42. Reaching Out
'Throw you in the fire till you're frozen. Teach you tilll you don't know what you do.'
-Gallant-
***
Setiap lekuk tubuh yang tengah didekap mesra di sana pernah menjadi tempat dirinya meninggalkan jejak-jejak basah berselaput gairah. Setiap detik sinar mata penuh damba yang dilayangkannya kepada si pria pun pernah diterima begitu rangah. Sekarang, di tengah hingar bingar harmoni yang dilantukan Gallant, Heath terpaku dari kejauhan bak pengecut yang tak mau menyambut karma meski gelombang amarah sedang menggulung dada.
Di tempat itu ... panggung sialan yang mengucurkan air di mana dua manusia tengah menari begitu sensual menyulut kekaguman dan siulan penonton, iris abu-abu gelap Heath kian memicing penuh kedengkian. Geliginya gemeletuk manakala Poppy berotasi selagi berjinjit lalu meluruskan sebelah kaki ke samping menyebabkan gaun merah dengan belahan paha itu menggiurkan ratusan pasang mata. Tak lama kemudian, pria berkemeja putih di depannya menarik kaki Poppy tuk melingkari pinggang sebelum mengangkat tubuh rampingnya ke udara seolah-olah di dunia ini hanyalah mereka berdua.
Chemistry yang diciptakan mereka nyatanya menimbulkan laung gadis-gadis yang tampak ingin menggantikan posisi Poppy. Bagaimana mereka berdansa begitu serempak seolah-olah lagu yang menggaung kini merasuk di setiap pembuluh darah. Apalagi ketika kaki Poppy mengait ke salah satu paha si pria kemudian tubuhnya dibawa ke bahu-berpose layaknya bintang-sambil berputar lantas saling mendekap erat-tak ingin berpisah barang sejenak.
Si pria menahan badan Poppy, saling menggesekkan puncak hidung sementara kaki jenjang Poppy membelit pinggul lalu mendongakkan kepala meresapi setiap percikan air yang mendarat di kulit. Tak tinggal diam, si pria menghadiahi kecupan di leher jenjang Poppy bagai menandai kalau inilah teritorialnya sekarang. Bibir bergincu merah cherry tersebut tersipu malu kala si pria menurunkannya ke lantai perlahan-lahan tanpa memutuskan pandangan-memantik gelora asmara sebelum segalanya musnah.
Walhasil, Poppy terus menengadah penuh arti dengan sebelah tangannya meraba setiap riak-riak otot di balik kemeja yang telah basah. Si pria menyugar rambut fringe-nya lalu menangkup dagu Poppy dan membisikkan sesuatu hingga senyum lebar langsung mengembang di bibir gadis itu. Detik berikutnya, si pria berlutut, memberi pagutan dalam bagaikan sepasang kekasih yang lama tak bersua.
Ciuman yang seharusnya milik Heath seorang.
"Fuck ..." Heath menggeram tak terima.
Dia mengira bahwa setelah malam itu Poppy akan menangisinya seperti gadis-gadis lain. Dugaan tentang lenyapnya Poppy sekadar menghindari semua orang yang tega menipunya selama bertahun-tahun ternyata berbanding terbalik. Poppy terlihat jauh lebih menikmati hidup bebas tanpa Joey, Heath, juga keluarganya. Entah gadis itu sudah mengetahui kenyataan kalau keluarganya membantu kehidupan Heath atau malah membiarkan masa lalu tetaplah berlalu.
Atau memang hanya akulah yang terlalu terlena oleh bayang-bayang kematian ibu dan Grace sehingga tidak menyadari bahwa ... kehidupan terus berputar?
Di sisi lain, Heath mengakui paras gadis yang dicampakkannya tersebut makin sempurna di mata. Senyum sensual yang bakal menjerat banyak pria hingga ... untaian rambut cokelat kemerahan sebahu yang ... sialan ingin disusuri jemari Heath.
Seperti malam-malam gadis itu memuja miliknya.
Dia membuang muka, berusaha mengalihkan pikiran kalau penampilan mereka di sana hanyalah segelintir drama tanpa melibatkan rasa. Tapi kenapa setiap kali sorot mata Heath merekam keintiman itu, seolah-olah ada ratusan belati yang melubangi hati? Walau tak berdarah, kenapa sembilunya tak main-main?
Mungkin ini sebabnya, instingku memaksa mendatangi tempat terkutuk ini alih-alih kediaman teman bocah ingusan itu?
"Bloody hell ..." Heath lagi-lagi mendesis kesal.
Terkesan munafik dan egois, tapi Heath bakal berpura-pura tuli andai kata ada yang menghakimi kelabilannya sebab Poppy tetap menjadi teritorialnya. Hanya dia yang bisa menelusuk masuk ke dalam kehidupan gadis itu bukan pria yang melempar kerlingan nakal di panggung sana. Hanya dia yang bisa membuat Poppy tersipu bukan pria yang menggoyangkan pinggul bagai gigolo bayaran.
"Shit!" umpat seseorang.
Atensi Heath beralih sebentar, mengamati seorang pria berkacamata berkemeja putih dilapisi rompi sweater cokelat dan terlihat beberapa tahun lebih tua darinya. Heath berpikir lama apakah lelaki bajingan ini salah satu dari deretan pria yang berupaya mendapatkan hati Poppy?
Seberapa banyak pria yang naksir berandal kecilku?
Sadar sedang diperhatikan, lelaki itu memutar kepala dan membalas tatapan Heath sinis. Namun, dia hanya membisu sebelum akhirnya pergi meninggalkan jutaan pertanyaan yang mengambang di benak.
Pikirannya kembali tertuju ke panggung manakala penonton yang rerata wanita langsung berdiri tuk memberi apresiasi. Heath mencebik, menyorot tak suka ke arah pria di samping Poppy yang sekarang menggaet mesra pinggang rampingnya. Manalagi laki-laki yang sangat ingin dihajar Heath memberi ciuman singkat-entah yang ke berapa kali-di pipi seolah-olah mengumumkan bahwa mereka adalah sepasang sejoli yang tak perlu menyembunyikan rahasia.
Seperti dirinya.
"I'll do everything to make her back to me," gumam Heath dengan mata berkilat-kilat penuh arti.
###
Gemerlapnya gemintang di gulitanya malam tak mampu menerangi isi kepala Heath yang dipenuhi ribuan risau. Tubuh kekarnya bersandar ke dinding bangunan Magic Mike sembari memantik rokok yang kini menjadi sahabat sekaligus penghapus pilu. Disesap dalam-dalam batang nikotin itu sebelum bibirnya mengerucut mengeluarkan kepulan asap putih yang membumbung tinggi dan lenyap ditelan udara musim gugur.
Batang tembakau yang kata orang bisa meringankan segelintir masalah tidak serta merta melonggarkan sesak di relung dada Heath. Berteman sepi, ribuan sesal masih setia merantai Heath selagi berbisik kalau dirinya tidak akan pernah memiliki kesempatan untuk memperoleh kepercayaan Poppy kembali. Ditambah sedari awal hubungan mereka sebatas saling memuaskan di atas ranjang, lantas apa yang diharapkannya di masa depan?
Cinta?
Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk senyum kecut, membenarkan jikalau cinta memang benar-benar seperti bermain judi. Dia mengira kartu AS yang dilempar kepada Poppy bakal memuaskan dendamnya sejak belasan tahun lalu, namun kenyataannya jauh di luar ekspektasi. Heath terjebak jebakannya sendiri di mana dia masih berkalung ratusan memori bersama Poppy sementara gadis itu ... telah berpindah hati.
Seakan-akan tidak ada celah untuk merengkuhnya kembali.
"Apa pria itu ... kekasihnya?" gumam Heath mengembuskan napas panjang, meresapi rasa pahit tembakau berbaur bersama mentol menyebar di lidah. "Fuck ... damn fuck ..." lagi-lagi dia menggerutu tak menyangka atas kepiawaian Poppy menjerat pria. "Tidak. Aku kenal betul siapa berandal kecil itu, she's not the type to fall in love."
Tak berapa lama, terdengar derit pintu disambung suara gelak tawa seorang pria, Heath memutar kepala, menangkap sosok laki-laki bermantel hitam sedang menelepon entah siapa. Lantas Heath membuang batang rokok tersebut ke jalan lalu menginjaknya selagi memasukkan tangan di dalam saku celana. Sesaat tatapan mereka bertaut kala pria itu melintas dan menimpali lawan bicaranya, "Thanks sudah menemaniku di atas panggung, Darling. Kau sungguh luar biasa."
Dia menelepon Poppy? batin Heath sembari mengepalkan tangan.
Kontan Heath mendekat dan merampas telepon si pria,"Di mana kau, Pearson? We need to talk, please."
"Apa aku mengenalmu?" balas Poppy ketus.
"Don't be fucking childish, Poppy," ucap Heath. "We need-shit!" serunya ketika Poppy memutuskan sambungan telepon secara tiba-tiba. Tak disangka-sangka, Heath membanting ponsel begitu keras sampai layarnya pecah.
"What the fuck are you doing, Twat!" Pria yang tidak tahu apa-apa tersebut terjungkal manakala Heath melayangkan pukulan tepat mengenai rahang kanannya. Sontak dia meringis, menahan nyeri yang berkedut-kedut di pipi seraya merangkak menghampiri ponselnya yang tak berdaya di pinggir jalan.
Belum puas melampiaskan kemarahan, Heath menginjak tangan pria yang sedang memungut gawainya tanpa memedulikan jari-jarinya patah. Lolongan memilukan memenuhi jalan kecil tersebut sementara Heath menyambar menyulut sebatang rokok dengan santai lantas bertanya,"Who are you?"
"Pete!" teriak si pria mengenalkan dirinya. "Damn fuck, Man! Lepaskan aku!"
Permintaan itu justru membangkitkan sisi jahat Heath untuk menyiksa Pete. Dia makin menekankan sepatu bootsnya ke punggung tangan Pete,"Kau kekasihnya?"
"S-siapa? Kau tidak jelas dan-argh! Help!" jerit Pete saat Heath makin bringas menginjak tangannya. "Poppy maksudmu? Poppy Pearson? We're just friends!"
"Friends?" Heath menyipitkan mata tak percaya. "Teman yang kau setubuhi semaumu? Yang kau cium seolah-lah milikmu?"
"Apa masalahmu, Dude! Itu hakku dan-fuck!"
"She's mine, Dumbass. Touch her again, I'll cripple your stupid fingers," ancam Heath melepaskan tekanan kakinya dan melempar beberapa lembar poundsterling kepada Pete. "Anggap aku masih berbaik hati mengganti ponsel sialanmu itu." Selanjutnya dia bergegas pergi, mencoba peruntungannya menemukan keberadaan Poppy walau harus terjaga sampai pagi.
###
"I'm coming!" Alexia berlari menghampiri pintu apartemennya sambil sesekali mengomel siapa yang menganggunya malam-malam. Ketika pintu terbuka, dia tersentak kaget mendapati sosok tinggi besar Heath hampir menerobos masuk tanpa permisi. "Hold on, Big Boy!" hardiknya menghadang Heath sekuat tenaga. "Are you fucking nuts? Kau tidak punya-"
"I don't need your permission, Blondie," sela Heath. "Where is she?"
"She's not here, okay," jawab Alexia berkacak pinggang.
Heath tersenyum miring karena tahu benar karakter teman-teman Poppy yang saling menutupi kenakalan ala bocah remaja. "Don't play with me, Blondie, or I'll-"
Kalimat Heath tersendat kala tubuhnya diserang tanpa aba-aba oleh pria berjaket kulit dengan potongan rambut buzz cut. Kontan saja Heath terhuyung beberapa langkah menyebabkan pot bunga di depannya ambruk seketika. Dia
"You better watch your tongue!" tunjuk lelaki itu. "Touch my girl, I'll break your neck!" Kemudian dia memandangi Alexia penuh kekhawatiran. "Are you okay, Little love? Did he touch you?"
Yang ditanya menggeleng pelan, melirik Heath tanpa rasa takut lalu berbisik, "Dia yang kuceritakan padamu, Ryder."
"Gadis itu tidak ada di sini," timpal Ryder menarik Alexia ke belakang punggungnya.
"Kau pikir aku percaya?" ketus Heath bangkit dari posisinya.
"Pikirmu kami akan membiarkan gadis itu diperdaya olehmu?" Ryder maju selangkah memandang nyalang iris abu-abu Heath.
"I need to talk with her." Nada bicara Heath terdengar menantang yang dibalas Ryder cengkaman kuat di kerah bajunya. "Aku bisa meng-"
Lagi-lagi badan kekar Heath ambruk menghantam permukaan lantai koridor apartemen yang terasa dingin. Dia mendesis menahan nyeri luar biasa di tulang hidungnya. Tak berapa lama, darah merembes dari lubang hidung Heath usai menerima pukulan telak Ryder.
"Jangan terlalu percaya diri, Heath," ejek Ryder, "Kau tidak lebih dari sampah busuk yang memelas supaya dipungut lagi. Don't waste your time."
Bloody hell ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top