20. [ Epilog ] Kenyataan Emang... Mengejutkan

Kami semua tertawa, hingga akhirnya terdengar suara ketukan di pintu kelas.

“Liam?” ujar seseorang.

Kami semua menoleh ke arah pintu. Dan disana rupanya ada Pak Wendy.

Dan entah kenapa aku bisa merasakan aura tidak nyaman dari beliau...

“Ada apa pak?” tanya Liam.

“Bisa kamu ikut saya ke perpustakaan sekarang? Ada hal penting yang harus kita bicarakan.

Liam terdiam. Dan aku mengerutkan alis heran. Nggak biasanya. Soalnya Pak Wendy bukan tipe guru yang suka memanggil muridnya untuk bicara.

“Baik pak.” Sahut Liam.

Dia keluar, dan mengikuti Pak Wendy ke perpustakaan.

“Pak Wen kenapa ya?” Tanya Vani.

“Nah, aku juga nggak tau Van.” Sahutku.

“Udah ah, aku lapar! Ke kantin yuk!” ujar Siera.

“Iya deh. Kalo laper sabar dikit napa. Ini anak kalo laper temen yang dijadiin pelampiasan!”

“Masih untung elu kagak dimakan loh La...” ujar Vani.

“Iya. Kalo enggak, gue gak bisa liat kalian jadian...”

“Udah ah! Yuk makan!” ujar Siera.

Kami akhirnya pergi ke kantin, dan di sepanjang jalan kami terus bercanda ria.

Setelah selesai dari kantin, kami nggak sengaja melewati perpustakaan. Disana, pintunya ditutup, tapi nggak dikunci sehingga masih bisa diintip.

Aku terdiam sejenak, kemudian aku memutuskan untuk mengintip.

“Hush, kebiasaanmu jelek ah La!” ujar Vani.

“Sssh... Gue gak konsen nih!” ujarku.

Aku kembali mengintip ke depan, dan disana bisa kulihat Pak Wendy dan Liam. Lalu ada seorang pria yang tak kukenal. Dia berpakaian kerja yang rapi, dan kurasa wajahnya mirip dengan Pak Wendy dan Liam...

Aku berusaha mendengarkan apa yang mereka bicarakan.

“Tunggu... Ayah mau aku menjadi pewaris perusahaan ayah?!” seru Liam.

Ayah? Berarti pria itu bapaknya Liam? Pantesan aku nggak kenal, lah aku baru liat...

“Iya nak. Ayah mau kamu jadi pewari ayah. Karena ayah tidak berhasil membujuk kakakmu.” Ujar ayahnya Liam.

“Kakakku? Aku punya kakak?”

“Iya. Kakak tiri, sebenarnya...”

“Iya Liam. Aku tidak mau mewarisi perusahaan Ayah.” Ujar Pak Wendy.

“Tunggu, jadi...” sahut Liam.

“Aku sudah ceritakan semuanya tadi, Liam. Dan baguslah kamu bisa menangkapnya.” Ujar ayahnya Liam.

“Tunggu, jadi...”

“Iya nak. Wendy adalah kakakmu. Kakak tirimu. Dan karena kalianlah aku ada di sini.”

Apa?

“Apaan sih? Liat dong!” ujar Siera.

Sepertinya Siera terlalu bersemangat, sehingga dia terdorong ke arah Vani, dan tubuh Vani langsung mengenai tubuhku. Karena aku nggak siap, kemudian aku terdorong ke arah pintu yang tidak tertutup, sehingga beban tubuhku membuat pintu itu terbuka lebar, dan aku jatuh ke depan dengan posisi wajah terlebih dahulu.

Hal itu membuat semua orang di ruangan itu menoleh ke arah kami.

Setelah beberapa saat kami saling menyalahkan, akhirnya aku angkat bicara.

“Oh, maaf ya pak! Tadi kami lewat sini, dan Siera terlalu semangat ceritanya sehingga dia mendorong kami jatuh. Kebetulan saya ada di dekat pintu, dan saya tidak tau pintunya gak dikunci. Maaf ya pak...” ujarku.

Pak Wendy berusaha menahan tawanya. “Iya, kalian kan gak sengaja. Gak papa kok. Aku tau kalian semua sering kelebihan tenaga.” Ujar Pak Wendy.

“Ahaha... Baik pak, maaf, kalau kami mengganggu. Kami permisi!”

Aku langsung merapatkan pintunya, kemudian menarik kedua temanku menjauh.

“Maaf ya La...” ujar Siera.

“Iya... Tapi elu kok nggak tepat banget sih? Lagi asik juga...” ujarku.

“Elu mah... Emang ada apa sama mereka? Mereka ngomongin apa?” tanya Vani.

“Kalian... Gak denger?”

“Nggak, emang ada apa?”

“Gak... Gak papa kok. Mereka cuma ngobrol biasa.”

Aku nggak bakalan cerita soal itu sekarang. Karena mereka bakalan heboh. Lebih baik jangan.

Tapi yang aku denger tadi bener ya?

Oh wow. Kenyatan emang... Mengejutkan...

~~~~~

Next story : Separated Brother

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top