PART 5 ("back to hell")

Beberapa kali iphone Alan berbunyi, diliriknya sekilas lalu dibiarkan begitu saja. Bukan menjadi suatu kebiasaanya untuk menerima pesan atau telfon di tengah rapat pentingnya. Terlebih itu pesan singkat dari nomor Negara lain. shit!! Umpat Alan dalam hati. Tak berapa lama rapatpun berakhir, hanya ada Andrew dan dirinya yang tersisa di sana.

Semenjak kejadian waktu itu Andrew dan Alan bagai 2 orang tak mengenal, sahabat itu benar-benar saling menjauh sekarang.

"Ehem.. apa pekerjaanmu sudah beres?" Tanya Alan sambil berdehem,

Andrew hanya tersenyum kecut sebelum membalas pertanyaan bosnya. Tapi, raut wajah dingin Alan berubah tegang saat membaca pesan dari iphonenya.

"Ada apa?"

"Elena, Elena mau datang ke sini" Jawab Alan dibalas dengan guratan di kening Andrew, Elena? Siapa dia? Tanya Andrew dalam hati .

"Ibu Angel." Jawab Alan seakan tahu isi hati Andrew,

"Untuk apa dia datang ke sini? Bukankah dia sudah memutuskan untuk pindah ke Amerika?" Alan merabahkan tubuhnya di kursi, tangan kanannya memijat-mijat keningnya, dia benar- benar merasa lelah sekarang.

"Dia ingin melihatku dan anaknya, dan ingin menginap untuk seminggu.. dia ingin memberi selamat atas pernikahanku dengan Angel."

"Tapi ini sudah hampir setengah tahun bukan? Kenapa dia baru datang ke sini?"

"Dia tengah sakit Andrew kau tahu, mungkin umurnya tak lama lagi.. sekarang yang membuatku bingung, bagaimana aku menjelaskan semua ini kepadanya? Aku tak mau masalah ini malah akan membuat kesehatannya memburuk dan hal yang terjadi pada Papa Angel terulang pada Mamanya."

"Aku akan membicarakan ini kepada Angel." Ucap Andrew setelah beberapa waktu dia terdiam.

"Bisakah aku ikut? Aku ingin setidaknya dia sendiri yang berbicara dengan Elena, karena sejak kejadian itu Elena tidak bisa menghubunginya."

"Karena nomornya sudah aku ganti, kau tahu itu."

"Ya."

"Ayo, semoga saja dia tidak histeris melihatmu."

Suara ketukan pintu membuat Angel mengembangkan senyumnya, siapa lagi yang datang kalau bukan Andrew, lelaki yang menjadi malaikat pelindungnya. Dengan segera dia meloncat dari kamar dan berhambur membukakan pintu untuknya. Betapa kaget Angel, hatinya terasa ngilu. Di belakang Andrew tengah ada Alan, lelaki itu berdiri dengan mengenakan kemeja berwarna putih dengan jas dan dasi hitam, nampak dia begitu sibuk dengan kegiatan telfon menelfonnya membuat Angel bingung dan menatap ke arah Andrew seakan ingin penjelasan tentang semua ini.

"Maaf aku membuatmu terkejut," Belum sempat Andrew membuka mulut Alan sudah mendahuluinya, dengan cepat Angel berdiri di belakang Andrew seakan meminta perlindungan, rasa sakit menyeruak di hati Alan, sampai setakut inikah Angel terhadapnya, sampai dia harus bertingkah seakan dirinya binatang buas yang siap menerkamnya.

"Ehem.. sebenarnya aku ke sini hanya untuk memintamu berbicara pada Elena, aku harap kau tak mengatakan apapun tentang semua peristiwa ini. Dia sedang sakit."

"Mama..?" Tanya Angel ragu, dia mengambil iphone yang ada di tangan Alan dengan ragu.

"Hallo Mama?"

"______"

"Ya, aku baik-baik saja. Apa? tapi tetaplah di sana,, aku tak perlu kau jenguk, sungguh, kami bahagia di sini."

"______"

"Tidak Mama ku mohon jangan."

"______"

"Tidak ada apa-apa percayalah."

"_____"

"Hallo..hallo Mama!"

Bagaimana ini, Mamanya memaksa untuk datang menemuinya sambil merayakan pernikahannya dengan iblis yang kini berada di hadapannya, iblis yang sama sekali tak ingin dilihatnya selamanya. Dengan cepat Angel mengembalikan iphone Alan dengan gurat kekesalan,

"Well, lebih baik kau mendengar sendiri bukan dari pada mendengar dariku, aku sudah melarangnya datang, nampaknya jawabanya sama dengan yang kau dengar tadi."

"Kalau kau tak ingin, biarlah aku yang akan menjelaskannya pada Mamamu Angel, kau tak perlu bersama bajingan ini bukan?" Kata Andrew sambil menggenggam tangan Angel, mata Angel terasa panas, dia benar-benar ingin menangis sekarang, tapi dia tidak mau terlihat lemah di hadapan lelaki biadap seperti Alan.

"Sekarang terserah kau Angel, aku tidak akan memaksamu karena Elena adalah Mamamu, tapi aku harap kau tak mengecewakannya, dia tengah sakit sekarang dan aku tak ingin kejadian yang menimpa Papamu akan terulang pada Mamamu."

Angel terdiam, tubuhnya begitu dingin dan gemetar, jika dia tak ingin kejadian itu terulang bukankah berarti dia harus kembali ke rumah neraka itu dan tinggal bersama lelaki biadap ini, iblis yang telah mempora-porandakan hidupnya. Angel bergeming, Andrew memeluk tubuh gadis yang ada di depannya.

"Kalau kau tak mau tak masalah, aku akan pergi dari sini." Tambah Alan melangkahkan kakinya menjauh dari rumah Angel,

"Tunggu..!!" Teriak Angel membuat langkah Alan terhenti, "Hanya selama Mama di sini, dan berjanjilah biarkan Mama tinggal bersama kita, karena aku tak sudi tinggal berdua dengan iblis jahanam sepertimu." Senyum Alan samar-samar terlihat, tapi kali ini bukan sebuah senyum kebencian dengan segunang rencana jahatnya, senyum tulus dari hati Alan.

"Aku akan menjemputmu besok, jadi siap-siaplah."

"Tak usah, aku akan ke sana setelah menjemput Mama dari bandara karena aku tak sudi sedetikpun berdua dengan dirimu." Kata Angel angkuh sambil menutup pintu rumahnya keras.

Hari ini suasana cafe de flore begitu ramai, seharusnya setiap hari cafe ini selalu ramai pengunjung, tempatnya yang sangat strategis di tepi jalan dengan beberapa meja di luar ruangan, cafe ini juga merupakan salah satu tempat yang patut dibanggakan di Paris.

Angel sengaja menunggu Mamanya di sini, karena Mamanya menolak untuk dijemput di bandara, jari-jari panjang Angel dihentakkan dengan pelan sambil meminum kopi yang sedari tadi di meja depannya.

"Ayolah, kesialan apa lagi yang akan aku alami setelah ini." Desah Angel frustasi, dia yakin betul tidak akan ada hal yang indah setelah dia menginjakkan kakinya di rumah Alan, iblis jahanam itu.

Beberapa kali Angel menghela nafas panjang, bayangan Steave tiba-tiba muncul dengan senyuman teduhnya, ya senyuman itu yang selalu menenangkan hati Angel. Hanya membayangkan senyuman Steave saja membuat Angel jauh merasa lebih baik, tak dipungkiri meski Andrew sekarang berada di sisinya, tapi ntah kenapa jauh di dalam hati Angel masih terpatri dengan indah nama Steave, dan tak akan pernah tergantikan. Angel faham betul kalau Andrew mengharapkan lebih darinya, tapi ntah kenapa dia sama sekali tak bisa menganggap Andrew lebih dari seorang kakak laki-laki yang selalu melindungi adik perempuannya. Andrew tak pantas mendapatkan kesedihan atas semua pengorbanan yang dilakukan, Andrew pantas mendapatkan cintanya. Paksa Angel dalam hati.

"Sampai kapan kau akan melamun seperti ini?" Sapa suara berat yang sudah tak asing lagi.

"Mama? Sejak kapan Mama ada di sini?" Tanya Angel balik

"Sejak kau mulai berhalusinasi dan asyik dengan lamunanmu itu, apa yang sebenarnya kau fikirkan sayang? Wajahmu benar-benar nampak begitu kusut sekarang."

"Nothing Ma, aku hanya bosan menunggu sendirian di sini." Elak Angel,

"kenapa kau tak menjemputku dengan suamimu?"

Seketika wajah Angel menegang, ya.. dia baru sadar kalau mulai detik ini dia harus memerankan perannya dengan baik, menjadi seorang istri Alan Fernando dan perpura- pura dipenuhi cinta dan kasih sayang, dia tahu betul kalau kondisi Mamanya sangatlah rapuh, wajahnya begitu pucat dia tidak mau kalau tak bisa membahagiakan Mamanya diakhir hidup Mamanya, karena hanya Mamanyalah orang tua yang dia punya.

Sofie mengembangkan senyum merekah ketika melihat Angel masuk ke dalam rumah, dipeluk tubuh wanita yang sangat dirindukannya. Entah sejak kapan, butiran kristal itu telah meleleh mulus di kedua pipinya.

"Kau tak boleh terlihat seperti ini Sofie, bukankah seharusnya Alan memberitahumu?" Bisik Angel dijawab dengan anggukan Sofie.

"Mama bisa menaruh barang-barang Mama di kamar tamu, biar Sofie yang menunjukkannya pada Mama, kau tak keberatan bukan?" Tanya Angel pada Sofie

"Tentu saja Nyonya, aku tak keberatan.. silahkan Nyonya William ikutlah denganku."

Angel menghela nafas panjang melihat dua wanita paruh baya itu menghilang dari pandangannya, nafasnya begitu sesak, hatinya seakan diterkam binatang buas ketika memasukki rumah ini, lagi-lagi dia kembali di neraka, tempat hancurnya hidupnya. Matanya terasa begitu panas, berlahan air mata itu sudah mengalir deras dari matanya.

Angel tak perlu membawa barang-barangnya karena tadi pagi Andrew sudah membawakan barang-barangnya ke sini, dan tentu dia tak mau untuk tidur di ruang utama, ruang di mana tragedi pemerkosaan itu berlangung, ruang di awal titik kehancurannya berlangsung, bahkan sayatan panjang yang ditorehkan Alan waktu itu masih meninggalkan bekas, seperti sakit hati yang Alan berikan padanya, yang tersisa hanya kebencian, kebencian yang tak akan pernah habis sampai kapanpun.

"Seharusnya Mama tak perlu jauh-jauh datang ke sini, seharusnya Mama fokus pada penyembuhan Mama" Kata Angel saat diruang makan sambil khusuk mengoles selai di atas roti panggangnya,

"Aku hanya ingin melihat anakku, memastikan dengan kedua mataku sendiri kalau kau bahagia dengan pilihan Papamu, memastikan kau berada di tangan lelaki yang tepat adalah suatu kebahagiaan bagi Mama." Sontak perkataan Mamanya membuat wajah Angel menegang, kebahagiaan, lelaki yang tepat. Bukan, ini bukanlah kebahagiaan melainkan sederet penyiksaan yang Alan torehkan padanya, dan tentu Alan bukanlah lelaki yang tepat sama sekali untuknya. Alan bahkan lebih tepat menjadi seorang iblis penghuni neraka.

"Kenapa kau melamun lagi sayang?"

"Bukan.. bukan, aku hanya merasa beruntung dan sangat bahagia karena Papa benar-benar memikirkanku selain memikirkan nasib ribuan karyawan perusahaannya, bukankah Papa adalah Papa yang sangat bijak sana." kata Angel dengan seulas senyum tersungging di bibir tipisnya.

"Mama dengar dari Alan bahwa kau sempat mengalami keguguran apa itu benar?" Lagi-lagi Angel dibuat mematung dengan pertanyaan-pertanyaan Mamanya. ini Konyol, benar-benar
konyol, "Mama memaksanya untuk bicara, aku yakin Alan ingin menyembunyikan ini.. hanya saja, aku merasa sedih karena setelah enam bulan pernikahan kalian, kalian belum mempunyai anak. Lalu, Alan menceritakannya padaku tentang itu, dan dia berjanji akan segera memberi Mama seorang cucuk secepatnya."

"Oh ya, itu sudah bagian dari rencana kami." Jawab Angel dengan senyum kecutnya. ternyata sandiwara ini benar-benar menguras kesabaran Angel.

Alan berjalan gontai memasuki rumah sambil merenggangkan dasi yang melilit indah di lehernya, senyum sumringah Elena membuat nafasnya terasa tercekat. Di sana berdiri juga Angel dengan wajah yang sama sekali tak bisa terbaca, tegang, takut dan panik. Dia tahu betul kalau Angel sedang bingung dengan kondisinya sekarang, dengan senyuman hangat Alan melangkah mendekati Angel. Bulu kudu Angel terasa merinding didekati Alan, dia benar-benar ingin melempar tubuh lelaki ini sampai jauh ke dalam jurang.

"Kau jangan pernah menunjukkan tampang konyolmu
itu lagi kalau kau mau sandiwara ini berjalan lancar, mengerti?" Bisik Alan tepat di telinga Angel membuat bulu kudu Angel merinding.

"Aku pulang Elena, aku pulang sayang." Sapa Alan sambil melihat wajah mertua dan istrinya bergantian, dikecup dengan lembut bibir Angel sampai membuat wajah Angel merah padam, rasa malu, rasa marah dan benci bercampur jadi satu.

"Selamat datang suamiku sayang." Jawab Angel dengan menekan kata 'sayang' membuat Alan mengangkat sebelah alisnya.

"Syukurlah kalian begitu bahagia, Mama jadi lega melihatnya." Kini kedua makhluk itu tersenyum kecut.

"Kalian makanlah, aku sudah makan tadi pas ada rapat, maaf Elena aku tak bisa menemanimu berbincang karena ada banyak berkas yang harus ku pelajari sekarang, jadi silahkan nikmati kunjunganmu." Kata Alan dibalas dengan senyuman teduh Elena

Angel melangkahkan kakinya berat menuju ruang kerja Alan, dia benar-benar hilang sabar dengan semua aturan-aturan yang diberikan Mamanya untuk memberikan kopi panas dan mengantarnya kepada suami tercinta. Hueek, itu benar-benar memuakkan. Ragu, Angel mengetuk pintu ruangan berwarna coklat, tapi tak ada jawaban, dengan memberanikan diri Angel melangkah masuk ke dalam ruangan yang ternyata tak dikunci. Ini benar-benar masuk ke dalam kandang macan desahnya dalam hati. Dilihatnya lelaki yang tengah tidur di sofa samping tempat bekerja, lelaki beralis hitam itu nampak begitu kelelahan, bulu-bulu kecil yang menyelimuti wajah putihnya itu nampak begitu manis, mata coklat yang dingin kini telah terlelap, hidung mancungnya bernafas berirama seirama dengan detakkan jantung yang ada di dada, bibir yang seksi yang tadi telah mencium Angel membuat Angel makin geram. diletakkan secangkir kopi panas di atas meja kerjanya.

"Kau tak perlu repot-repot memberiku kopi." Kata Alan tiba-tiba membuat Angel setengah melompat. Jantungnya benar-benar kaget sekarang

"Kalau bukan karena Mama aku tak akan sudi ke sini, minumlah.. aku harap kau akan mati besok karena kopiku." Ketus Angel

"Aku akan tidur di sini, jadi tidurlah di tempat yang kau mau." Kata Alan kembali menutup mata coklatnya.

Andrew mengetuk pintu ruang kerja Alan, tapi sama sekali tak ada suara, membuat kening Andrew berkerut

"Maaf Tuan Andrew, tadi ada seorang wanita masuk keurangan Tuan Alan." Kata sekertaris Alan dengan nada takut dan ragu,

Andrew menghela nafas panjang sebelum masuk ke ruangan itu, sudah hampir 6 bulan terakhir Alan tak pernah menyentuh seorang gadis dan selalu menolak ajakan kencan satu malam dan sekarang dia mulai melakukan kebiasaan buruknya itu. Andrew benar-benar tak habis fikir, dengan pelan Andrew membuka pintu berukuran besar dan menutupnya rapat, dia tak mau suara erangan kenikmatan sahabatnya dan wanita binal itu sampai terdengar oleh sekertaris Alan.

Alan meremas dada wanita yang sudah hampir telanjang bulat itu dengan nikmat, sesekali dicium puting berwarna merah jambu itu, wanita itu hanya menggeliat sambil terus mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan dengan terus naik ke atas dan ke bawah bersamaan dengan irama yang diberikan Alan di pangkuannya.

"Ehem,, kurasa cukup sampai di sini kalian bercinta, aku sedang ingin menyuruhmu menandatangani berkas-berkas ini." Kata Andrew setelah berdehem.

Nampak mata coklat Alan masih berkabut dia bahkan belum sampai keluar di dalam wanita jalang ini. Bukan, tapi setelah kepergian Angel bahkan spermanya tak pernah bisa keluar dalam tubuh gadis manapun. Alan langsung menurunkan gadis setengah telanjang itu kemudian merapikan kemeja putihnya.

"Pergilah, ku hubungi kau nanti," Kata Alan memberi isyarat pada wanita yang masih nampak begitu lemas.

"Berkas-berkas mana yang harus aku tanda tangani Andrew?" Kini pertanyaannya teralih pada sahabatnya,

Andrew hanya bersenyum kecut melihat betapa brengseknya lelaki yang ada di hadapannya. Tapi dia sadar betul tak Alan namanya kalau tak melakukan hal kejam, sahabatnya ini benar-benar berhati es dan kejam melebihi iblis manapun di dunia.

"Ini.." Kata Andrew menyerahkan berkas yang sedari tadi ada di tangannya, Alan sejenak meneliti kemudian menandatangani berkas-berkas itu.

"Apa Angel baik-baik saja di rumahmu?" Kini Andrew membuka suara sambil duduk di sofa samping meja berukuran besar, kedua kakinya disilangkan di atas meja dan tangannya dilipat di atas dada.

"Ya, tentu dia akan baik-baik saja selama di sana tidak ada aku." Lagi-lagi Andrew tersenyum kecut,

"Apakah Elena ada di sana sekarang?" Kini alis Alan terangkat setengah, dahinya berkerut tak mengerti ucapan sahabatnya,

"Aku sangat marindukannya, kalau Elena tak ada di sana mungkin aku bisa melihatnya sebentar."

Alan merebahkan tubuhnya di kursi sambil menghentakkan kakinya pelan, seakan dia berfikir keras untuk menjawab pertanyaan Andrew ,

"Kau tak melarangku menemuinya bukan? Bukankah kau tak mencintainya?" Tambah Andrew membuat Alan memutar bola matanya,

"Tentu, sepertinya Elena sedang mengunjungi rumah lamanya, kau bisa ke sana setelah pekerjaanmu selesai, karena aku tak mau karyawanku tidak kompeten. mengerti!!"

"Oh, jika alasanmu seperti itu tenang saja, semua pekerjaanku sudah ku bereskan Alan. So, terimakasih sudah mengijinkanku menemuinya," Kata Andrew sambil melangkah keluar dari ruangan Alan, belum sempat dia membuka pintu Andrewpun membalikkan badannya. "Lebih baik kau segera mencari calon istri Alan, aku yakin setelah Angel bercerai denganmu kau akan kesepian, kau tak mungkin akan melakukan cinta satu malam selamanya bukan." Tambah Andrew dengan senyum kemenangan. Alan hanya bisa mengumpat dalam hati.

Angel berisul merapikan taman kecil yang ada di sebelah rumah megah Alan, taman yang dibuatnya 2 hari yang lalu. Bunga-bunganya masih layu membuat Angel harus ekstra hati-hati untuk memberinya pupuk dan air. Terlebih, sekarang musim dingin, membuat bunga-bunga cantik itu mungkin masuk angin.

"Kalau kau masih di luar kau akan ikutan layu seperti bunga-bunga itu." Kata Andrew setelah berdehem, wajah kusut Angel begitu merona melihat kedatangan Andrew dia merasa ada oksigen yang datang tiba-tiba di paru-parunya.

"Syukurlah, kau masih sudi untuk melihatku di sini" Kata Angel dengan senyum tulusnya, Andrew ikut berjongkok sambil mencium kening Angel,

"Aku akan selalu mengunjungimu selama ada kesempatan, aku tak mungkin datang selama Mamamu ada di rumah ,bukan?" Kata Andrew dibalas dengan tawa renyah Angel

"Apa selama kau di sini Alan menyakitimu lagi?"

"Nampaknya sekarang dia tidak niat untuk menyakitiku, mungkin dia merasa bersalah padaku atas semua hal yang kualami."

"Syukurlah, aku bersumpah akan segera mengeluarkanmu dari cengramannya Angel, bersabarlah.. setelah Mamamu kembali ke Amerika aku akan segera mengurus perceraianmu dengan Alan, apa kau setuju denganku?" Angel menangguk dengan senyum simpulnya

"Takasih Andrew, kau selalu ada untuk melindungiku."

Andrew membalasnya dengan pelukan, mata hitamnya menatap mata coklat Angel dengan intens, diciumnya bibir mungil Angel yang selama ini begitu menggoda akhirnya bisa dia dapatkan, terlebih Angel tak menolak ciumannya. Lidahnya berburu menyusuri tiap jengkal mulut Angel, sambil sesekali menggigit pelan bibir Angel. Angel yang mendapatkan ciuman Andrew hanya bisa bergeliat dan mendesah, ntah sejak kapan dia tak merasakan ciuman seperti ini, ciuman penuh cinta. Terakhir kali dia mendapatkannya dari Steave, sekarang ada sosok lain yang memberinya ciuman penuh cinta yang begitu memabukkan. Andrew, lelaki yang tak lain adalah sahabat suaminya sendiri.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top