Bab 4
"Sudah tidak ingin pergi kemana-mana lagi?" Teo bertanya setelah menyelesaikan makannya.
"Tadinya aku ingin langsung pulang tapi setelah aku menemanimu makan dari setengah jam yang lalu tanpa percakapan, rasanya aku mati bosan karena jenuh."
"Aku tidak melarangmu memesan makanan."
"Aku tidak lapar, aku hanya jenuh. Sekarang aku butuh berjalan-jalan sebentar."
"Kamu harus pulang, Enzo pasti sudah ada di rumah sekarang."
"Aku akan menelepon dan memberitahunya kalau kita akan pulang terlambat."
"Tidak, kamu harus pulang sekarang juga." Teo meminta tagihan lalu meninggalkan beberapa lembar uang. Setelah itu ia menarik Nala untuk segera pulang.
"Kenapa?" Nala enggan tapi akhirnya ia tetap mengikuti Teo daripada harus jatuh tersungkur karena tarikan cukup kuat di lengannya.
"Apanya yang kenapa?" Teo tidak mengerti maksud dari pertanyaan Nala.
"Apa kamu sudah tidak sabar untuk menemui wanitamu lagi?"
"Pertanyaan macam apa itu."
"Aku pulang sendiri saja." Saat sudah sampai di depan mobil Teo, Nala menghempaskan pegangan tangan pria itu di lengannya.
"Jangan menyusahkanku." Teo membuka pintu mobil dan mendorong Nala supaya cepat masuk karena gerimis mulai turun.
"Aku bisa pulang sendiri." Nala ingin keluar tapi Teo menahannya.
"Sudah kubilang, jangan menyusahkanku." Teo segera menjalankan mobilnya. "Aku hanya mengantarmu sampai gerbang. Veena menungguku."
Nala terdiam, ia mengalah dan ia tidak memberontak lagi. Sepanjang perjalanan, ia lebih memilih membuang pandangannya ke luar jendela melihat tetesan demi tetesan air hujan yang kian lama berubah deras dan tak terhitung jumlahnya daripada mengamati diam-diam wajah tampan di sebelahnya.
"Sudah sampai."
"Ya." Nala hendak turun. Namun, suara petir terdengar cukup keras serta kilatan cahaya seolah membelah langit. Nala yang takut langsung menutup matanya dan tak sadar, ia menangis.
"Apa kamu baik-baik saja?"
"Ya, aku baik-baik saja." Nala segera menghapus air matanya. Ia tidak ingin terlihat seperti wanita cengeng. "Aku turun sekarang."
"Gunakan payung, hujan cukup deras." Teo memberikan payung pada Nala.
Tanpa bicara lagi, Nala menerima payung itu lalu keluar dari mobil. Namun, baru beberapa langkah, lagi-lagi suara petir terdengar. Ia refleks berjongkok dan menutup telinganya, ia sungguh ketakutan.
Teo yang melihatnya akhirnya turun dari mobil, menerobos hujan untuk menghampiri Nala. Ia mengambil alih payung dan membantu Nala berdiri.
"Aku takut." Nala memeluk Teo tanpa sadar sembari terisak-isak.
Teo ingin melepaskan pelukan itu tapi ia tidak tega melihat wajah Nala yang ketakutan. "Aku antar sampai dalam rumah." Ia memencet bel dan gerbang langsungnya terbuka.
"Non Nala, Tuan Teo," sapa penjaga gerbang.
"Apa Enzo sudah pulang?" Teo tidak melihat mobil Enzo jadi ia bertanya untuk memastikan.
"Tuan Enzo belum pulang."
"Parkirkan mobil milikku. Aku akan menemani Nala sampai Enzo pulang."
"Baik, Tuan."
Teo membimbing Nala masuk rumah. "Dimana kamarmu?"
Nala menunjuk ke arah lantai dua. "Warna pink."
Teo paham, ia langsung mengantar Nala ke kamarnya. "Ganti bajumu, nanti kamu sakit."
Nala tidak bergeming, ia masih ingin berada di dekat Teo.
"Kamu baik-baik saja?" Teo khawatir karena Nala diam saja. Ia menunduk dan menempelkan punggung tangannya di kening Nala untuk memastikan Nala baik-baik saja. Namun, ia justru dibuat terkejut saat Nala berjinjit mengalungkan tangannya di leher dan mencium bibirnya.
Nala tidak menyerah meski Teo berusaha untuk melepaskan diri, ia tetep memaksa Teo untuk membalas ciumannya dengan menggigit bibir Teo sehingga pria itu membuka mulutnya.
Teo mendorong Nala cukup keras hingga terjatuh ke tempat tidur. "Cukup!" ucapnya terengah-engah.
Nala sama persis dengan Teo. Nafasnya terengah-engah dan ia bingung, apa yang baru saja ia lakukan. Rasanya ia sungguh malu dan merasa bersalah. Namun, semua sudah terjadi.
"Kamu tidak boleh melakukan hal seperti itu padaku." Teo menatap Nala yang masih terbaring di tempat tidur dengan nafas terengah-engah sehingga bagian dadanya terlihat naik turun. Membangunkan sesuatu di bawah sana.
"Aku minta maaf."
"Enzo akan membunuhku."
Mendengar nama kakaknya di sebut, perasaan bersalah Nala menjadi semakin besar. Ia benar-benar hilang kendali karena Teo.
🗝️🗝️🗝️
100724
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top