I. Tujuh.

"Akhir-akhir ini ...."

Nobara menatap ke arah jendela.

"Aku merasa ada seseorang yang mengawasiku."

Burung-burung di pagi hari berkicau. Mungkin untuk menyambut suasana embun yang menyejukkan dan segar. Nobara mengamati mereka, satu-satu, mengobservasi. Sebelum gadis itu tenggelam lebih jauh pada pikiran, manusia bernama Itadori Yuuji menjentikkan jari di depan netra kosongnya.

"Ah, Yuuji. Kau mengagetkanku."

Nobara berdesah, meminum jus semangkanya dengan tidak semangat. Menyecap sedikit, kemudian mengaduk-aduknya sampai Yuuji gerah sendiri.

"Apa yang terjadi?" Sang laki-laki beokan pertanyaan. "Siapa yang mengawasimu?"

Nobara mengangkat kedua bahu. "Tidak tahu."

"Jawab aku."

"Sudahlah. Di mana Megumi? Kenapa belum sampai juga?" Nobara alihkan pembicaraan, berupaya cari Fushiguro yang bisa jadi penyelamatnya. Tak berapa lama menit berlalu, pintu kafe terbuka dan menampilkan sosoknya.

"Kau lama sekali?"

Yuuji menggerutu. Nobara hanya diam.

"Urusan keluarga," jawab Megumi tidak ingin berelaborasi lebih lanjut.

"Ah," Nobara mengangguk-angguk. Ia tahu apa yang Megumi maksud. Pasti ada hubungannya dengan kepala keluarga, Toji Fushiguro, mengenai keterlambatan Megumi barusan.

"Nobara merasa ada seseorang yang mengawasinya."

Megumi tersedak.

"Hei, kenapa menceritakannya? Itu bukan apa-apa." Nobara memukul tangan Yuuji yang berada di atas meja.

"Apanya yang bukan apa-apa? Kau merasa seseorang mengawasimu adalah hal besar," omel Megumi ditujukan untuk Nobara. Yuuji menatap mereka berdua, lalu menunduk.

Tuh, 'kan. Mereka sangat akrab. Apa aku tidak bisa dapat kesempatan?

"Tidak, aku cuma ... " Nobara menghela napas. Ia membuka tas kecilnya, mengambil sesuatu dari dalam. "Tadi malam, aku terbangun karena merasakan presensi sesuatu. Di sudut kamarku ada energi yang sangat besar. Atau aku cuma berdelusi, entahlah. Aku cepat-cepat mengambil pakuku dan melemparkan kepadanya, tapi itu sudah menghilang, menyisakan ini."

Nobara mengangkat sobekan kain tersebut.

Yuuji membeku.

"Guru! Selamat pagi!"

"Selamat pagi juga, Yuuji. Apa kabarmu hari ini? Sudah siap untuk pelajaranku?"

"Selalu, dong! Eh, seragam Guru kenapa?"

"Oh, ini? Menyangkut di paku rumah yang belum sempat kubereskan. Jadi seperti ini, deh. Makanya aku jahit sendiri."

"Guru bisa melakukan semuanya, ya."

"Tentu saja. Gurumu, 'kan, Satoru Gojo."

"A-aku rasa, aku tahu siapa orangnya ...."

Ucapan Yuuji buat dua insan di depannya terkesiap. Megumi menggertakkan gigi, menggenggam tangan Nobara erat. "Siapa pun itu, aku akan memberinya pelajaran."

Yuuji melihat pemandangan itu bersama nyeri di dadanya.

Kalau dengan ini ...

"Eh, tidak. Aku rasa tidak tahu."

Kalau dengan ini, Megumi bisa ...

"Apa-apaan, kau, Yuuji? Membuat penasaran saja."

Megumi bisa melihatku, maka ...

"He he. Maaf."

Maka aku akan melakukan segala cara.

Bel pintu kafe berdering.

"Ah, anak-anakku, tidak menyangka akan bertemu kalian di sini!"

Nobara memasang ekspresi jengah. "Guru! Kenapa harus datang ke sini? Biarkan kami menikmati waktu kami!"

"Kalian tidak sayang Guru kalian lagi?" Satoru berpura-pura akan menangis, memasang ekspresi paling menjengkelkan yang bisa Nobara lihat. Megumi tersenyum tipis.

Yuuji melihatnya.

Melihat tatapan tersebut. Tatapan Satoru kepada muridnya sendiri, Kugisaki Nobara.

Dan Satoru tahu.

Satoru ingin Itadori Yuuji tahu. Sebab rupanya Satoru juga memegang kelemahannya, yaitu rasa sukanya kepada Fushiguro Megumi. Satoru ingin memberi Yuuji kesempatan. Satoru menyediakannya.

Bayarannya ...

Satoru mempertemukan netra mereka. Pria itu ulas senyum. Dan Yuuji bersumpah--senyum itu menakutkan.

Bayarannya adalah Kugisaki Nobara.

Satu bulan lagi. Tanggal tujuh Agustus, merupakan ulang tahun Nobara. Yuuji akan melakukannya sampai di sana saja. Setelah itu, ia akan berhenti.

Tanggal tujuh Agustus.

...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top