8. Dua Ikan
"Pak Imo kenal Mbak Elisa di mana?" Dengan lancar, Lilac melanjutkan pembicaraan dengan Imo.
"Temen kuliah, dia junior saya dan Febrian."
"Hm ... kampus kalian lagi mau adain acara reunian, ya?"
Imo tertawa, "Nggak, nggak. Saya lagi butuh orang dan coba ajak mereka jadi tim saya."
"Jadi, acara ini buat rekrutmen gerilya?" tanya Lilac menahan seringai. Imo pasti amat percaya dengan kemampuan Febrian hingga rela menghabiskan uang dan waktu demi membujuk sahabatnya itu.
"Sekalian refreshing. Nggak ada salahnya, kan, sekali dayung, dapat dua ikan?"
Lilac mengerutkan dahi, "Bukan gitu peribahasanya."
Imo mengayunkan kedua tangannya ke belakang, mirip orang yang sedang mendayung, "Kan, mendayung, nih, terus di ujung dayung, kesendok deh ikan. Dua."
"Tapi dayung itu pipih, Pak, nggak ada cekungan kayak sendok." Tak tahu kenapa, Lilac malah terprovokasi logika ngawur Imo.
Pria itu menepukkan kedua tangannya dengan kuat, "Yang penting kamu tahu maksud saya. Nyanyi dong! Dari tadi kamu belum nyanyi."
Wajah Lilac berubah masam. Pria di sebelahnya lebih aneh dari kesan pertama yang ia dapatkan. Meskipun Lilac yakin bahwa Imo tak punya maksud jelek, tapi pria yang terlalu bersemangat di usia tiga puluh tahunan terlihat amat ganjil.
"Ya ampun!" Pekikan Cynthia membuyarkan pikiran Lilac. Nyanyian Dipa dan Febrian berangsur terhenti.
"Kenapa lo?" tanya Devi sementara sekretaris lain mendatangi Cynthia yang menatap layar ponselnya dengan wajah frustrasi.
"Restoran tempat meeting buat Bapak gue ternyata ngehubungin dari tadi siang. Mereka harus tutup besok. Ini gue baru baca email-nya dan ternyata nomor nggak dikenal yang telepon ke hape gue tuh mereka!" jelas Cynthia panik. Ritha dan Asri meminta agar audio karaoke dalam ruangan itu dihentikan dulu sementara Fatma menyalakan lampu.
"Emang lo nggak kasih nomor kantor?" tanya Asri.
"Kasih! Makanya gue bingung, kenapa telpon ke hape gue?" balas Cinthia.
Devi melihat petunjuk jam di ponselnya. Pukul tujuh malam. "Udah jam segini, mau booking resto di mana lo, Cyn?"
"Nggak tahu! Makanya gue binguuung." Kepanikan Cynthia membuat suasana di dalam ruangan tersebut menjadi tegang. Febrian menatap Imo tajam yang langsung dibalas dengan anggukan dan gerakan seperti meresleting mulutnya.
"Tenang, ini masih sore." Lilac melihat jam tangannya, "Besok Pak Ashraf meeting sama siapa?"
Cynthia menatap Imo sekilas, lalu memutuskan untuk berbisik kepada Lilac, "Sama CMO regional dan Mbak Elisa."
"Oke ...." Lilac berpikir sejenak. Chief Marketing Officer Regional adalah sosok yang mengepalai divisi marketing dari seluruh cabang negara Narve. Pasti ada strategi baru yang ingin diterapkan di Indonesia.
Keberadaan Elisa dalam rapat tersebut membuat ekspektasi pertemuan esok hari meningkat. Karena sudah kena tegur hari ini, besok tidak boleh ada ruang untuk kesalahan bagi Cynthia. Jika tidak, hal itu akan menjadi senjata Elisa untuk menyerang Pak Ashraf dan berujung membuat Cynthia berada dalam masalah yang lebih besar dari pagi tadi.
"Sebelumnya, lo nge-set meeting di mana?" tanya Lilac lagi.
"Di The Bliss. Perfect location karena dekat sama hotelnya orang regional yang datang. Gue udah coba hubungin restoran lain sekitar situ, tapi semua full-booked," jelas Cynthia. Saat ini, semua mata para sekretaris lain sudah tertuju pada Lilac. Mereka tidak memiliki ide untuk masalah Cynthia, sementara Lilac masih dengan gesit mencari peluang.
"Nggak coba sewa ruangan serbaguna aja di hotelnya?" tanya Lilac lagi, kali ini lebih cepat. Ia membutuhkan informasi sebanyak mungkin sebelum akhirnya bisa menemukan solusi
"Terlalu luas, terlalu mahal. Lagian ini lunch meeting. Makannya gimana?" balas Cynthia.
"Kenapa nggak booking tempat di restoran hotel?" Lilac melempar pertanyaan tanpa jeda.
"Ruangan yang available cuma ruangan VIP. Terlalu mahal, di atas budget Bapak." dengan cepat Cynthia membalas, memperlihatkan kalau dirinya sudah melakukan berbagai vara untuk mengatur pertemuan esok hari.
"Berapa tamu regional yang datang dan mereka menginap di hotel apa?"
"Dua. Pak Lucas dan sekretarisnya, Pak Ben. Mereka menginap di hotel Debonair."
"Di Debonair?" Mata Lilac mengerjap. Hotel ternama itu adalah langganan Narve untuk menjadi tempat peristirahatan tamu dari cabang perusahaan di negara lain saat sedang menjalani bisnis di Indonesia. Dengan banyaknya tamu yang mereka bawa ke Hotel Debonair tiap tahunnya, Lilac tak bisa menerima perlakuan hotel itu pada Cynthia.
"Sudah kontak manajer Debonair?" tanya Lilac lagi.
"Manajernya yang bule itu, kan? Gue nggak kenal," jawab Cynthia.
Lilac tersenyum. Ia meraih ponsel dan mencari kontak bernama "Mr. Zack Debonair."
Beberapa temannya melirik ponsel Lilac sebelum perempuan itu menelepon kontak tersebut tanpa ragu.
"Hello, Zack. Oh, the pleasure is mine," ucap Lilac sambil sedikit tertawa sopan, "I want to ask about Narve's representative from Amsterdam, Mr. Lucas Smit and Mr. Benjamin Janssen. Are they there yet? Yes, I'll wait. Thank you. (Saya ingin bertanya tentang perwakilan Narve dari Amsterdam, Pak Lucas Smit dan Pak Benjamin Janssen. Apakah mereka sudah berada di hotel Anda? Baik, Saya tunggu.)" Lilac meminta Cynthia menunggu.
Seluruh ruangan diam, terpukau dengan kegesitan Lilac saat tengah berusaha menyelesaikan masalah. Padahal tadi Cynthia benar-benar merasa putus asa, tapi kini semua mata menatap penuh harap pada Lilac.
Dari kejauhan, Imo memperhatikan Lilac dengan letupan semangat di dada. Meskipun apa yang tengah terjadi bukan urusannya sama sekali, tapi menonton bagaimana Lilac bekerja menimbulkan keseruan tersendiri.
"They're there? How about their breakfast, are we order it already? So everything's good. Thank you so much, I need to make sure everything just in case. You know? Yeah ... I know! Right? (Mereka sudah tiba? Kalau sarapan mereka besok, apakah pihak kami sudah memesannya? Jadi, semua sudah oke, ya? Terima kasih banyak. Saya memang harus mengkonfirmasi semuanya lagi agar tidak ada yang terlewat. Oh ya? Ya ... betul, kan?)" Percakapan Lilac dengan sang manajer hotel sudah tampak mengalir saat ini. Ia pun mulai mengutarakan maksud utamanya menelepon.
"Zack, can I ask a little something? It's tiny! I promise. (Apa saya boleh meminta sedikit pertolongan, Zack? Ini permintaan kecil, kok! Janji.)" Lilac tertawa sebentar dan melanjutkan ucapannya, "Is there's any chance you could fit our guest into your restaurant tomorrow at 12 pm? (Bisakah tamu kami dimasukkan ke dalam booking-an restoran Anda besok pukul dua belas siang?)"
Semua orang mulai menunggu dengan tegang, tapi wajah Lilac tampak amat yakin dengan tiap ucapan dan langkahnya. "Yes, we actually want them to feel comfortable and I know your dedication of maintaining quality so, why don't we trust you to be our place for lunch meeting there tomorrow? (Kami ingin tamu-tamu kami merasa nyaman dan kami hapal dedikasi Anda terhadap kualitas, jadi kenapa tidak percayakan Anda sekalian saja untuk jadi tempat pertemuan makan siang kami dan tamu kami besok?)"
"Yes, of course. If they love it there, we don't need to find another hotel next time they come. Just call Debonair and we're good to go. (Ya, tentu saja. Jika perwakilan kami datang ke Indonesia lagi, kami tidak perlu bingumg, langsung bawa ke Debonair saja.)"
"Wow," gumam Imo.
"I know. Dia keren banget kalau lagi kerja gini," timpal Febrian.
"Only VIP seats left? What's the price? Um ... a little over budget. Could we get a discount? Yes, you could check it, thank you. (Tinggal VIP, ya? Harganya berapa? Hm, agak ketinggian sebenarnya. Boleh dikurangin sedikit? Silakan periksa dulu, terima kasih.)"
"Oh, there's guest discount? Fifteen percent per guest, so it's thirty percent?(Oh, ada diskon untuk tamu? 15 persen per tamu, jadi kami dapat 30 persen, ya?)" Lilac menatap Cynthia, bertanya lewat mata apakah diskon itu cukup untuk budget pertemuan makan siang Pak Ashraf. Cynthia mengangguk cepat sehingga Lilac kembali berkata, "Yes, we want to book it. Thank you so much, Zack. Well, you don't need to wait that long for my next reservation. I'm gonna strongly reccomend you to Pak Rezky for his anniversary next month. Of course I'll do that, Pak Rezky love your deluxe room so much. (Terima kasih banyak, Zack. Oh, tenang, sebentar lagi juga saya akan menghubungi Anda kembali untuk reservasi. Saya akan merekomendasikan hotel anda kepada Pak Rezky untuk merayakan anniversary-nya bulan depan. Pastilah, Pak Rezky suka sekali, kok, deluxe room Anda.)"
Lilac berbasa-basi sebelum menutup ponsel. Ia lalu menatap teman-temannya dan berkata, "Debonair is booked."
Semua bersorak, termasuk para anak marketing. Tantri dan Dipa yang sesekali masih mencemooh Lilac di belakang, kini malah ikut bertepuk tangan. Setelah melihat langsung kemampuan Lilac, mereka memahami kekaguman Febrian pada perempuan itu.
"Eh, tapi emang Pak Rezky mau ada acara bulan depan?" tanya Devi.
Lilac menggeleng dan melebarkan senyumannya, "Itu urusan bulan depan."
"Tuh, kan, si Ila kalau gilanya udah kumat! Gilaaa!" Asri menoyor Lilac sebelum akhirnya memeluk temannya itu erat-erat. Beberapa detik kemudian, Cynthia pun mengambil gilirannya untuk memeluk Lilac. Mereka berenam tertawa puas sekali.
Imo menaikkan sebelah alisnya. Sepertinya ia salah menilai target Febrian kali ini. Meskipun tampak pasif, tapi dalam bekerja, Lilac bisa menjadi sosok yang agresif dan ambisius.
"Feb, lo yakin nggak mau ke Pearsons?" tanya Imo tanpa mengalihkan perhatiannya dari Lilac.
"Jadi manajer lo, gitu? Ogah." Tentu saja Febrian masih menolaknya mentah-mentah.
"Kalau gue bisa bujuk si Lilac untuk gabung ke Pearsons gimana?" tanya Imo lagi. Febrian menengok ke arah sahabatnya dengan mata yang terbuka lebar.
"Nggak mungkin. Dia loyal banget sama Pak Rezky," balas Febrian lagi.
"Kalau bisa, lo mau ikut gue juga nggak? Di tempat gue, lo bisa lebih dekat dan lancar pedekate sama dia."
"Fine. Kalau dia pindah ke tempat lo, gue ikut."
"Deal?"
"Deal."
Imo tersenyum lebar. Ia mengangguk-angguk, mengepalkan sebelah tangannya demi menahan semangat. Akhirnya tim yang ia kepalai akan lengkap. Matanya terus mengawasi Lilac yang kini tersenyum bersama orang di sekeliling.
Target sudah terkunci. Imo pun berkata dalam hati, Sekali dayung, dua ikan kena.
(((Bersambung)))
***
Asli, aku mabok bikin terjemahannya. Baru sadar, ternyata aku kalau bikin dialog panjang banget ya 😂
Ya udahlah. Sampai jumpa besok~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top