I'm With You

'Tidakkah kau pernah berpikir bahwa, pasti ada sebuah alasan kenapa kita memiliki nama?'

.

Jemari Taehyung dengan lincah menari di atas tuts piano itu dengan sempurna. Matanya terpejam merasakan setiap melodi yang tercipta dari permainannya. Tidak heran bila alunan nada yang ia ciptakan terdengar sangat indah dan profesional, Taehyung sudah berjibaku dengan piano sejak usianya 4 tahun.

Dan sosok dibalik itu semua adalah ayah Taehyung. Kim Junmyeon. Sang arsitektur terkenal di Korea Selatan.

Ayah Taehyung selalu berusaha agar kedua puteranya mendapatkan yang terbaik dari yang terbaik. Mulai dari aspek pendidikan mereka, kesehatan, softskill dan fasilitas yang mereka gunakan.

Semuanya harus grade A.

Ya, Taehyung terlahir seperti itu. Pemuda tampan itu terlahir dengan sendok emas digenggaman.

Dan itu masalahnya.

Taehyung terbiasa dengan kesempurnaan.

Ia sibuk mengejar kesempurnaan sejak kecil. Penampilannya, pendidikannya, bakatnya. Semua harus Taehyung dapatkan secara sempurna.

Segala macam kursus dan les ia hadiri. Segala macam kompetisi ia menangkan dan semua kasih sayang selalu ia dapatkan dari orang-orang di sekitarnya.

Ia merasa selalu sempurna.

Sampai kejadian 2 tahun lalu menghancurkannya.

"Taehyung-ssi."

Taehyung menghentikan permainan pianonya. Ia membuka mata perlahan dan tersenyum kecil saat melihat Lee ahjumma. Orang kepercayaan ibunya yang juga ikut andil berperan dalam merawat Taehyung.

Lee ahjumma meletakkan nampan yang ia bawa ke meja khusus untuk Taehyung makan yang berada tepat di sebelah grand piano putihnya.

Wanita tua itu tersenyum kecil saat Taehyung berpindah dengan cepat ke mejanya dan menatap penuh minat pada masakan Lee ahjumma.

Namun, matanya tiba-tiba terarah pada sebuah sticky note yang menempel di nampan itu. Ia meraihnya dan membaca dengan tenang.

Taehyungie, maafkan eomma karena harus berangkat pagi-pagi sekali. Eomma sudah menitipkan beberapa pesan pada Lee Ahjumma, kalau kau perlu apa-apa telpon eomma ya sayang. Istirahatlah hari ini, eomma sangat menyayangimu❤

Sudut bibir Taehyung terangkat, kekehan kecil keluar dari bibirnya, 'Aku juga menyayangimu, eomma.'

"Nyonya berpesan untuk membuatkanmu sup abalon dan sushi." Lee ahjumma dengan telaten menyiapkan mangkuk Taehyung serta sumpit dan sendoknya sembari berbicara, "Setelah itu kau harus meminum obatmu lalu istirahat. Nyonya sudah mengatur jadwal pertemuanmu dengan dokter Kang. Dokter Kang akan datang sore hari nanti untuk menangani luka dan demammu. Tidak ada jjajangmyeon atau makanan instan untukmu 3 hari ini. Pasta juga tidak. Dan Taehyung-ssi harus meminum air putih hangat sebelum tidur, tidak ada soda atau kopi. Saya juga akan memastikan penghangat ruanganmu menyala sampai pagi menjelang agar demammu tidak bertambah parah."

Taehyung memainkan sendok digenggamannya malas, "Bukankah itu terlalu berlebihan?"

Lee ahjumma tersenyum kecil lalu mengusap pelan rambut anak majikannya itu sayang, "Bukankah kau sudah terbiasa dengan ini?"

Taehyung diam sambil terus memakan makanan di depannya dengan tenang.

"Apa Chanyeol hyung sudah pulang?"

"Ya, ia berangkat pagi-pagi sekali tadi bersama Sehun-ssi. Sepertinya ada kelas."

Bibir Taehyung melengkung ke bawah sedih.

'Bahkan dia tidak pamit.'

"Taetae,"

Kepala Taehyung mendongak dan saat itu juga Lee Ahjumma memeluk Taehyung erat. Mengusap kepala seseorang yang sudah dia anggap anak sendiri itu sayang.

"Jangan sakit lagi, eoh? Kau membuat semua orang khawatir."

Taehyung tersenyum kecil lalu ikut memeluk wanita yang sudah bersama keluarganya sejak dulu itu, "Ahjumma, aku sudah dewasa sekarang. Kalian tidak perlu terlalu khawatir."

"Benar, kenapa bisa seperti itu ya? Rasanya jantungku hampir copot mendengar kau kabur kemarin, lalu pulang dengan keadaan seperti ini membuat tidurku tidak nyenyak." Pelukan mereka terurai dan Lee ahjumma menatap Taehyung dengan tajam,  "Jangan lakukan itu lagi, mengerti? Kemarin eommamu bahkan hampir menelpon polisi untuk mencarimu."

Taehyung terkekeh pelan, "Aku 'kan tidak hilang."

"Tapi kau tidak memberi kabar seharian penuh, apa bedanya? Lalu luka ini juga, ya Tuhan. Kau tau betapa kedua orang tuamu begitu menyayangimu kan? Mereka bisa saja mengerahkan satuan militer kita untuk menjagamu kalau itu diperlukan."

"Ahjumma kau mulai cerewet lagi, aku ini laki-laki, berkelahi sedikit tidak masalah."

Lee ahjumma tidak tahan ketika melihat Taehyung yang mulai merajuk, ia menangkup kedua pipi Taehyung gemas.

"Aigooo, baiklah pangeranku, sekarang habiskan makanmu dan istirahat, okay?"

Pangeran.

Ya, panggilan yang sudah disematkan padanya semenjak ia kecil. Panggilan yang sebenarnya membuat Taehyung terbebani.

Mereka semua menganggapnya seperti itu— Pangeran. Sosok yang harus diagungkan, dilindungi dan dituruti apa kemauannya.

Pangeran.

Panggilan yang malah membuat Taehyung merasa lemah dan kecil.

"Ahjumma,"

"Ya?"

"Aku mau minta tolong sesuatu. Boleh?"

Seringai muncul di wajah Taehyung, dan Lee ahjumma tau kalau ia tidak bisa berkata 'Tidak' pada permintaan bungsu keluarga Kim itu.

***

Mata Aira berkaca-kaca saat ia kembali menggenggam sebuah wadah obat kecil di tangannya. Berkali-kali ia menghela nafas berat dan menggigit bibir bawahnya. Ada rasa berasalah yang sangat dominan di hati Aira sekarang.

Beberapa saat lalu ia menenggak 3 butir obat itu sekaligus. Ia sadar betul dampak yang akan dia dapatkan bila menggantungkan hidupnya pada benda itu, tapi dia tidak punya pilihan.

Katakan kalau Aira adalah orang yang pesimis, tapi siapapun yang berada di posisi Aira saat ini mungkin akan berpikir tentang hal yang sama.

Setidaknya, sekali dalam seumur hidup, seseorang pernah berpikir untuk mengakhiri hidupnya 'kan?

Tring!

Aira menghentikan tangisannya saat ia mendapatkan sebuah pesan. Segera ia raih iPhone yang tergeletak di sebelah bantalnya.

From: Yoongobongo🐱
Aku melihatmu membeli benda sialan itu lagi.

Aira meremas sprei di bawahnya, menekuk kedua lututnya dan memeluknya erat. Ia tau ini salah, ia tau apa yang dilakukkannya akan membuat dirinya sendiri dalam bahaya. Ia lebih dari paham. Namun, iblis dalam hatinya seolah selalu ia menangkan, ia selalu bersembunyi.

'Aku juga tidak mau, tapi aku membutuhkannya. Tolong mengertilah.'

Tak lama suara notifikasi pesan itu berbunyi lagi.

From: Yoongobongo🐱
Jawab aku, Park Aira. Aku tau kau sudah melihat pesanku.

Aira menegakkan badannya dan merapikan dressnya lalu sedikit menyisir rambut panjangnya yang secokelat kacang hazel itu dengan jari. Detik berikutnya jemari lentiknya sudah membalas pesan dari Yoongi.

To: Yoongobongo🐱
Aku ada janji dengan seseorang. Kita bicara nanti.

***

Jalanan setapak taman sungai Han kembali terlihat hidup di mata Aira. Banyak orang yang berlalu lalang dan kembali membuat Aira tenang. Sebenarnya ia bukanlah orang yang suka berada di keramaian. Namun, ia menikmati interaksi manusia yang beraktivitas di sana.

Aira bisa merasakan keceriaan anak-anak yang bermain kejar-kejaran di sana, ia ikut senang melihat kedua sejoli bergandengan tangan dan bahkan ia bisa merasakan kehangatan sebuah keluarga hanya dengan melihat keluarga orang lain mengadakan piknik di pinggiran sungai Han.

Itulah mengapa taman sungai Han menjadi favoritnya. Bukan hanya keindahan panorama yang dimilikinya, namun juga karena sebuah alasan sederhana.

Aira bisa merasakan kehangatan yang selama dua tahun ini menghilang dari kehidupannya.

Ia bisa kembali ceria saat ia jatuh dan tidak ada yang bisa ia jadikan tumpuan.

Dan ia tidak jadi menangis saat melihat senyuman polos seorang anak berumur 5 tahun dan anjing kecilnya.

Semua hal sederhana itu— sangat mahal baginya.

"Menunggu seseorang, nona?"

Seruan itu membawa Aira kembali dari lamunannya. Ia mendapati sebuah senyuman tipis pemuda bersurai biru yang ia tunggu sejak tadi saat mendongak.

Aira balik tersenyum, "Hai, Taehyung-ssi."

Mendengar namanya disebut terlalu formal seperti itu membuat Taehyung terkekeh miris. Ia rasa Aira dan dirinya sudah cukup dekat untuk bisa saling memanggil nama dengan santai. Mereka melakukan hal yang biasa bagi seorang teman dekat lakukan. Menyembuhkan luka Taehyung, mengkhawatirkannya, bahkan gadis itu sempat menunjukkan sisi lemahnya pada Taehyung.

Namun, sepertinya hanya Taehyung saja yang merasa mereka cukup dekat, ya?

'Yah, aku sedikit terluka mendengarnya.'

"Kau, tidak sakit 'kan?"

"Tidak, Taehyung-ssi. Memangnya ada apa?"

Taehyung menggeleng pelan sambil tersenyum kecil, "Tidak apa-apa."

Sebenarnya Taehyung melihat ada yang aneh dengan Aira. Gadis itu memang pendiam dan tidak banyak bicara. Tapi Taehyung merasa gadis itu terlalu memaksakan senyumnya saat ini.

Keringat yang mengalir dari sisi kening Aira itu yang membuatnya khawatir. Ini bulan November, dan bulan ini cukup dingin untuk membuat seseorang berkeringat dalam keadaan normal.

Namun Taehyung menepis pikiran buruknya. Mungkin Aira memang kepanasan. Mungkin dia berlari untuk menuju ke sini tadi?

Bisa saja.

"Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Kajja!"

***

"Myeongdong?" Tanya Aira yang masih berada di boncengan motor sport Taehyung. Matanya berpendar ke segala arah, mempelajari setiap sudut yang tertangkap netra cokelatnya.

Tangan Taehyung dengan cepat membuka helm fullfacenya dan saat rambutnya terjatuh ia sedikit menggelengkan kepalanya lalu menyisirnya dengan jari.

Well? Pemandangan ini, apakah— legal?

"Aku ingin menemui seseorang dulu di sini. Kau keberatan?"

Aira memundurkan sedikit kepalanya saat tiba tiba Taehyung menoleh.

Ini terlalu dekat!

"A-aku, i-iya tidak apa-apa."

Mendengar suara Aira yang terlihat salah tingkah itu— Taehyung suka. Dalam hati Taehyung tertawa gemas. Satu lagi sisi dari diri Aira yang Taehyung tau.

Gadis pendiam ini sangat menggemaskan.

Tak lama mereka sudah membaur dengan kepadatan myeongdong. Daerah paling favorit bagi turis yang datang ke Korea karena di sini banyak barang-barang murah dengan kualitas yang terjamin.

Di myeongdong ada berbagai barang dan makanan yang dijual. Seperti produk perawatan wajah, rambut, aksesoris cantik dan makanan khas Korea yang lezat.

Tak ayal daya tarik Myeongdong ini membuat daerah itu menjadi sangat-sangat ramai seperti sekarang.

Orang-orang berlalu lalang dengan cepat, membawa barang belanjaan mereka dan juga sesekali bercengkrama dengan teman mereka selama berjalan.

Di sini Aira ingin sekali menangis saat punggung Taehyung mulai menghilang dari pandangannya. Kaki pendek Aira tentu tidak bisa secepat si pria jangkung yang mengajaknya kemari itu. Aira berusaha mengimbangi langkah Taehyung meski sesekali dirinya hampir terjungkal karena menabrak pejalan kaki yang berlawanan arah dengannya.

Taehyung yang perlahan menyadari Aira yang cukup jauh di belakangnya mulai memperlambat ritme berjalannya. Kedua telapak tangan Taehyung yang berada di saku celananya perlahan membentuk kepalan kuat.

Sial. Bagaiamana ia lupa tentang Aira?

Taehyung dengan segera mengulurkan lengannya pada Aira yang sedang menatapnya bingung.

"Pegang lenganku,"

Aira mendongak ke arah Taehyung dan mengerjap bingung, "A-apa?"

Taehyung menghela nafas pelan, "Pegang lenganku, aku tidak mau kehilanganmu diantara orang-orang ini."

Pipi Aira tanpa disadari mulai menunjukkan semburat merah muda yang cantik. Kalimat Taehyung barusan benar-benar di luar dugaannya. Dan ketika tangannya perlahan menelusup di lengan Taehyung, jantungnya mulai berdetak tidak karuan.

Tubuh mereka berdua secara otomatis merapat saat kerumunan orang di sana mendesak untuk lewat. Taehyung terlihat tenang saat Aira mempererat cengkramannya pada lengan kokohnya. Mendekatkan diri pada pemuda bersurai biru yang diam diam menikmati sentuhan kecil mereka.

Itu hal yang bagus bukan?

"Taehyung-ssi."

Taehyung menundukkan kepalanya saat mendengar Aira memanggilnya. Meski lirih, Taehyung masih bisa mendengarnya.

"Ada yang ingin kau tanyakan?"

Aira berdengung mengiyakan, "Badanmu hangat. Apa kau masih demam?"

"Hmm, begitulah. Aku lemah kalau sudah terkena angin dingin. Sejak kecil eomma selalu memarahiku kalau tidak memakai pakaian hangat saat musim dingin tiba."

"Dan kemarin kau hanya memakai kemeja flannel."

Taehyung tersenyum lalu mengangguk kecil, "Aku harus mencoba melawan kelemahanku. Jadi ku putuskan untuk membiasakan diriku dengan musim dingin. Seperti sekarang ini. Aku keluar bersamamu, dan ku rasa aku akan baik-baik saja."

Aira terdiam beberapa saat setelah Taehyung menyelesaikan kalimatnya.

Itu hanyalah sebuah ungkapan sederhana. Tapi kenapa dia menyukai cara Taehyung mengucapkannya?

'Bersamamu. Aku akan baik-baik saja.'

Perasaan hangat langsung menyergapnya detik itu juga. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia merasa dirinya dianggap oleh seseorang. Kim Taehyung, kau luar biasa.

"Kau tersenyum?"

Mata Aira langsung dihadapkan dengan sepasang mata bening Taehyung yang menatapnya intens. Senyum yang ada di bibirnya perlahan memudar.

Sial. Mata hazel itu. Kenapa begitu menawan?

"Benar-benar susah ya, membuatmu tersenyum lebih dari 30 detik." Gumam Taehyung saat senyuman dan rona pipi Aira kembali ke normal.

Aira mengangkat kedua bahunya acuh, "Aku 'kan tidak memintamu melakukan hal itu, Taehyung-ssi."

"Benar, tapi kau harus tau Aira-ya," Taehyung membasahi bibirnya lalu menunduk, mendekatkan dirinya ke telinga Aira tanpa mengalihkan pandangannya dari kerumunan orang di depannya. "Aku selalu mendapatkan apa yang aku inginkan sejak kecil."

Jantung Aira berdetak sangat kuat ketika ia menolehkan kepalanya dan melihat Taehyung hanya berjarak beberapa senti saja dari wajahnya, dan Aira mengerjap polos saat melihat pemuda bersurai biru itu menyeringai.

"Tersenyumlah, Aira. Bukan untuk diriku, ataupun mereka yang melukaimu. Tapi tersenyumlah untuk dirimu sendiri, karena kau berharga."

Taehyung menghentikan langkah mereka sejenak, melirik sekilas tangan Aira yang masih berada di ruang antara lengannya. Ia tertawa kecil saat mata bening Aira menatapnya polos.

"Aku mungkin mengenalmu hanya dari opini orang selama ini. Mendengar bagaimana orang-orang mendiskripsikan dirimu. Memandangmu dari jauh tanpa ada keinginan menghampirimu. Tapi sekarang, saat aku punya waktu hanya berdua denganmu aku jadi punya sesuatu untuk aku lakukan."

"Taehyung-ssi…"

"Aku selalu memperjuangkan apa yang ingin aku raih dan aku harus mendapatkannya. Aku dididik seperti itu dari dulu. Egoku untuk memenangkan semua hal di dunia ini sangat tinggi dan saat aku melihatmu, aku seolah ditarik kembali ke bumi."

Aira masih terdiam, memandang Taehyung yang kini berada di hadapannya. Genggaman tangannya pada lengan Taehyung menguat. Entah kenapa, mata Aira terasa panas.

"Kau begitu sederhana. Semua yang kau lakukan tulus karena kau ingin, tanpa memikirkan apakah orang itu bisa saja berbuat hal buruk padamu. Kau terus berbicara sopan meski orang itu melukai perasaanmu, kau bahkan masih bisa tersenyum pada orang yang menyakitimu. Sedangkan aku di sini? Aku sibuk dengan diriku, sibuk dengan duniaku sendiri."

Tangan Taehyung mengusap pelan pipi Aira yang kini sudah basah karena air mata. Ia tersenyum kecil saat hidung gadis di depannya mulai memerah karena menangis.

Dia benar-benar menggemaskan.

"Kesederhanaan itu yang aku ingin miliki dan aku akan melakukan apapun agar hal itu tetap terjaga. Karena aku tidak pernah melihat sesuatu yang begitu murni dan indah secara bersamaan dalam diri seseorang."

Dan Aira tau.

Detik itu.

Saat Taehyung tersenyum dan menghapus air matanya— dirinya berani bergantung pada Kim Taehyung.

---------

9 April 2019

Seharusnya daku belajar karna besok UTS.
Tapi kewajiban tidak berbanding lurus dengan keinginan.

Memang selalu seperti itu 'kan?

Doain ya guys semoga UTSku lancar dan mendapat hasil yang sangat sangat sangat memuaskan!

*brbminjemotakmasRM

Hope you guys like this chapter ya!❤

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top