2. Kuncian Direksi

Dengan gesit, Lilac menaiki dua lantai dalam hitungan detik saja. Tubuh yang tergolong pendek untuk ukuran perempuan dewasa tak menjadi hambatan karena ia mampu menaiki dua anak tangga sekaligus saat terburu-buru. Setelah sampai di lantai sebelas, lantai divisi Food and Beverages, Lilac berjalan cepat sembari mengatur napas hingga duduk di mejanya. Perempuan muda itu meraih air mineral dalam gelas dekat komputer dan meminumnya sambil duduk tegak. Beberapa detik kemudian, pintu ruangan Direktur Food and Beverage terbuka.

Dari dalam ruangan tersebut, Pak Rezky Adinata melangkah keluar sambil berbicara ramah dengan dua tamunya; satu seorang perempuan yang berpenampilan menarik meskipun sudah berumur agak matang, satu lagi seorang pekerja ekspatriat yang berpostur setengah kali lebih tinggi dari sosok yang baru ia temui.

"Thank you so much for your time, Pak Rezky," ungkap tamu perempuan itu.

"Don't mention It, Ratih. It's my job," jawab sang Direktur dengan senyum lebar terpasang di wajah.

"I hope we could meet again, I could show you the calculation you asked for (Saya harap kita bisa bertemu lagi, saya dapat memperlihatkan perhitungan yang Anda minta tadi)," lanjut tamu ekspatriat dengan suara yang berat dan nada yang penuh hormat.

"Well, I don't know about my schedule, Billy. You could try to set the date with Lilac and I'm just gonna happy to meet again. Have you seen Lilac? (Wah, saya tidak tahu bagaimana jadwal saya, Billy. Coba atur temu janji dengan Lilac dan saya akan dengan senang hati bertemu lagi. Sudah kenal Lilac, kan?)" Pria yang seluruh kepalanya sudah dipenuhi rambut putih itu menunjuk ke arah meja di depan ruangannya. Di sana, Lilac sudah berdiri, seolah menyambut kedua tamu dari ruangan Pak Rezky dengan seulas senyuman profesional.

"Of course we know Miss Lilac. Such a beautiful name," jawab Billy sambil membalas senyum Lilac.

"She's the key. As long as she puts you in my schedule, We're gonna see each other again. (Kuncinya itu di dia. Asal kamu bisa dapat akses dari Lilac, kita pasti bisa bertemu lagi.)" Pak Rezky pun kembali menunjuk sekretarisnya dengan penuh kepercayaan.

"The thing is, it's quite a challenge to make her puts us in your schedule. The requirement of topics and point to discuss is really detail, (Masalahnya, mendapatkan akses dari Mbak Lilac ini juga cukup sulit. Detail persyaratan untuk topik dan materi diskusi tidak main-main,)" lapor Ratih sambil tertawa. Lilac tersenyum lebar mendengarnya, namun ia tetap menahan tubuhnya untuk tetap tegak dan mulutnya untuk tetap terkatup dan tak bicara tanpa instruksi.

"That's why she's the key. That way, I don't have to sweat for it, Do I? (Karena itulah kuncinya di dia. Jadi saya tidak usah pusing-pusing, toh?)" Pak Rezky tertawa, diikuti oleh Ratih dan Billy. Kedua tamu itu pun pamit pada Pak Rezky, lalu Lilac dengan sopan mengiringi mereka ke lift.

"Terima kasih banyak bantuannya, ya, Mbak Lilac. Saya dengar dari Pak Ashraf kalau sebenarnya Pak Rezky itu tidak mau bertemu kami." Ratih menginisiasi percakapan sambil berjalan menuju lift.

"Beliau memang cukup sibuk kuartal ini dan kami sebenarnya sudah mengatur jadwal pitching untuk mencari rekanan market research, tapi tentu Beliau senang bertemu dengan rekomendasi Pak Ashraf," jelas Lilac.

"What is it?" Billy yang tak mengerti bahasa Indonesia sedikit pun bertanya apa yang Ratih dan Lilac bicarakan. Ratih baru membuka mulut saat Lilac sudah menjawab.

"I said that Pak Rezky is actually busy this quartal and we're actually in process on pitching for finding market research partner, but he loved to see you both as recommendation from Pak Ashraf." Lilac mengulang ucapannya pada Ratih dengan menggunakan bahasa Inggris yang lancar dan fasih.

"Do you still think you need to conduct the pitching after he met us?" balas Billy ketika mereka bertiga sudah berada di depan lift.

"Actually, it's our division who conduct the pitching. It is set already and we never set it off without the instruction from Pak Rezky. Well, you know how it works. I'm in no position of making decision here. (Sebenarnya, divisi kami lah yang melakukan pitching. Semua sudah diatur dan tidak akan dibatalkan tanpa instruksi Pak Rezky. Kalian tahu lah prosesnya. Saya bukan pengambil keputusannya.)"

"Are you, though?"

Lilac mengangguk ketika mereka sudah sampai di depan lift. "I'm just doing my job, do as I told."

"But, we also appreciate it if you could say one or two good things about us."

"Sir," Lilac berkata sambil menekan tombol lift, lalu menatap kedua tamunya, "I think you could appreciate your chance to met him by saying one or two good things about you in your meeting a while ago."

Lilac tak mengalihkan matanya, menunggu respons dari Billy tanpa rasa gentar. Kebanyakan karyawan ekspatriat mengintimidasi karyawan lokal, tapi tidak dengan Lilac. Meskipun terlihat lembut, ramah dan mudah dipengaruhi, perempuan itu bisa menghadapi tamunya dengan tegas.

"I don't know what I'm doing here. Supposedly being a translator, but everyone doing their conversation so well." Dengan cepat Ratih meringankan situasi yang sudah cukup tegang. Mereka pun tertawa sejenak, memutuskan untuk tidak melanjutkan percakapan tak mengenakkan sebelumnya.

"Narve is a multinational company. We have corporate branch in all over South East Asia, so English is like half of our native language here," jelas Lilac.

"I could see that clearly," balas Ratih sambil tertawa kembali. Billy pun ikut tertawa basa-basi setelah sadar ia tak bisa mempengaruhi sekretaris satu ini.

Pintu lift terbuka. Kedua tamu itu masuk ke dalam lift sementara Lilac meletakkan kartu aksesnya di depan pemindai, lalu menekan huruf "G".

"Have a safe ride," ucap Lilac sebelum pintu lift tertutup. Lilac terus menjaga senyum ramah hingga Ratih dan Billy tak terlihat lagi. Setelah itu, ia langsung menarik napas dan mengembuskannya cepat. Lega sekali rasanya bisa sampai ke meja kerja tepat saat Pak Rezky membutuhkan.

Lilac baru kembali ke mejanya ketika Pak Rezky menelepon dan memintanya masuk ke dalam ruangan pria berusia 53 tahun itu. Tanpa ragu, perempuan itu masuk ruangan Pak Rezky dan menutup pintu.

"Ada apa, Pak?" tanya Lilac sopan.

"What are you saying?" tanya Pak Rezky. Lilac menahan senyum sambil menunduk.

"Do you need me, Sir?" Inilah sebenarnya yang membuat kemampuan berbicara bahasa inggrisnya bagus. Setiap kali Pak Rezky mengajaknya berdiskusi, beliau selalu meminta Lilac bicara dalam bahasa Inggris dan akan terus begitu hingga sang Direktur sendiri yang berhenti berbahasa Inggris. Enam tahun bekerja bersama dengan cara itu membuat Lilac semakin lancar berbahasa Inggris. Meskipun begitu, kebiasaan berdialog dalam bahasa asing itu tak pernah dihentikan oleh Pak Rezky sekali pun.

"Do me a favor, don't ever slip them in my schedule ever again," jawab Pak Rezky dengan gaya yang tenang, membuat Lilac tertawa geli. Pria itu mempersilakan Lilac duduk yang langsung diterima oleh perempuan muda itu.

"It's Pak Ashraf, Sir. We can't just ignore his recommendation."

"He is just an immature CEO. Baru juga 43 tahun, belum bisa menilai orang-orang kayak tadi."

"Tapi, Bapak tetap menyetujui meeting tadi. Why?"

"Benefit of the doubt," jawab Pak Rezky tak acuh.

"You don't need to be lying. I know why."

"You do?"

"He pushed you using me,"jawab Lilac tanpa ragu. Hanya ada satu alasan mengapa Pak Rezky menyetujuipertemuan tadi meskipun ia tak menginginkannya. Pak Rezky disudutkan karena situasinya dengan Lilac.

(((Bersambung)))

***

Melihat works aku sebelumnya, aku berinisiatif kasih terjemahan di percakapan bahasa inggrisnya karena ternyata aku sering pakai frasa percakapan yang nggak common. Tapi, aku pribadi bingung mau kasih terjemahan yg mana aja. Kalau ada yg mau dikasih terjemahan, kalian reply aja ya? Nanti biar kukasih  kalau nggak ada reply-nya, berarti menurutku percakapannya nggak ada masalah.

Sekian infonya, sampai jumpa di  part selanjutnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top