya justru karna keseringan dipakai.
Kasihan Lily, dapat bekasan rusak.

Zarkan Hendradi
SIALAN!!!

Zarkan Hendradi
Lo berdua, udah absen di acara gue nanti malam.
Kirim chat buat ngehina doang?

Kaivan Fabian
Sadar diri dong! Lo ada acara penting hari ini, kemarin tengah malam baru ngomong. Posisi gue di seberang benua juga. Pulang sekarang, acara lo keburu kelar.

Langit Dirgantara
Lagian buru-buru amat, beneran udah positif?

Kaivan Fabian
Positif rusak barangnya?

Zarkan Hendradi
Sialan, Kai!
Barang gue berfungsi dengan baik dan sebagaimana mestinya!!!

Langit Dirgantara
Alka yang cerita, katanya Tante Ris ngobrol sama Bunda selain bahas pernikahan udah ngomongin cucu segala.

Langit Dirgantara
Yang Mulia ini sekolah paling lama di luar negeri bukannya jadi pinter malah paling goblok.

Kaivan Fabian
Ini serius? Lo segoblok itu, Ar?

Zarkan Hendradi
Enggak goblok, cuma khilaf.

Langit Dirgantara
Kan! GOBLOK!

Kaivan Fabian
SIALAN! ENGGAK WARAS LO, YA?
Enggak belajar dari gue apa gimana???

Zarkan Hendradi
Gue justru belajar dari lo nih, Kai.

Kaivan Fabian is now offline.

Zarkan Hendradi
Lo boleh ikutan marah kayak Kai, Lang.
I am fine.

Langit Dirgantara
Lo enggak baik-baik aja.
Udah kena pukul Om Adam belum?

Zarkan Hendradi
Sebelum Papa, udah bonyok sama Om Reynand dulu
Ini nanti masih ada perawatan biar layak tampil

Langit Dirgantara
Bokapnya Lily bukannya di Dubai?

Zarkan Hendradi
Ya, Cloudia laporan, langsung pulang
dan begitulah ... ngasih pelajaran.

Langit Dirgantara
Tapi elo enggak terpaksa menikah 'kan?

Zarkan Hendradi
Enggak.
Gue udah yakin Lily pilihan terbaik.

Langit Dirgantara
Lo juga udah yakin bakal jadi suami terbaik baginya?

Arkan terdiam membaca balasan itu, sampai perlu mengalihkan tatapan dan berpikir bagaimana harus menjawab tanpa perlu merasa tengah membohongi dua orang yang paling dia percayai.

Langit Dirgantara
Diantara kita bertiga selalu elo yang selama ini suka main-main cewek, terlibat jauh di dunia hiburan sampai punya lingkup pergaulan yang nyaris kelewat bebas. Sebelum ini, gue enggak terlalu mikir yang gimana karena elo selalu bisa jaga diri.

Langit Dirgantara
Pernikahan itu jenis hubungan dan kehidupan baru yang sepenuhnya berbeda, Ar. Enggak ada lagi main-main atau bertingkah cari hiburan di luar rumah. Penting buat lo ngerti, selain diri lo sendiri, ada seseorang yang perlu lo jaga dengan baik.

Langit Dirgantara
To be honest, sejak Lily dikenalin sampai udah berapa kali habiskan waktu sama-sama keluarga kita. Dia jelas perempuan baik-baik, para orang tua suka sama dia, bini gue, adik lo, semua geng cewek baik ke Lily ... belum anak dan keponakan yang lain, suka banget interaksi sama dia.

Zarkan Hendradi
Iya, Lang.
Mama juga udah kasih warning serupa.

Kaivan Fabian is now online.

Langit Dirgantara
Lah? Cepet amat ngambeknya?
Enggak pinter lo, Kai.
Minimal sampai dikirim tiket Lakers-Warriors dulu.

Kaivan Fabian
Oh iya! Kirimin, two seats, baris paling depan!

Zarkan Hendradi
Two seats?

Kaivan Fabian
Sebelah buat tempat makanan

Zarkan Hendradi
Sialan!!!

Langit Dirgantara
Gue juga mikir, Kai mau ajak siapa?
Sialan ternyata buat tempat makanan!
bisa disumpahin penonton lain lo, Kai!

Kaivan Fabian
Apa seluruh arena aja lo booking buat gue, Ar?

Zarkan Hendradi
Jangan ngelunjak ya, Sialan!
Mr. Kim udah urus tiketnya.

Langit Dirgantara
Gue minta apa, ya?

Zarkan Hendradi
Alka udah ngelist gelang sama vintage clutch
dua ratusan juta per item.

Langit Dirgantara
Hahaha, good!

Kaivan Fabian
Lo gugup enggak, Ar?

Zarkan Hendradi
Enggak, soalnya enggak ada lo berdua yang bikin rusuh acara.

Langit Dirgantara
Ngerusuh sekarang enggak seru.

Kaivan Fabian
Kerjain pas malam pertama lebih seru ya, Lang!

Zarkan Hendradi
Sepupu sialan emang!

Langit Dirgantara
Salah ketik tuh, sepupu kesayangan harusnya.

Kaivan Fabian
We love you too, Ar.

Zarkan Hendradi
Najis!

Kaivan Fabian
Gue enggak paham maksudnya lo belajar dari gue tuh gimana, tetapi selama lo masih terus berusaha jadi lelaki yang baik buat Lily, jadi pemimpin atau kepala keluarga yang benar buat keluarga kecil kalian ... everything gonna be okay.

Langit Dirgantara
Kalau pun enggak okay, you still ... have us here.

Kaivan Fabian
Betul! Lo selalu punya kita, Ar ...
buat mukulin lo kalau enggak becus jadi suaminya Lily

Langit Dirgantara
Team Lily!!!

Zarkan Hendradi
SIALAN!!!

Kaivan Fabian
Gue akan cari info dari Freya sama Kak Ken!
Awas lo kalau masih goblok jadi calon suaminya Lily.

Zarkan Hendradi
Enggak, dengan restu kalian dan semua orang dalam keluarga kita.
Gue dan Lily akan selalu baik-baik saja.

Langit Dirgantara
Wish you all the best, Brother.

Kaivan Fabian
Yang Mulia menuju bahagia!!!

Arkan menghela napas lega, mengirimkan balasan terima kasih dan menyudahi interaksi. Ia juga yakin selama kepercayaan keluarganya terjaga, selama itu juga dirinya akan lebih leluasa mengatur segalanya, demi mempertahankan reputasi dan kesempurnaan hidupnya.

***

"Om Lakan ..."

Arkan segera menoleh, meminta Mr. Kim yang mendampinginya untuk beralih dari kamar. Ia tersenyum mendapati gadis kecil yang bersemangat menunjukkan lego pesawat terbang.

"Wah, Kakak Ya bawa apa itu?" tanya Arkan lalu duduk di pinggiran tempat tidurnya, menunggu langkah-langkah cepat menuju ke arahnya.

Freya tersenyum. "Ini buat Tante Lily, ya? Soalnya Oma Ris bilangnya Kakak Ya mau punya adik lagi."

"Oh!" sebut Arkan sebelum berlagak memastikan. "Eh, tapi 'kan ini mainan baru, emangnya enggak apa-apa dikasih?"

"Ng ... nanti Om Lakan beli mainan lagi, dua!" ucap Freya membuat Arkan tertawa.

"Pinter amat, kasih mainan satu terus minta lagi dua," kekeh Arkan sembari membawa Freya dalam pangkuannya dan mendekap keponakan kesayangannya itu.

Freya tertawa. "Iya, mainan lagi dua, ya?"

"Nilai matematikanya sepuluh enggak?" tanya Arkan serius.

Freya segera mengangguk. "Iya! English juga sepuluh!"

"Pinter banget, keponakannya siapa ini?"

"Om Kai sama Om Langit!"

"Ehhh ..." protes Arkan karena tidak disertakan.

Freya kembali tergelak, terutama karena pinggangnya digelitik.

"Keponakannya siapa ini?" ulang Arkan.

"Iyaaa ... Om Lakaaan," sebut Freya lalu beralih memeluk. "Om Lakan nanti menikahnya pakai baju seragam sama angkat pedang apa enggak?'

Arkan menggeleng. "Enggak dong, yang menikahnya begitu cuma Om Langit sama Tante Alka."

"Terus? Jadi prince sama princess, iya?"

"Kenapa, Kakak Ya mau jadi princess juga?"

"Enggak, aku maunya jadi warrior knight aja!"

Arkan tertawa, "Kakak Ya warrior knight buat adik-adik, ya?"

Freya mengangguk. "Iya, enggak ada yang boleh jahat sama adik-adik dan keluarga semuanya!"

Arkan meringis, bagian dalam hatinya seolah tertusuk kenyataan bahwa dirinya mungkin bakal berbuat jahat. Sejak memulai rencananya, ia sungguh berharap Lily adalah seorang yang pemaaf dan seluruh keluarganya juga ... kelak saat menyadari kenyataannya dapat turut menyatakan dukungan.

"Hayoo ... Kakak Ya minta mainan terus," suara itu membuat Freya bergegas turun dari pangkuan Arkan, beralih ke arah sosok yang berdiri di pintu.

"Papa ..." panggil Freya penuh sayang.

Kenzo Fabian segera membungkuk, menggendong anak perempuan yang sebenarnya sudah terlalu besar untuk dimanja-manja lagi. "Minta mainan lagi, 'kan?"

"Iya, dua!" jawab Freya jujur.

"Padahal masih ada mainan juga di rumah yang belum dibuka."

"Ini soalnya mau kasih mainan ke adik baru," sebut Freya lalu tersenyum lebar. "Terus dapat nilai sepuluh itu boleh minta mainan lagi, aku dua nilai sepuluhnya."

Arkan mengekeh dan beranjak menemui kakak sepupunya itu. "It's fine, Kak Ken ... hadiah anak pintar selalu unlimited."

"Yeyyy..." kata Freya senang.

Kenzo menurunkan sang putri dan memberi tahu. "Ganti bajunya dulu, ini udah mau siap-siap berangkat ke rumahnya Tante Lily."

"Oke!" Freya segera berlari menjauh, meninggalkan sang ayah bersama pamannya.

"Makin pinter aja dia kalau harus ngejawab orang," ungkap Kenzo sambil meringis.

"Kayak Kai dulu, dia juga jago kalau harus nego mainan baru ke Papa sama Om Hans," kata Arkan, ikut meringis saat menambahkan, "Darah memang lebih kental daripada air."

Kenzo mengangguk-angguk. "Kamu udah siap, Ar?"

"Iya," jawab Arkan lalu tersenyum. "Enggak ada Kai sama Langit, aku bakal aman."

"Masih ada aku," ucap Kenzo sambil mengulurkan tinju tidak serius ke arah bahu Arkan. "Jadi, pastikan kamu melakukannya dengan benar, oke?"

Arkan mengangguk, mengambil sikap berdiri tegak lalu menghormat sekilas. "Siap, Ndan!"

***

Lily berputar sekali untuk memastikan penampilannya sesuai dengan standar kecantikan yang selalu Arkan tegaskan padanya. Malam ini, dirinya mengenakan set kebaya warna jingga, lengkap dengan sandal selop hak tinggi yang dipesan khusus agar senada. Rambut Lily ditata mengikal ke area bahu kanan, disela pilinan rambut itu tersemat hiasan berbentuk untaian bunga lily of the valley yang artistik.

"Ma, lipsticknya pakai yang shade rose," pinta Lily.

Meira mengambilkan lipstick yang dimaksud sang putri. "Ini?"

"Iya, itu warna kesukaannya Mas Arkan, katanya bikin bibirku cantik."

"Oh ya?" tanya Meira seraya tersenyum dan membantu sang putri menyempurnakan riasan.

Warna lipstick itu memang bagus untuk Lily yang berkulit langsat terang, tidak terlalu cerah, justru menyatu dengan warna bibir Lily yang sudah kemerahan, membuatnya terlihat semakin sehat.

"Wah, selera Arkan ternyata memang sesuai sama kamu, Ly."

Lily tersenyum, memperhatikan cermin. "Iya, dulu diatur-atur itu bikin capek, tetapi setelah tahu kalau itu bentuk sayang dan cintanya Mas Arkan ... jadi lebih bisa diterima."

"Kamu harus benar-benar bahagia ya, Ly..."

"Iya, Mama ..."

"Bahagia dong," sahut Romeo yang melongok di pintu kamar Lily. Remaja enam belas tahun itu geleng-geleng kepala menunjuk ke arah luar. "Gila banget di bawah, enggak habis-habis kotak kaca isinya hadiah buat ndoro putri Light Lily Rahardian ini."

"Apanya ndoro putri," gerutu Lily dan menoleh pada sang ibu. "Ma, Mama udah bilang 'kan? Ke Tante Amaris kalau Lily enggak minta apa-apa selain pemberian formalitas dan sederhana aja."

Meira mengangguk, merapikan pita satin di belakang tubuh sang putri. "Iya, Mama sudah bilang begitu dan katanya Bu Amaris, hadiah malam ini pilihan Arkan sendiri buat kamu, Ly."

"Mas Arkan yang pilih sendiri?" tanya Lily, baru tahu.

"Banyak banget lho dan isinya ... wah!" Romeo mengacungkan dua jari jempolnya dengan ekspresi takjub. "Papa aja sampai kaget."

Lily begitu saja mengatur napas. "Ya ampun, seharusnya memang aku pilih sendiri yang paling biasa aja dan enggak memberatkan."

"Jangan khawatir, Ly ... Arkan yang pilih sendiri, pastinya itu juga enggak memberatkannya," ujar Meira lalu menatap putranya yang turut mengangguk. "Romeo nanti gandeng Lily turun, ya? Mama temani Papa sambut tamu di bawah."

"Siap, Mama..." ucap Romeo yang segera memasuki ruangan dan menyodorkan siku.

Lily tertawa, memegangi lengan tersebut dan menyadari tinggi badan sang adik memang sudah melebihinya. "Aku cantik enggak?"

"Cantik dong, sampai aku berdoa semoga Julietku secantik Lily juga," seloroh Romeo lalu menunduk pada sang kakak. "Pokoknya, habis ini Lily bahagia terus, ya?"

"Mana ada hidup yang isinya bahagia terus, kamu ini keseringan lihat Papa dan Mama mesra."

"Habis ini Lily sama Mas Arkan ikut mesra juga dong."

"Romeo Lucain Rahardian!" tegur Lily dan membuat sang adik tertawa. Ia memperhatikan pantulan wajah tertawa Romeo dan teringat bahwa sang Mama juga tampak bergembira, semua itu cukup sebagai alasannya menghilangkan gugup.

Lily tahu acara malam ini hanya permulaan, ia dan Arkan akan melaluinya dengan baik.

***

Arkan tidak dapat mengalihkan perhatian dari sosok jelita yang digandeng Romeo memasuki ruang acara. Tunangannya bukan hanya cantik, namun juga tampil sempurna dari ujung kepala hingga kaki, tidak ada cela yang membuat Arkan perlu membatin komentar.

"Benar-benar beruntung, enggak ada Langit atau Kai," ujar Kenzo lirih.

Arkan mengangguk, dirinya bakal habis disoraki atau diberi siulan memalukan ketika ketahuan tidak dapat mengalihkan pandangan. Arkan sudah tidak menyimak lagi kata-kata yang disampaikan pengarah acara atau basa-basi antara dua keluarga yang terus saling memuji, menegaskan penghargaan atas ikatan baru yang terjalin.

Lily sadar dirinya terus dipandangi, meski hal itu membuatnya gugup dan sedikit malu, ia berusaha tetap tenang saat dipersilakan untuk berdiri, menerima satu per satu hadiah yang dibawa oleh Arkan serta keluarga Hendradi yang mendampingi.

"Apa yang aku berikan ini, enggak lebih berharga dari apa yang telah kamu berikan padaku, enggak lebih berharga dari ikatan yang terjalin antara kita berdua ... oleh karena itu, aku berharap kamu akan menerimanya dengan suka cita, menghargainya sebagai bagian dari perhatian dan bentuk cintaku," ungkap Arkan lalu mengambil kotak pertama yang diulurkan sang ibu.

Kotak kaca pertama berisi satu set perhiasan, giwang, gelang, kalung, hingga jam tangan senada. Lily mencermati liontin yang ditempatkan paling depan, berbentuk bunga lily yang menemple pada huruf Z, inisial nama Arkan.

"Terima kasih," ucap Lily, menerima kotak tersebut dan usai berfoto menyerahkannya pada sang ibu sehingga ia dapat menerima kotak lainnya.

Kotak kedua berisi set jarik dan kebaya pernikahan. Hal yang membuat Lily takjub adalah pakaian itu benar-benar mirip dengan busana pernikahan khas pengantin kraton, membuat Lily sempat kehilangan kata. Beludru hitam, corak keemasan, motif batik, hingga hiasan kepala.

"Untuk calon pengantin adat Jawa tercantik di dunia," ujar Arkan.

Pipi Lily seketika bersemu. "Terima kasih, Mas ..."

Pada kotak ketiga terdapat tas ransel khusus, keluaran terbaru untuk membawa peralatan memotret. Tas tersebut belum tersedia di Indonesia, bahkan belum masuk ke pasar Asia. Tas ransel dengan sekat untuk mengamankan kamera, lensa dan memori card. Anti air, tahan uji benturan, dan yang jelas sangat ergonomis.

"Ini ... Mas Arkan tahu dari mana?" tanya Lily takjub.

Senyum Arkan terkembang. "Kamu suka?"

Lily segera mengangguk. "Aku nunggu ini launching ... ya ampun, terima kasih banyak."

"Ada lagi yang bakal kamu suka." Arkan mengambil kotak keempat dan memperhatikan ekspresi takjub yang semakin ketara di wajah tunangannya.

Lily mengerjapkan mata, menahan pekik dan kakinya yang seketika ingin melompat kegirangan. Arkan memberinya kamera range finder M3D milik Leica. Itu adalah kamera tua yang sudah langka. Lily sampai berburu ke beragam situs lelang kamera tua di Jerman dan nyaris putus asa agar bisa mendapatkan informasi tentang kamera tersebut.

"Mas... Arkan... ini ... oh, Tuhan." Lily sampai kesulitan berkata-kata untuk mengungkapkan kebahagiaannya saat menerima kotak tersebut.

"Film spoolnya agak keras, aku enggak tau itu bagian mana tapi mereka bilang—"

"Lily punya tang runcing untuk mengurusnya," sela Lily senang, tersenyum-senyum mengamati seserahan itu dan berhati-hati saat menyerahkannya pada Romeo untuk diamankan.

Arkan mengambil kotak berikutnya, agak terkekeh karena untuk jenis barang ini dirinya tidak bisa hanya mengutamakan selera Lily. "Sayang ... aku tau kamu enggak suka sama jenis sepatu hak tinggi. Tapi sekali aku melihatnya, aku menyukainya dan nggak bisa menghentikan diri untuk nggak membelinya, karena cocok buat kaki kamu."

Lily mendapatkan dua pasang sepatu, yang satu merupakan sepatu sneaker warna putih dan satunya lagi JiChoo Wedding series yang bertabur kristal, ketika terkena cahaya sepatu itu berkilau, termasuk hiasan bunga Lily yang ada di bagian depan. Indah sekali.

"I lost my words," ungkap Lily.

"You better not," balas Arkan seraya mengambil kotak berikutnya.

Lily menyukai buku-buku puisi, juga kumpulan naskah pertunjukan kebudayaan. Arkan memberikan itu, cetakan pertama, ditambah dengan piringan hitam untuk memutar musik pengiring pertunjukan tari dalam pentas epic Ramayana Ballet.

Hadiah yang Arkan siapkan memang luar biasa, ada kotak berisi set pakaian tidur dan itu termasuk piama batik kesukaan Lily. Ada juga kotak make-up, lengkap dengan parfum, juga perlengkapan mandi yang setengahnya beraroma khas lulur wangi Nusantara.

Arkan menyertakan selera dan kepribadian Lily, tidak egois memilih hanya pada jenis barang yang sesuai dengan standar kemewahan keluarga Hendradi. "Kotak terakhir ini, terinspirasi karena tradisi keluarga besar di Yogyakarta ... yah, meski dua sepupuku harus absen, tetapi mereka jadi bagian yang membuatku mempersiapkan ini."

Lily mendapatkan kotak berisi makanan; sebungkus permen gula asem, satu pak minuman jahe, lima kotak bakpia, lima kotak pie susu, sekotak coklat aneka rasa dan lima gudeg kalengan dengan merk dagang paling terkenal di Yogyakarta. Itu adalah jajanan favorit Lily.

"I promise to you, I will try my best, to never let you feel hungry ..." ucap Arkan lembut dan sebelum Lily semakin tersipu-sipu, dirinya menunjuk ke kotak berisi berbagai buku juga naskah pertunjukan kebudayaan. "Sebaiknya kamu juga berusaha untuk belajar memasak dengan baik, di kotak itu ada buku resep yang bisa langsung dipelajari."

Lily seketika tertawa. "Iya, Lily janji akan belajar dengan rajin, bikin masakan yang enak buat Mas Arkan."

"Om Lakan, hadiah aku juga dikasihkan Tante Lily," sahut Freya yang bergegas mendekat.

"Oh iya, sampai lupa ada hadiah istimewa," ucap Arkan lalu mengambil mainan pesawat dengan hiasan pita warna merah dan putih. "Yang ini spesial dari Freya, untuk Tante Lily dan calon adiknya kelak ..."

Lily sempat terkesiap namun mendapati semua orang juga sudah mengetahui kemungkinan situasi kehamilan, membuatnya segera tersenyum, menerima hadiah Freya. "Terima kasih bahyak, Freya ... Tante Lily akan simpan hadiahnya baik-baik."

"Iya, habis ini foto sama aku juga, ya? Om Kai soalnya minta foto aku yang bareng Om Lakan dan Tante Lily," kata Freya membuat semua orang tertawa, gemas dengan betapa lugas gadis itu dalam mengutarakan keinginan.

"Oke, ayo foto ..." ucap Arkan yang langsung mengangkat Freya dalam gendongannya, bergerak ke samping Lily.

Lily segera menyesuaikan posisi, menempel pada punggung Freya yang digendong Arkan. Sesaat dirinya memperhatikan bagaimana Arkan tersenyum lembut ke arah sang keponakan, itu membuat hati Lily menghangat, karena tahu Arkan pasti menjadi ayah yang baik bagi anak-anak mereka.

"Sayang, lihat akunya nanti lagi, sekarang lihat depan biar fotonya bagus," ujar Arkan lalu mengedipkan mata.

"Ciyyeee ... Lily," goda Romeo yang turut mengambilkan foto, disahuti tawa anggota keluarga mereka yang lain.

Lily berusaha tidak salah tingkah, tersenyum dengan baik ke arah kamera dan berharap kebahagiaan dua keluarga yang baru dimulai ini dapat berlangsung selamanya.

***

"Callista enggak pulang untuk pernikahan kita?" tanya Lily, terkejut dengan informasi itu.

Arkan menggeleng. "Ujiannya lebih penting."

"Tapi, Mas—"

"Tenang aja, Sayang, aku udah bilang Papa dan Mama, kita akan bulan madu ke Tokyo, sekalian menghabiskan waktu juga sama Cally."

"Bulan madu ke Tokyo?"

Arkan mengangguk, meraih lengan Lily dan mengarahkannya agar duduk di samping kanannya. "Iya, Cally pasti enggak sabar juga bisa merecoki kamu sebagai kakaknya."

Lily tersenyum, selama ini dia juga sangat senang mengobrol dengan Callista. "Cally tapi enggak marah karena enggak pulang dan terlibat di acara kita?"

"Enggak, toh kita baru akan bikin foto keluarga baru saat dia lulus." Arkan kemudian mengeluarkan ponsel, menunjukkan beberapa gambar desain untuk cincin kawinnya. "Sayang, coba lihat, ini beberapa desain cincin kita, kamu mau yang mana?"

Lily memperhatikannya dan tersadar. "Ini warnanya memang hitam?"

"Iya, bahannya Zirconium, seri ini terbaru dan aku suka karena kode bahannya Zr, seperti namaku." Arkan tersenyum, memperbesar tampilan cincinnya. "Ukirannya di bagian samping ini, bunga lily dan amarilys, simbol keluargaku."

Lily mencermati dengan baik. "Cantik banget, Mas."

"I know, kita akan pilih desain ini."

"Iya, Lily setuju."

Arkan mengirimkan approval untuk cincin kawinnya. "Papamu bilang kita dipingit sampai hari pernikahan, ckckck."

"Iya, apa boleh buat enggak bisa ketemu." Lily sekalian memberi tahu, "Oh iya, Lily masih ada satu proyek memotret di Lawang Sewu sebelum sepenuhnya off dari Heritage."

"Pastikan Cloud selalu bersama kamu dan jangan keluyuran ke tempat yang enggak ada sinyal."

"Enggak akan."

"Begitu pulang, kabari aku ya."

Lily mengangguk. "Mas Arkan masih sibuk sama pekerjaan?"

"Always!" ujar Arkan singkat lalu merangkul Lily. "Tetapi aku pastikan, setelah pernikahan akan punya lebih banyak waktu buat kita."

Arkan pernah mengatakan itu dan kini menjanjikan hal yang sama, membuat Lily yakin kehidupan setelah pernikahannya pasti membahagiakan. "I can't wait ... until our wedding day."

"Me too," ujar Arkan lalu tersenyum saat menunduk, mendekatkan bibirnya ke sudut bibir Lily. "I can't wait ... to make you officially mine, Light Lily."

[]

📸

Jangan lupa vote & komentarnya, terima kasih banyak~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top