Kedua puluh dua ; Maaf
[Halo! Bab 33 sudah tayang duluan di Karyakarsa ya. Happy reading.]
Sejujurnya Patra sangat malu dengan apa yang putrinya lakukan. Zaira memang bukan putrinya saja, tapi selama ini yang membesarkan anak itu adalah Patra. Jadi, ketika ada kirimin foto yang Patra belum ketahui gambarnya seperti apa terkirim ke nomor Nayana, dia sungguh shock. Ini adalah bentuk kejutan yang Zaira berikan tanpa ampun. Anak itu bisa menyatukan orangtuanya, tapi juga bisa membuat Patra khawatir.
Nayana adalah perempuan yang 'gampang-gampang susah'. Jika kemarin mereka bisa tidur bersama, maka dengan adanya kiriman foto itu, kemungkinan besar perempuan itu akan marah. Jika sudah marah, bisa saja Nayana kembali menghindari Patra. Jika sudah menghindari lagi, maka usaha pria itu akan kembali ke titik awal. Nol besar.
"Papi ..."
Seiring dengan rasa terkejutnya, Patra menjadi lebih diam ketika berhadapan dengan Zaira. Tidak! Dia bukannya sedang marah pada anak itu dan berusaha menghukumnya dengan silent treatment, tapi Patra lebih ke arah malu! Bagaimana mungkin dia bisa santai saja menatap wajah putrinya yang masih enam tahun ketika anak itu sudah mengumpulkan bukti beruba foto di ponsel, yang menunjukkan bahwa papi dan maminya sehabis bercinta!?
Jika saja kasusnya Zaira hanya memergoki, maka mungkin saja anak itu bisa dengan cepat melupakannya. Namun, bagaimana dengan bukti foto itu? Patra dan Nayana terlihat jelas saling berdekatan dengan bahu yang tidak menggunakan apa-apa. Meski ada selimut, orang bodoh juga tahu mereka telanjang.
"Papi ... maaf."
"Aiya, ini bukan salah kamu. Semuanya salah papi, oke?"
Patra tidak langsung mengerjakan apa pun tugas rumah hari ini. Termasuk lalai membuat sarapan karena pesannya pada Nayana tidak dibalas.
"Huwaaaa!" tangis Zaira.
Sudah pasti sang papi langsung panik saat menyadari putrinya menangis.
"Aiya? Kenapa?"
"Papi malah, huhuhu! Papi malah sama Aiya, huhuhu!"
Patra langsung menggendong Zaira yang bobotnya sudah semakin besar. Namun, karena sudah sangat terbiasa, dia tidak mengindahkan beratnya sang anak.
"Jangan nangis, Sayang. Hei, papi nggak marah sama Aiya."
"Tapi papi nggak mau ngomong sama Aiya?"
Tidak salah jika Zaira mengartikan bahwa papinya memang marah padanya, karena sikap Patra yang tidak langsung menjelaskan pada anak itu, dan malah menghindari karena malu menghadapi putrinya sendiri.
"Papi bukan nggak mau ngomong sama Aiya, tapi papi lagi bingung karena kayaknya mami nggak mau main lagi ke sini."
Tangisan Zaira memang langsung berhenti mendengar penjelasan sang papi. Namun, anak itu sepertinya akan menambah durasi tangisannya jika benar-benar mendapati kemungkinan Nayana tidak mau main ke rumah tersebut.
"Kenapa mami nggak mau? Mami kemalen udah janji sama Aiya, mau main sini lagi."
Patra menghela napasnya panjang sebelum menjawab, "Karena Aiya kirim foto papi dan mami lagi tidur. Mami kayaknya marah."
"Huwaaaa! Kenapa mami malah? Aiya mau temu mami! Aiya mau maaf maaf an sama mami! Huhuhuhu!"
"Iya, iya, iya! Aiya berhenti dulu nangisnya. Papi akan cari cara supaya mami masih mau main ke sini. Tapi Aiya mau bantuin papi, kan?"
Tanpa keraguan anak itu langsung mengangguk setuju. Tidak paham bahwa Patra menggunakan si gadis kecil ceriwis itu untuk bisa mendekati Nayana kembali.
***
"Huwaaaaa, Mamiii! Jangan malah sama Aiya! Mami maaf!"
Nayana terkejut saat mendengar suara putrinya menyambut pendengar ketika membuka voice note yang dikirimkan oleh Patra. Sejujurnya perempuan itu tidak segera membalas pesan mantan suaminya karena dia sedang sangat sibuk. Sengaja tidak membuka pesan yang dia archive kan supaya tidak ketahuan orang lain. Sekarang, ketika sudah waktunya pulang, dia baru sempat membukanya dan sangat terkejut mendengar suara tangisan Zaira.
Nayana [Kamu apain Zaira?]
Pesan itu langsung Nayana kirimkan. Tidak butuh waktu lama untuk Patra membalasnya.
Patra [Kamu marah karena Aiya kirim fotonya?]
Nayana menggelengkan kepala dan menghela napas kesal. Kenapa pria itu membalas dengan pertanyaan juga? Padahal pertanyaan Nayana belum mendapatkan jawaban.
Patra [Aku mau ketemu karena aku mau minta maaf secara langsung soal fotonya.]
Patra [Aku gak tau Aiya foto kita berdua.]
Sejujurnya Nayana malu sekali jika membahas foto dirinya dan Patra yang tidur tanpa busana. Apalagi yang memotret adalah putri mereka sendiri. Namun, permasalahan ini harus segera diluruskan agar tak semakin membuat Zaira kecewa.
Nayana [Aku ke rmh kamu.]
Patra [Kamu di sini? Mana? Mobil kamu gak ada.]
Nayana [Bodoh! Aku baru mau berangkat, ini baru mau balik kerja!]
Nayana kesal sekali dengan Patra yang seolah kehilangan fungsi kecerdasaanya. Mematikan ponsel tersebut, Nayana bergegas untuk menuju ke rumah Patra. Dia tak mau Zaira terlalu lama menangis hanya karena foto yang tak sengaja. Toh, jika anak itu sengaja memotretnya, bukankah ada alasan yang cukup kuat?
"Ayana!" seru seseorang.
"Bang Jefran?"
Pria itu terlihat langsung menghampiri Nayana yang tadinya berniat langsung keluar menuju parkiran mobil karyawan.
"Mau pulang?"
"Hm. Bang Jef sering banget ke sini?"
Pria 35 tahun itu menunjukkan senyuman menawannya. "Ada urusan sama bos kamu."
Lama-lama Nayana jadi ingin tahu, apa, sih jabatan pria itu hingga selalu sibuk menemui bos Nayana?
"Oh, gitu. Udah selesai atau masih ada lanjutannya?"
Jefran melebarkan mata. "Hah? Lanjutan apa maksudnya?"
"Lanjutan ceritanya? Bang Jef masih mau lanjut cerita? Tapi maaf sebelumnya, Bang Jef. Aku harus pulang sekarang karena Zaira nangis."
"Aiya ada di rumah kamu?"
Nayana menggeleng. "Ada di rumah papinya."
"Jadi kamu mau ke rumah papinya Aiya?"
Nayana mulai lelah menjawab pertanyaan Jefran dan dia ingin menyelesaikan ini dalam satu kalimat.
"Iya dan iya. Intinya sekarang aku harus nemuin anakku, jadi aku permisi balik duluan. Kalo Bang Jef masih ada yang mau diomongin, mungkin bisa lain kali aja. Sampai ketemu lagi kapan-kapan, Bang Jef! Duluan!"
Jefran hanya bisa menatap punggung Nayana yang berjalan cepat tanpa menoleh sama sekali. Dia mengurut pelipis dan mengembuskan napas dari mulut karena merasa selalu gagal mendapatkan kesempatan bagus dengan Nayana.
Akhirnya dia memilih untuk menuju mobilnya sendiri dan berniat pulang. Namun, lagi-lagi dia menemukan Galea yang menunggu gojek di depan gedung kantornya.
Tinn tin!
"Galea, bareng saya aja! Udah terlanjur pesen lagi nggak?"
Galea kebingungan karena ajakan Jefran lagi. "Eh ... baru mau order, Bang."
"Yaudah nggak usah. Naik, cepet!"
Kondisi seperti ini tidak pernah Jefran perkirakan akan sering terjadi. Ini kedua kalinya dia berakhir pulang dengan mengantar Galea terlebih dulu dan rencananya mendekati Nayana tak berhasil.
"Nggak jadi bareng sama Nayana, Bang?" tanya Galea yang memasang sabuk pengaman.
"Nggak jadi. Dia ada urusan sama anaknya."
"Ah, gitu." Galea hanya mengangguk-angguk kepala.
"Kamu ada acara malam ini?" tanya Jefran.
"Nggak, sih, Bang. Kenapa?"
"Kamu anti alkohol?"
"Nggak juga. Aku sama Nayana sering ke pub berdua kalo lagi suntuk."
"Oke! Karena Ayana lagi sibuk sama anaknya, kamu mau temenin saya minum? Nggak sampe mabuk, cuma minum sambil ngobrol habis itu balik."
Galea yang pada dasarnya tidak menolak makanan dan minuman apa pun mengangguk setuju. Hah, susahnya jadi orang yang doyan makan dan minum. Padahal Galea sudah bertekad ingin mengurangi intensitas kedekatannya dengan Jefran, tapi malah selalu ada saja kesempatan untuk menatap wajah pria itu. Semoga saja ini yang pertama dan terakhir mereka minum bersama.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top