Ketigabelas ; Kebetulan

[Bab 24 sydah tayang di karyakarsa ya. Silakan yang mau akses baca lebih cepat.]

Jefran Arjuna. Mengenal pria itu adalah sesuatu yang tak bisa dianggap kebetulan. Semasa menjadi tetangga, mereka memang tak terlalu akrab. Bukan karena Jefran sombong atau cuek, tapi lebih karena dia adalah lelaki yang jarak usianya cukup jauh dari Nayana. Lelaki seperti Jefran dulu adalah lambang kejayaan seorang remaja putra idaman.

Berapa tahun mereka bertetangga? Sekitar enam tahun. Sejak Nayana kelas empat SD hingga gadis itu lulus SMP. Berteman dengan Ayumi yang usianya sepantaran membuat Nayana sering sekali mengunjungi rumah keluarga itu. Nayana jauh lebih betah berada di rumah itu ketimbang di rumahnya sendiri yang penuh dengan perdebatan dan cekcok suami istri.

Ayumi sering menyelamatkannya dari situasi tak nyaman dan iseng saja membuat alasan saling membantu mengerjakan PR. Sebab ibu NAyana selalu marah jika putrinya sibuk bermain saja setiap hari. Padahal Nayana sudah termasuk anak yang cerdas hingga rasanya Ayumi sangat kasihan jika mendapati Nayana terus dipaksa belajar oleh ibunya. Sebenarnya ambisi memiliki anak yang pintar sudah banyak dilakukan orang lain diluar sana. Ayumi tidak heran dengan ambisi ibunya Nayana itu. Hanya saja, dengan kondisi rumah yang tak harmonis, rasanya tak adil menuntut seorang anak menjadi pandai dengan lingkungan belajar yang penuh dengan ujaran makian dari orang tua.

Seringnya Nayana berada di rumah Ayumi, membuatnya sering mendapati keberadaan Jefran. Awalnya Nayana tidak terlalu peduli dan tidak menganggap bahwa keberadaan Jefran sepenting itu. Dia hanya anak kelas empat SD saat itu dan Jefran sudah berusia 17 tahun. Jefran sudah menikmati masa SMA dan Nayana tidak relate dengan dunia lelaki itu. Anak kecil seperti Nayana juga tidak begitu mengerti dengan cinta-cintaan.

Lalu, ketika dia kelas dua SMP, entah kenapa mengamati Jefran begitu mengasyikkan. Bodohnya Nayana yang menyukai lelaki 21 tahun yang sudah memasuki fase terbaik di masa kuliahnya. Jefran sudah dewasa dan banyak sekali gadis yang mulai dibawanya ke rumah. Pacar Jefran sebenarnya tak banyak, tapi teman wanitanya cukup banyak. Dia memiliki genk yang berisi lima laki-laki dan empat perempuan. Nayana tidak bodoh untuk mengerti pertemanan macam apa yang Jefran miliki dengan genk-nya.

Sebenarnya itu bukan bagian memalukan. Suatu saat Ayumi pernah menanyakan mengenai kebiasaan Nayana yang suka mengamati Jefran dan teman-temannya yang suka berkumpul di halaman rumah. Ayumi menanyakan siapakah teman-teman kakaknya yang menarik perhatian Nayana, tapi saat semua nama teman Jefran disebutkan, semuanya mendapatkan gelengan.

"Jangan bilang kamu suka sama bang Jef??"

Nayana hanya bisa terdiam, tidak menggeleng juga tidak mengangguk. Namun, Ayumi sudah menangkap basah rasa suka Nayana pada abangnya itu. Dengan iseng, Ayumi suka menjahili Nayana dengan menyampaikan pesan rasa suka.

"Bang, Bang!"

"Yumi, jangan panggil 'bang' doang. Berasa abang yang suka lewat depan rumah gue."

"Ish, oke Bang Jef. Dapet salam dari temenku."

"Hah? Salam apaan?"

"Salam sayang! Hahaha."

Ayumi memang tak pernah mengatakan siapa nama temannya, tapi sepertinya Jefran bisa menebak siapa. Di mata Nayana saat itu, sehebat itulah kemampuan Jefran. Lelaki itu bisa memberikan perhatian pada Nayana dengan mengusap atau mengacak rambut gadis puber itu. Namun, Nayana tidak tahu bahwa kehebatan Jefran juga seimbang dalam urusan mematahkan harapan gadis SMP seperti Nayana.

Suatu ketika, Nayana pernah melihat Jefran mencium teman perempuannya di dekat kolam rumah. Mungkin karena tak ada orang tua pria itu di rumah, dia sengaja membawa teman perempuannya ke rumah dan mencium bibirnya. Haahh, sudah tak bisa dijelaskan bagaimana pupusnya harapan Nayana. Hingga akhirnya beginilah takdir mereka, berjauhan dan berpisah.

Hanya begitu, sih. Perasaan Nayana tidak terlalu serius waktu itu, berbeda dengan perasaannya pada Patra saat kuliah. Namun, entah kenapa sekarang takdir Nayana dan Jefran kembali beririsan. Dia tidak yakin bahwa pria itu masih sendiri, mengingat usianya yang sudah kepala tiga, mana mungkin sendiri? Sejak kuliah saja sudah mencium bibir teman perempuannya, sekarang sudah pasti lebih dari itu, kan?

"Ayana! Kita ketemu lagi. What a coincidence!"

Sapaan Jefran yang terlalu bersemangat itu membuat Nayana meleburkan lagi ingatan masa lalunya mengenai pria itu.

"Hai, Bang Jef!" sahut Galea.

"Oh, hai! Kamu juga yang waktu itu makan siang sama Ayana, kan?"

Galea mengangguk dengan semangat. Tidak heran jika Galea bertingkah seperti itu, Jefran memang memiliki aura yang tidak bisa ditolak. Parasnya mampu menyihir para perempuan, tapi tidak untuk Nayana. Dia sudah pernah melihat sisi mengecewakan Jefran dan tidak berniat mengulangnya.

"Kenalin, Bang Jef. Saya Galea! Teman katornya Nay yang paling deket. Eh, satu-satunya teman Nayana maksudnya."

Jefran tertawa dan membuat Galea semakin senang. Sedangkan Nayana tidak tertarik untuk masuk dalam perangkap Jefran.

"Bang Jefran ngapain di sini?" tanya Nayana.

"Ada urusan kerjaan. Kebetulan kenal sama owner di sini. Jadi main sekalian cobain makan siang di kantin sini."

Bagi Nayana tidak ada yang namanya kebetulan. Jefran tidak mungkin hanya kebetulan mengenal pemilik perusahaan skincare itu. Pasti Jefran diam-diam memiliki misi yang lain. Apa mungkin bang Jef masih penasaran sama aku? Tapi itu udah lama banget. Tapi kenapa dia malah sering ketemu aku. Ini nggak mungkin kebetulan, kan?

"Ayana? Hei? Kamu ngelamun?"

"Hah? Oh, nggak." Nayana mengusir isi pikirannya yang kacau itu dan kembali pada dunia nyata.

"Yaudah kalo ada urusan kerjaan. Kayaknya aku sama Galea udahan makan siangnya, kalo gitu kita duluan, ya."

Jefran menatap makanan yang belum sepenuhnya habis itu. Galea yang mewakilkan pertanyaan heran Jefran. "Tapi, Nay ... ini makanannya masih—"

"Oh, lo masih mau di sini? yaudah, deh. Gue aja yang duluan naik, ya. Takut dicariin."

Galea yang tidak mengerti ada apa dengan temannya itu hanya bisa melongo. Dia ditinggalkan oleh Nayana yang tampaknya tak nyaman berdekatan lebih lama dengan Jefran. Padahal, dengan sikap Nayana yang seperti itu, orang lain yang melihatnya akan berspekulasi bahwa Nayana memiliki sesuatu dengan Jefran yang belum selesai.

*** 

Pekerjaan membuat Nayana lupa bahwa jam sudah jauh berjalan. Dia hampir saja lupa mengenai janjinya untuk makan malam bersama Zaira. Membereskan seluruh barang yang sekiranya perlu dibawa pulang, Nayana bergegas untuk pulang.

Galea sudah pasti pulang lebih dulu, rasanya agak aneh turun tanpa ada teman yang biasa diajak pulang bersama. Menuju mobilnya terparkir, Nayana mendapati sesuatu yang aneh. Dia periksa ban mobilnya dan rupanya kempes.

"Loh? Kok, kempes, sih? Perasaan tadi pagi nggak kenapa-napa."

Dilihatnya sekeliling tak ada orang yang bisa dimintai bantuan. Nayana berdecak dan masih sibuk memastikan ban mana saja yang kempes. Rupanya ada dua ban mobil yang kempes, depan dan belakang. Kondisi ini benar-benar merugikannya. Bagaimana bisa dia menjemput Zaira jika mobilnya harus diurus lebih dulu, dan pasti memakan waktu yang lama.

"Ayana? Kenapa sama mobilnya?"

Nayana mendongak dan mendapati Jefran, lagi dan lagi, menanyakan kondisi mobilnya.

"Kempes. Padahal tadi pagi masih oke aja."

Jefran menggelengkan kepalanya. "Kamu seringnya nggak peka sama perubahan barang-barang disekitar kamu. Kayaknya harus dibawa bengkel."

Jefran mengatakan hal demikian seolah sudah paham betul dengan kebiasaan Nayana. Padahal mereka bertemu lagi setelah waktu yang lama.

"Aku punya kenalan orang bengkel, biar mobil kamu diurus sama dia aja. Tapi karena bengkelnya selalu rame, harus nunggu agak lama."

Nayana berdecak. "Padahal harus jemput Zaira," gumamnya.

"Hm? Jemput siapa?" tanya Jefran.

Nayana menatap pria itu dengan bingung. Jika memang benar instingnya bahwa Jefran memang sedang berusaha mencari kesempatan untuk mendekatinya, maka Nayana harus melakukan sesuatu untuk bisa mengusir jauh pria itu.

"Anakku. Aku mau jemput anakku," ucap Nayana dengan tegas.

Mari kita lihat. Nayana ingin tahu reaksi Jefran dan menunggu pria itu memasang raut tak nyaman. Namun, bukan hal seperti itu yang Nayana dapatkan. Jefran malah tanpa peduli dengan jawaban Nayana berkata dengan santainya, "Aku anterin aja. Mobilku di situ, kita jemput anak kamu supaya dia nggak nunggu lama."

Ini orang stres, ya? Itulah yang pertama kali mampir di kepala Nayana. Apa yang pria itu pikirkan sebenarnya? Kenapa tidak ada raut terkejut dari pria itu saat mendengar Nayana akan menjemput anaknya?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top