PART 8 ("started with you, i can do it!!")
Pintu kamar Angel diketuk dengan pelan, perlahan Elena muncul dari balik pintu. Ditatapnya anak semata wayangnya, mata sembab dan wajah kusutnya membuat Elena bertanya-tanya, sebenarnya apa yang terjadi dengan anak kesayangannya, apakah dia tak bahagia dengan pernikahannya?
"Sayang, kenapa kau tak berangkat kerja?" Tanya Elena berhasil membuat Angel tersadar dari lamunannya,
Sebenarnya apa yang tengah Angel lamunkan, yang jelas fikirannya benar-benar kosong. Mamanya berlahan masuk, duduk di sampingnya sambil mengelus lembut kepala Angel, dilihatnya tubuh paruh baya yang ada di hadapannya, matanya nanar, wajahnya begitu pucat, Angel yakin betul kalau kesehatan Mamanya semakin memburuk dari waktu ke waktu.
"Oh.. itu, aku tak enak badan Mama." Elena mengerutkan keningnya lalu menempelkan telapak tangan kanannya dan menempelkan kedahi puterinya,
"Kau sepertinyanya demam, istirahatlah.. Mama akan membuatkanmu teh hangat," Dengan lembut Elena menuntun tubuh puterinya yang terlihat begitu lemah tidur di ranjang, sambil menyelimuti tubuh mungil itu,
"Sayang, apa Mama boleh bertanya?" Ucapnya setengah ragu,
"Tanya apa Ma?"
"Apa kau__" Nampak raut wajah Elena berubah, dia nampak hati-hati ketika melanjutkan ucapannya "Apa kau bahagia dengan pernikahanmu?"
Sontak pertanyaan Elena berhasil membuat ekspresi wajah Angel menjadi tak terbaca, bagaimana ini? Apakah Mama sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya?
"Mama.. Mama kenapa berbicara seperti itu, pernikahanku sungguh sempurna, Mama__" kata Angel terhenti, telunjuk cantik itu telah menutup bibir mungil Angel
"Kalau kau terpaksa menjalani pernikahan ini karena hutang Papamu, bilang Mama sayang,Mama tak ingin menukar kebahagiaanmu dengan apapun itu, sungguh. Mama akan melunasi hutang Papamu, bagaimana caranya, Mama bisa jual semua aset perusahaan, Mama juga bisa hutang Bank untuk menutupi kekurangannya. Jadi__" kali ini jari mungil Angel menutup bibir Mamanya,
"Tidak Mama, ini tak seperti yang Mama pikirkan, percayalah. Aku seperti ini karena aku sedang sakit, sungguh, aku mencintai Alan, Mama, mencintainya lebih dari apapun di Dunia ini percayalah."
"Tapi__"
"Ssst.. Mama, jangan pernah berfikiran hal yang tak penting oke, sekarang yang harus Mama fikirkan adalah kesehatan Mama, Mama harus sembuh demi aku, berjanjilah itu," butiran kristal itu mengalir lembut di kedua pipi Elena, dia tak tahu bagaimana caranya untuk memberi tahu putrinya kalau umurnya sudah tidak lama lagi "Sekarang, istirahatlah, nanti akan kuantarkan makanan ke kamar Mama. I'm always love you mom."
Setelah mamanya menutup pintu tangis Angel-pun terpecah, bagaimanapun dia tak mau membuat beban wanita yang tengah berjuang dalam sakitnya itu bertambah banyak,
"Aku tak bahagia Mama, aku menderita dengan pernikahan ini. Aku, aku bahkan begitu membenci suamiku sendiri." lirih Angel dalam tangisannya.
Andrew tak banyak bicara hari ini, setelah memasuki ruangan Alan dia hanya terdiam dengan wajah yang kusut, lelaki yang selalu tampil rapi meski dengan bawahan jeans itu tampak berbeda, rambut hitamnya acak-acakan dan bulu-bulu kecil berlalu lalang di wajahnya.
"Sepertinya, pekerjaan yang ku berikan benar-benar membuatmu gila." kata Alan tanpa memperhatikan sosok yang tengah duduk di depannya, matanya masih fokus mempelajari dokumen-dokumen yang ada di tangannya.
"Terlalu banyak kenyataan yang begitu pahit sobat, kau tahu, dan aku bingung bagaimana cara untuk mengatasinya."
Alan meletakkan dokumen yang sedari tadi berada di tangannya kemudian dia memperhatikan sahabatnya dengan seksama, mata coklat yang biasanya dingin, kali ini tampak begitu teduh.
"Aku terkena penyakit kanker hati Alan, dan aku, aku tak tahu harus berbuat apa." raut wajah Alan panik seketika tubuhnya kini condong ke depan mencoba tidak mempercayai perkataan sahabatnya "Kemarin aku pingsan saat berada di kantor, lalu Dokter yang memeriksaku memfonisku menderita penyakit sialan itu!! Aku tak tahu apa yang akan aku katakan pada Angel, aku mencintainya sungguh!"
Dada Alan bagai tercabik sembilu, benar-benar sakit. "ya Tuhan, bagaimana ini. Sahabatku tengah sakit parah dan dia begitu mencintai istriku, wanita yang selama ini aku sia-siakan dan aku sakiti. Terlebih, wanita yang ingin aku bahagiakan mulai sekarang." desah Alan dalam hati.
"Berjanjilah Alan, kau akan segera menceraikannya besok." ya, hari ini adalah hari terakhir Alan dan Angel berpura-pura menjadi pasangan yang sangat romantis. Dan besok, mereka harus bangun dari mimpi yang pasti bukanlah sebuah mimpi indah,
"Apa kau benar-benar mencintai Angel?" kali ini Alan tampak begitu serius dengan pertanyaannya,
"Tentu, aku mencintainya lebih dari apapun di Dunia ini, dan aku yakin dia akan lebih bahagia bersamaku Alan, kau tahu.. aku bisa memberinya rasa nyaman, aku bisa memberinya perlindungan, aku bisa memberinya kasih sayang, terlebih aku bisa memberinya cinta, meski umurku sudah tak lama lagi."
"Aku telah menyakitinya begitu banyak Andrew, tentu kau tahu itu karena kaulah saksi dari setiap penderitaannya.. aku tak ingin dia menangis lagi, aku tak ingin melihat dia menderita lagi, sungguh aku tak ingin ada iblis sepertiku lagi dalam hidupnya."
"Kau tak perlu khawatir Alan, aku yakin kau hanya merasa bersalah padanya, tak lebih dari itu. Karena kau selalu menyakitinya. Maka percayalah padaku." kini Alan mengangguk berusaha mempercayai ucapan sahabat yang nyawanya tinggal menghitung hari lagi. Dia ingin membahagiakan Andrew apapun itu, apapun yang Andrew mau meski itu nyawanya sendiri. Karena Andrew telah begitu banyak berkorban dan selalu ada untuk dirinya dalam kondisi apapun itu.
Alan tampak begitu lelah, ditatap Angel yang tengah duduk di sofa tanpa berkata sepatah katapun, wajahnya masih sama ketika dia terakhir meninggalkan Angel. Ya, tampaknya gadis ini tak akan pernah bahagia ketika bersamanya. Lagi-lagi fikiran itu terlintas di benak Alan. Tak berapa lama suara berisik terdengar jelas dari kamar Elena, membuat Angel dan Alan tersentak dan berhambur menuju kamar orang tua mereka.
Betapa terkejut Angel saat melihat Mamanya tengah terkapar dengan darah yang terus mengalir dari mulutnya. Tubuhnya gemetar sampai kedua kakinya begitu terasa lemas, dengan sigap Alan memeluknya dari belakang,
"Kau tenanglah Angel, aku akan memanggil Dokter. Duduklah di sini." kata Alan,
Dia menyambar Iphone-nya dan memencet sebuah nomor kemudian ditekan tombol hijau miliknya. Tak berapa lama Dokter keluarga Alan-pun datang menangani Elena, sedangkan Angel menumpahkan semua air matanya dalam pelukan Alan.
"Aku.. aku tak mau Mama kenapa-napa, aku akan melakukan apapun untuk Mama." lirih Angel dalam tangisannya, Alan hanya bisa mengelus rambut halus Angel. Dia tak mampu bicara sepatah katapun, bagaimana gadis sekecil ini mengalami penderitaan yang bertubi-tubi, ya Tuhan sebenarnya apa dosa Angel dulu sampai dia mengalami hal-hal seperti ini.
Alan menuntun Angel menuju kamar mereka, setelah memastikan Elena meminum obat yang diberikan Dokter dan istirahat. Kata-kata Dokter Erwin sangat menghantam jiwa Angel, Alan yakin itu karena diagnosa Dokter Erwin jika Elena tidak akan bisa melewati bulan ini. Bahkan, bulan ini akan berakhir 2 minggu lagi.
"Damn!!" Umpatnya dalam hati. "Tidurlah di sini, malam ini aku yang akan tidur di sofa." kata Alan setelah memasang selimut tepat menutupi tubuh mungil Angel, belum sempat Alan melangkah tangan Angel menahan lengannya. Tangan kecil itu tampak gemetaran,
"Maukah kau, tidur di sini, bersamaku di ranjang in? Aku benar-benar tak ingin sendiri malam ini." pinta Angel setengah memeohon.
Alan berfikir keras sebelum dia menuruti permintaan Angel "Baiklah.. sekarang tidur, jangan pernah memikirkan apapun.. percayalah Elena akan baik-baik saja, karena dia memiliki putri yang teramat sangat menyayanginya sepertimu." Angel mengangguk lemah,
"Aku sudah membuat keputusan, mungkin ini sebuah keputusan gila, tapi ini akan kulakukan untuk Mama," Alan menarik sebelah alisnya, "Aku tak akan bercerai denganmu, aku akan sungguh-sungguh dalam pernikahan ini, aku tak peduli kalau tiap malam aku harus menangis karenamu, aku tak peduli kalau tiap hari aku harus melihat orang yang paling aku benci seumur hidupku, aku tak peduli, yang penting aku akan menepati janjiku dengan Mama, aku tak mau membohonginya lagi."
"Jangan pernah membuat keputusan bodoh saat kau labil Angel kau tahu, dan aku tak akan pernah menerima keputusanmu itu. Kita akan segera bercerai dan itu pasti." keputusan Alan bagai halilintar yang menyambar hati Angel. Ya, Alan benar-benar tak punya hati, Alan benar-benar tak ingin hidup terjerat dengan perempuan sepertinya.
Alan menata dasi begitu manis di lehernya. Beberapa kali dia melirik ke arah Angel yang kebetulan tengah bersiap-siap masuk kerja, Mamanya begitu ngotot untuk tak mengkhawatirkan kondisinya dan menyuruh Angel melakukan aktifitas seperti biasa. Tapi, Angel berjanji akan pulang cepat setiap hari karena dia tak mau lama-lama berpisah dari Mama tercinta
"Hari ini Andrew sudah kembali, dia sangat merindukanmu, dan aku yakin kau juga sangat merindukanya, temuilah dia nanti." kata Alan membuka suara, entah kenapa perkataan Alan bukan membuat Angel bahagia mendengar kabar Andrew kembali tapi malah membuat Angel ingin sekali marah. Ah sudahlah, memang sikap lelaki sialan ini bukankah selalu seperti ini, tapi kenapa Angel marah. Yang aneh bukanlah iblis itu, melainkan dirinya sendiri.
Belum sempat Angel masuk ke dalam ruangannya, tangannya langsung disambar oleh Andrew, tampaknya Andrew begitu merindukan sosok yang tengah digandengya, tak peduli puluhan mata karyawan yang ada di perusahaan memandangnya dengan heran. Sebentar lagi ini akan menjadi gosip terpanas untuknya. Umpat Angel dalam hati.
"Ndrew, tak bisakah kita berjalan dengan wajar, begitu banyak orang di sini." kata Angel mencoba menyamai langkah Andrew tapi Andrew tak memperdulikannya.
"Aku sangat merindukanmu kau tahu, merindukanmu lebih dari apapun di Dunia ini."
"Well, aku tahu tapi kau tak perlu sep__"
Belum sempat Angel menyelesaikan ucapanya, bibir Angel langsung dikunci dengan bibir Andrew. Andrew benar-benar merindukan bibir manis yang tengah dilumatnya dengan nikmat, perlahan Angel membalas ciuman Andrew ciuman yang membuat Andrew siap melayang ke surga, lumatan demi lumatan dan tarian lidah keduanya begitu sangat intens seakan mereka tak ingin terpisahkan oleh apapun. Diam-diam Alan melihat kejadian itu dari dalam ruangannya.
Alan duduk manis di sofa samping meja tempatnya bekerja, tak lama Caterine, sekertarisnya datang dengan secangkir teh madu di tangannya,
"Kau akan mati muda jika kau tetap bekerja seperti ini Alan, yakinlah," kata Caterine.
Sebenarnya mereka sudah saling mengenal sejak kecil, Caterine adalah sahabat semasa kecil Alan tapi mereka baru bertemu setelah sekian lama berpisah, Caterine lebih suka tinggal bersama kedua orang tuanya di Belanda, sedangkan Alan masih sibuk dengan segudang bisnisnya. Alan memijat-mijat keningnya, dia benar-benar merasa lelah sekarang, tapi bukan.. hatinyalah yang lelah sekarang.
"Aku cukup kagum, sekarang kau tak pernah berkencan dengan wanita manapun, apakah kau telah tunduk dengan istrimu?" lanjut Caterine sambil memijat bahu Alan.
"Bagaimana kau bisa bicara seperti itu Caty, bahkan gadis itu sama sekali tak mencintaiku."
"Ohya? Waow ini berita besar seorang Alan fernando, CEO tertampan ditolak oleh seorang gadis? Aku yakin pesonamu benar-benar sudah memudar Tuan muda." kali ini Caterine tertawa dengan renyahnya.
"Apa kau mau terus meledekku seperti itu? Ayolah ini benar-benar gurauan yang tak lucu, kau tahu.".
Tak berapa lama terdengar ketokan pintu, dan wajah Angel muncul dari pintu itu. Betapa kaget Angel melihat Alan, lelaki yang selalu bersikap begitu dingin, bisa bercanda dengan seorang? Siapa wanita ini? Tubuhnya tinggi semampai, kulitnya putih bersinar seperti mutiara, begitu indah dengan rambut pirang dan mata birunya, wanita ini benar-benar sempurna seperti bidadari surga. Mungkinkah, karena wanita ini Alan bersikeras menceraikannya?
"Ada apa?"
"Maaf saya mau meminta tanda tangan Tuan."
"Bukankah itu pekerjaan Nick, kenapa kau yang datang ke sini?"
"Tuan Nick sedang repot, dan tidak bisa meninggalkan pekerjaanya sekarang."
"Well, sini."
Angel melangkah ragu meletakkan dokumen-dokumen itu di meja, suasana tampak begitu tegang, Alan hanya terdiam, bersikap dingin seolah tak mengenal dirinya.
"Ini." kata Alan setelah menandatangani dokumen-dokumen itu.
"Permisi." pamit Angel seraya pergi disambut dengan senyuman hangat wanita yang dari tadi memijit pundak Alan.
Perjanjian antara Angel dan Alan terpaksa diperpanjang, bagaimana tidak Elena kini tengah terkapar kritis di rumah sakit. Sebenarnya Alan sudah memberi kebebasan kepada Angel untuk meninggalkan rumahnya dan kembali di rumah yang diberikan Andrew padanya. Tapi Angel bersikekeh menolak, dia ngotot ingin tetap tinggal di rumah Alan sampai Mamanya sembuh. Alan tak akan memperdulikan itu. Bahkan semenjak Elena terbaring di rumah sakit Alan hampir tak pernah pulang di rumah, yang ada malah Andrew yang hampir setiap waktu luangnya digunakan untuk mengunjungi Angel, walau sekedar memastikan Angel makan dengan teratur, Angel bisa tidur dengan nyenyak atau alasan-alasan konyol lain agar dia bisa bertemu dengan malaikat hatinya. Dia ingin memanfaatkan setiap waktunya dengan Angel, dia tak mau sedetikpun mengalami penyesalan karena tak bisa bersama dan bahagia dengan gadis yang dicintainya.
Alan mengguyur seluruh tubuhnya dengan air, dia menyembunyikan air matanya di balik tetesan air yang mengalir dari ujung kepalanya. Bagaimana mungkin dia bisa seperti ini, Alan yang dulunya dingin dan tak punya hati telah luluh, telah lumpuh oleh seorang wanita. Dan yang lebih menyakitkan ketika dia menyadari kalau dia mencintai wanita itu, jauh lebih lama dari itu dia telah patah hati. Kenyataan Angel lebih memilih Andrew, sahabatnya sebagai tambatan hati sangat mengoyak jiawanya, menghancurkan semua harapanya dua kali. Dan ini adalah kali kedua Alan patah hati pada wanita yang sama. Mana mungkin Alan tega merebut Angel disaat sabahatnya tengah sakit parah, meski Angel masih sah sebagai istrinya. Terlebih, Angel gadis itu tak pernah mencintainya, yang ada di dalam mata gadis itu hanya kebencian dan rasa ingin membunuh dirinya.
"Oh Tuhan, kenapa kau bisa sekejam ini padaku, bahkan tak akan pernah ada kata rela untuk melepasnya, tak kan ada kata sanggup untuk melepasnya, tapi aku harus.. harus melepasnya demi kebahagiaan mereka, dan berhenti menyakiti mereka." lirih Alan dalam hati, mungkin untuk selamanya kedok dingin dan sifat kejamnya akan selalu dikenang Angel sampai akhir.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top