20. Be Your Slave
'Don't be telling people, we fuck.'
-Saucy Santana-
***
"Poppy!"
Suara Joey yang melengking mengagetkan adiknya yang sedang duduk di sofa sembari merangkul semangkuk popcorn. Joey yang mendapat kabar dari Heath langsung meluncur ke London usai dinas jaganya berakhir. Apa yang dikhawatirkannya ternyata terjadi juga, mendapati kaki kanan Poppy terjulur di tas meja dalam balutan elastic banded.
"Adikmu terkilir. Aku barusan mengompres dan membebatnya."
"What? Dammit! Anak itu ... argh! Sudah kubilangi jangan terlalu memaksakan diri-"
"Dia terkilir karena terbayang seorang anak perempuan, Jo," sela Heath membungkam bibir Joey.
Kalimat terakhir yang diungkapkan Heath benar-benar menganggu benak Joey. Dia heran kenapa Poppy bisa terbayang-bayang oleh bocah yang bahkan tidak dikenalnya. Joey yakin, ini dampak dari terlalu banyak menghabiskan waktu di gelanggang, menyebabkan otak adiknya stress. Apalagi tuntutan pelatih Poppy yang mengharuskannya menguasai five quads yang jarang atlet lakukan.
Buru-buru, Joey melempar tas ransel ke kursi lantas duduk di samping Poppy sambil berseru, "Kubilang juga apa kan! Kau ini terlalu memforsir tenagamu! Latihanmu sungguh gila-gilaan! Enam jam? Apa-apaan itu! Kau ini bukan robot! Otot dan tulangmu butuh bernapas dan kau-"
Rentetan omelan Joey sepanjang kereta api terhenti manakala Poppy menjepit bibir sang kakak dengan jemari. "Can't you stop talking like a shit?"
Lelaki bertindik itu menepis tangan adiknya. "Kau cedera, Bocah berandal!"
"Cedera, Bro, bukan mati!" kilah Poppy langsung dibalas tatapan tajam. Dia memutar bola mata sembari menghela napas kasar. "Aku tidak lumpuh, oke? Ini hanya terkilir biasa. Setidaknya temanmu sudah membebat kakiku. I'm fucking fine."
"Kau selalu berkata seperti itu, Poppy. Tapi, apa? Dulu kau patah tulang, cedera kepala, dagumu robek. Nanti apa lagi hah? Sudah kuduga skating-"
"Jangan bilang skating-ku hanya menambah bebanmu, Jo!" hardik Poppy tak terima. "Ini jalanku. Mimpiku. Kau masih mengatur cita-citaku? Apa ini karena kau disuruh Mom? Berlagak menjagaku nyatanya kau mencekikku!" Suara Poppy terdengar lantang menentang kehendak kakaknya yang dinilai sok tahu.
"Karena aku tahu mana yang terbaik untukmu!" Joey berusaha menjelaskan kalau skating memang dirasa terlalu bahaya. "Skating hanya membuang-buang waktu! Sama seperti halnya kau ikut pencak silat! Kau juga pernah patah tulang hidung, Poppy!"
Cedera ligamen dan tendon menjadi momok yang menakuti para atlet seluncur es. Belum lagi kasus yang menimpa teman Poppy-Alexia-mengalami gangguan makan juga menjadi sisi gelap olahraga ini. Pernah sekali waktu, dia menerima pasien atlet skating cedera berat sampai akhirnya memutuskan pensiun dini. Joey tidak mau usia produktif Poppy terhenti hanya karena mengalami cedera, masih banyak hal lain yang bisa dilakoninya selain bermain di atas es.
Poppy berusaha berdiri dari duduknya, membanting mangkuk popcorn sampai berceceran di atas karpet kesayangan Joey.
"Fuck, karpetku-" Joey menahan lengan Poppy tapi dihadiahi sebuah pukulan telak di rahang. Joey jatuh tersungkur merasakan nyeri luar biasa menjalari pipi. "Kau memukulku?" jeritnya bak anjing menggonggong disertai bola mata membeliak. "Beraninya kau menghajar kakakmu sendiri, hah!"
"Kau mau aku membunuhmu?" balas Poppy. "Besok kalau suasana hatiku membaik, akan kuberi tahu cara masuk alam baka dengan cepat." Lantas dia terpincang-pincang melangkah keluar apartemen.
"Poppy!" Joey segera bangun dan menarik lengan adiknya.
"Fuck you, Jo! You pissed me off, Asshole!" Poppy menampik cengkaman Joey.
"Jaga ucapanmu, Poppy! I'm your brother!" tunjuk Joey ikut-ikutan terpancing amarah.
"Yeah, Brother in your ass!"
"Kau benar-benar berandalan, Poppy. Kau tidak tahu apa-apa selain bersenang-senang! Menyusahakanku, Mom, dan Dad! Kau hanya mementingkan dirimu sendiri!" teriak Joey meluapkan kekecewaannya terhadap sikap protektif yang selalu dinilai salah.
"Egois?" Poppy meludahi karpet kakaknya. "You don't know me well, Brother! Kau yang egois! Kau selalu mengaturku! Menuruti ucapan Mom dan Dad yang tidak masuk akal! Aku sudah menuruti kemauan kalian dan menahan diri tidak hengkang dari apartemen sialan ini! Tapi kau ... kau mengataiku cuma tahu bersenang-senang!" cerocosnya tanpa henti dengan napas memburu. "How fucking you dare, Joey fucking King Pearson!"
"Karena kau selalu dalam bahaya!" hardik Joey. "Kau selalu hampir-"
"Apa? Tewas maksudmu?" Poppy terbahak-bahak merasa begitu bosan atas penuturan kakaknya. Dia mengusap wajah frustrasi. "Kau gila, Jo! Ini hanya cedera biasa! Kau selalu memperbesar masalah kecil!"
"Aku serius, Poppy!" Joey menghampiri adiknya namun terhenti saat Poppy menyambar sebuah vas bunga dan mengangkatnya tinggi-tinggi. "Don't you dare... itu pemberian mantanku, oke. Please, taruh kembali."
Ekspresi Joey memelas supaya adiknya yang terbakar amarah itu menempatkan kembali vas bunga pemberian mantan kekasihnya dulu. Vas khusus yang dibuat sepenuh hati dengan inisial mereka berdua.
"Hanya mantan kan? Say goodbye," Poppy membanting vas tersebut sampai hancur berkeping-keping.
"Poppy!"
"Kau melarangku bermain skating, maka kuhancurkan semua isi apartemenmu tanpa sisa!" ancamnya menunjuk batang hidung mancung Joey lalu keluar apartemen.
"Come back, Poppy!" perintah Joey yang tidak dihiraukan adiknya. Justru gadis itu mengacungkan jari tengah, mempercepat langkah menuju apartemen Heath sembari mengumpat pelan menghalang rasa sakit di kaki. "Aku benci kau!" seru Joey.
"Aku lebih benci kau sampai ingin menusuk matamu," Poppy membuka kombinasi sandi apartemen Heath. "Such pain in the ass!" Dibanting pintu sekeras mungkin lalu berteriak hingga puas.
Beruntung apartemen Heath sepertinya sedang ditinggal oleh si empunya berserta Rex entah ke mana. Poppy menyalakan pendingin ruangan dalam mode super supaya emosi yang meledak-ledak segera melandai. Lihat saja, kepulan asap mungkin menyelinap keluar dari sela-sela rambut Poppy usai bertengkar hebat bersama kakaknya.
Aku heran kenapa ada manusia seperti Joey. Selalu berlebihan!
Poppy mengempaskan diri ke sofa lalu menanggalkan kaus hitam dan celana pendeknya, menyisakan setelan bra berenda dan tanga berwarna hijau tua. Kemudian merebahkan diri seraya menatap langit-langit ruang tengah Heath dalam diam.
Bukannya manusia bakal mati? Kenapa Joey selalu sensitif jika menyinggung hal itu? Aku mati pun bukannya mereka bakal tenang karena tidak ada orang yang jadi beban keluarga?
"Kalau kartu debetku kembali, kurasa aku harus hengkang dari neraka itu," gumam Poppy menutup mukanya dengan bantal sofa lalu berteriak sekali lagi. "Joey gila! Aku benci kau kenapa kau jadi kakakku!"
###
"Bloody hell," gumam Heath lagi-lagi apartemennya dimasuki tanpa permisi.
Bagaimana tidak, dia baru datang setelah mengajak Rex berlari mengelilingi taman dan berbelanja kebutuhan anjing kesayangannya. Sekarang, mata Heath malah dihadiahi tubuh nyaris telanjang Poppy tengah tertidur pulas dalam posisi telungkup di atas sofa. Menonjolkan bongkahan pantat sintal Poppy juga lengkungan tulang punggung yang memancing hasrat pria. Seperti kebiasaan sebelumnya, berandal kecil Joey hanya mengenakan bra dan celana dalam sementara kaus dan celana pendeknya tergeletak tak berdaya di lantai.
Heath geleng-geleng kepala menerka, kalau telah terjadi pertikaian hebat antar kakak-adik itu. Dia bergegas ke tempat penyimpanan makanan otomatis milik Rex, dibuntuti si anjing Doberman yang tidak memedulikan kehadiran Poppy.
"Kuharap matamu tidak iritasi melihat pantat Poppy, Rex," ujar Heath begitu Rex menyantap makanannya. Dia menegakkan punggung, berjalan menuju kamar dan mendapati ponsel di atas lacinya bergetar. Beberapa notifikasi pesan Joey menyerbu gawai Heath tanpa henti.
Joey : Adikku sedang apa di sana? Apa dia mengolokku di depanmu?
Joey : Kami bertengkar. Dia marah saat aku mengomelinya terlalu ambisi ikut kompetisi. Aku tidak salah kan, skating itu sangat berbahaya, Heath. Apa dia menunggu gegar otak dulu baru mau sadar?
Joey : Gilanya, dia meludahi karpet kesayanganku dan memecahkan vas bunga pemberian Charlotte!
Joey : Btw, ayo nonton bola. Kita taruhan siapa yang kalah. MU atau Arsenal.
Heath : Adikmu tidur. Vas itu memang sudah seharusnya masuk ke pembuangan, syukurlah Poppy menghancurkannya tepat di depan matamu.
Heath : Nanti aku ke tempatmu. Taruhan 500. Aku pegang Arsenal. 1-0.
Joey : Fuck you, Heath! Apa kau lupa kalau Charlotte itu mantan kesayanganku?
Joey : Fine, jagoanku Garnacho akan membantai pemain andalanmu.
Heath : Kalau kesayangan tidak akan pernah jadi mantan, Stupidass!
Heath : Talk again like a shit. Formasi MU seperti sebatang ranting rapuh, kalian bakal kewalahan.
Heath terkekeh saat Joey mengirim emotikon kotoran dan jari tengah, diletakkan kembali ponselnya tuk mengambil pakaian bersih dari lemari. Sesaat kemudian dia mengamati Poppy yang sama sekali tidak terbangun oleh kehadirannya.
Mungkin terlalu lelah.
Mendengus sebal, Heath menghampiri Poppy dan secara hati-hati menggendongnya ke kamar agar tidur di tempat yang nyaman. Gadis itu masih terpejam, alisnya mengerut dan bibirnya menggumamkan umpatan kasar kepada kakaknya.
"Dasar bajingan, harusnya aku yang jadi anak pertama," omel Poppy dalam bunga tidurnya.
Mau tak mau, Heath menahan bibirnya agar tak mengeluarkan tawa. Tapi, sungguh, dia bersumpah bahwa menonton pertengkaran Joey dan Poppy selalu menjadi hiburan tersendiri.
Bahkan di mimpi saja, Poppy masih sempat mengomel, batin Heath terpingkal-pingkal.
"Bibirmu ini mungil tapi kau selalu marah-marah," ujar Heath sepelan mungkin seraya menarik sselimut sampai bahu tuk menutupi penampilan Poppy yang tak pernah absen menggoda sisi liarnya.
Ada jeda beberapa saat di mana pesona Poppy menghipnotis Heath lagi dan lagi. Jemarinya terulur tuk menyisir rambut lurus berandal kecilnya yang tergerai indah nan lembut. Dalam kondisi terpejam seperti ini, Heath bisa memuaskan hati mengabadikan detail demi detail fitur wajah Poppy. Tingkahnya memang menyebalkan, kata-katanya selalu membuat panas telinga, tatapannya yang tidak pernah menunjukkan rasa takut malah menyulut emosi setiap orang yang berhadapan dengannya.
Satu hal lagi, Poppy selalu mengenakan pakaian dalam setiap kali ke apartemennya. Dia tidak tahu apa alasan gadis ini memakai sesuatu yang membuat pria bisa meneteskan air liur. Apalagi hanya Poppy seorang yang tahu jikalau Heath bukanlah gay, seharusnya dia lebih berhati-hati kala masuk ke kandang buaya kan?
Tidakkah kau tahu kalau lekuk tubuhmu adalah ujian terbesar bagiku, Little trouble? Selama ini aku berusaha diam meski sejujurnya ingin memilikimu hanya untukku seorang.
"I'm becoming obsessed with you," ungkap Heath sepelan mungkin. "My heroin, I'm fucking addicted." Matanya berkilat dan pusat tubuhnya mendadak teracung hanya dengan memikirkan Poppy yang mampu melaksanakan seluruh fantasi liarnya.
Tapi, kali ini dirinya tidak akan menyetubuhi gadis yang tengah tertidur. Itu bukan gaya Heath. Dia lebih suka melakukannya dalam kondisi sama-sama sadar apalagi bila terbakar amarah. Ada kesenangan tersendiri berhubungan seks saat dikuasai emosi. Seolah-olah tubuh dan jiwa tercurahkan dalam bara nafsu, bermandikan keringat bercampur feromon juga aroma sisa-sisa klimaks yang begitu nikmat, dan pelepasan dahsyat yang tidak bisa didefiniskan melalui kata-kata.
Heath tersenyum sinis, bangkit dari posisinya tuk membersihkan diri sebelum menemui Joey di apartemennya.
Mengenakan sweatpants hitam dan atasan longgar berwarna putih, Heath menonton layar televisi sambil menenggak kaleng bir yang dibeli Joey. Pertandingan sengit antara the red devils dan the gunners dalam mencetak poin tampak sangat susah. Kedua tim sama-sama saling menekn dan menyerang walau penguasaan bola didominasi pemain Manchester United daripada Arsenal. Joey yang sudah yakin tak henti-hentinya menyunggingkan senyum lebar sembari mewanti-wanti uang lima ratus poundsterling Heath.
Dulu, sebelum mereka disibukkan segudang kegiatan pendidikan spesialis, Heath dan Joey selalu menonton pertandingan di stadion. Tapi sekarang, bisa tidur di kasur tanpa gangguan adalah kado terindah daripada tiket pertandingan akibat terlalu banyak menangani kasus di rumah sakit.
"Poppy masih tidur?" tanya Joey membuka kaleng bir ketiganya.
"Kau lihat sendiri saja," jawab Heath. "Aku malas menjawab pertanyaanmu lagi."
"Fine." Joey menenggak bir. "Apa dia masih sering keluar malam? Ke Magic Mike terutama?"
Heath menggeleng. "Kau tahu jadwalnya. Dia sendiri sering tertidur di mobilku," ujarnya terus mengamati pergerakan bola yang dioper ke sana ke mari. "Kurasa mereka sedang libur berpesta pora."
"Apa dia pernah menelepon pria ketika di dekatmu?" Joey lagi-lagi bertanya. "Poster penyakit kelamin sepertinya sudah tidak mempan untuk menakuti adikku." Dia mengedarkan pandang melihat poster-posternya masih menempel manis di dinding.
"She's not a kid anymore, Jo, she's grown up," tukas Heath. "Stop being an asshole, Dickhead."
Tak sempat menanggapi kalimat Heath, Joey berteriak, "Dammit!" Dia menggeram kesal manakala Casemiro telat naik ke kotak penalti usai Onana melepas umpan panjang ke depan. Mau tak mau, kesempatan itu diambil alih oleh Kai Havertz-pemain andalan Heath-di halfspace kanan kotak penalti MU.
"Be careful, Jo," goda Heath yang tahu betul kalau bola dikendalikan Kai pasti bakal masuk gawang.
"Shut the fuck up!"
Kai-gelandang serang Arsenal- memberikan umpan matang ke tengah kotak penalti ke arah Leandro Trossard yang masuk dari flank kiri.
"Goal!" Kini giliran Heath yang teriak kegirangan saat poin pertama berhasil dicetak di menit kedua puluh.
"Sialan!" umpat Joey tak terima. "Fine, masih ada babak kedua. Aku yakin MU bakal ungul."
"Keberuntungan MU bukan hari ini, Mate." Heath menyugar rambutnya tidak menyangka
prediksinya akurat.
###
Heath bersiul berhasil mengantongi uang hasil taruhan meski Joey mengomel tanpa henti dan menuduh Poppy sebagai penyebab dirinya sial. Lelaki itu sempat terbahak-bahak, berkelakar kalau tanpa campur tangan Poppy yang notabene bukan siapa-siapa di mata klub MU, pemain andalan Joey tetap kalah. Apalagi formasi 4-2-3-1 dianggap terlalu rentan meski di lini depan ada Rasmus Hojlund sebagai penyerang.
"Baiklah, anggap uang ini imbalanku padamu telah menampung adikku."
"Tidak. Itu beda. Aku akan mengirim rincian berapa banyak tagihan yang harus kau bayar karena menjadikanku pengasuh," tukas Heath. "Tidak ada yang gratis di dunia ini, Jo."
"Perhitungan sekali dengan sahabat sendiri," cibir Joey.
"Welcome in hell, Mr. Pearson."
Suasana apartemennya begitu hening begitu Heath menyalakan penerangan. Jika biasanya Rex bakal berlari menyambut, maka kemungkinan besar anjingnya tengah terlelap di kamar. Heath menghampiri Poppy yang masih terlelap sementara Rex meringkuk di atas karpet dekat laci.
"Heath?" Suara serak Poppy menghentikan Heath yang hendak menutup pintu.
Lelaki itu melongok kemudian masuk ketika Poppy bangkit dari posisinya.
"Kau memindahkanku ke sini?"
"Tidak mungkin juga kau tidur sambil berjalan kan?" komentar Heath mengamati kening Poppy dipenuhi keringat sebesar biji jagung. "Mimpi buruk?" terkanya.
"Aku memimpikan anak itu lagi," tukas Poppy resah. "Aku penasaran siapa dia. Apakah aku kenal? Tapi, aku tidak tahu seperti apa wajahnya. Dia hanya melambaikan tangan persis seperti waktu aku latihan di gelanggang."
"Terkilir di kakimu ternyata merambat ke otak juga," ledek Heath. "Jelas-jelas itu hanya mimpi yang diambil dari sebagian kejadian yang kau alami dengan semua inderamu. Wajar kau melihatnya lagi, Poppy."
"Tapi, ini terasa aneh, Heath," kata Poppy lalu mendesis merasakan kakinya agak nyeri.
"Masih sakit?" Heath mendudukkan diri ke pinggiran kasur dan menyibak selimut yang menutupi kaki jenjang Poppy. "Akan kukompres lagi. Tunggu di sini."
Heath beranjak tuk mengambil baskom kecil, es batu beserta selembar kain. Tak berapa lama dia kembali saat Poppy tenggelam dalam lamunannya. Heath menghela napas membiarkan Poppy bergelut bersama bunga tidur, sementara tangannya begitu cekatan membuka balutan.
"Argh!" Poppy berjingkat kaget ketika Heath menggerakkan pergelangan kakinya. "Kau gila apa! Itu sakit!"
"Berarti sarafmu masih lebih waras daripada otakmu," balas Heath mengompres kaki Poppy dengan es batu yang dibalut kain. "Aku tahu kau memikirkan mimpimu itu kan?"
"Karena tidak sekali, Heath."
"Karena kau selalu sibuk mencari jawaban di saat hal itu tidak semestinya kau pikirkan dalam-dalam."
Mulut Poppy seketika bungkam mendengar penuturan Heath. Dia memang benar. Tapi, sisi lain dalam dirinya selalu bertanya-tanya bagai menyeret Poppy dalam labirin-labirin tuk memecahkan teka-teki. Tentu saja potongan gadis itu tidak datang tanpa alasan, melainkan pasti ada pesan tersirat yang hendak disampaikan.
Apa aku berubah jadi anak indigo? pikir Poppy membayangkan dirinya jadi ghost hunter.
Dia bergidik ngeri mengelak imajinasi sebagai manusia spesial yang diberi kemampuan lebih. Apabila boleh memilih, lebih baik Poppy diberi penglihatan super supaya bisa tahu di mana si bajingan Joey menyimpan kartu debet juga kredit dan kunci mobilnya. Dia tidak butuh pemandangan pangkal paha pria sebab milik Heath sudah pasti berada di peringkat teratas. Tidak ada yang bisa mengalahkan itu Heath.
Iris cokelat Poppy diam-diam memerhatikan Heath begitu telaten membalut ulang kaki kanannya. Beberapa kali lelaki itu memeriksa apakah kain elastis yang dibebat itu terlalu erat atau longgar.
"Keduanya tak masalah, asal bisa masuk,", kata Poppy diiringi seringai penuh arti.
"Itu hal ambigu yang terlintas dari bibirmu." Heath mengambil pengait kecil dan memasangkannya ke lapisan paling atas kain elastis sebagai pengunci. "Otakmu agak korsleting juga kah?"
"Pikiranmu yang terlalu mesum," cibir Poppy manakala Heath membereskan peralatannya. "Hei, Heath!" Dia menarik kaus yang dikenakan lelaki itu.
"Ehm..." Poppy menghindari tatapan Heath sebab malu bila mengutarakan keinginan yang menggebu-gebu tanpa permisi dahulu.
Apa sekarang aku sedang masa ovulasi? Moodku naik turun tak karuan.
"Kalau tidak ada permintaan, aku--"
"Fuck me, Heath!" pinta Poppy dalam intonasi cepat. Sorot matanya merangkak naik tepat ke dalam iris abu-abu gelap Heath. "Just...fuck me."
Otaknya benar-benar error, batin Heath.
"Fuck me, Heath. Fuck me like we never meet again," pinta Poppy penuh harap.
Heath menempatkan baskom di atas meja lalu berjalan anggun menuju sofa kecil di depan kasur sebagai kursi baca. Mendaratkan pantat dan merentangkan lengan juga kaki, Heath memutar leher merenggangkan ketegangan selepas menyaksikan pertandingan bola.
Seulas senyum miring tercipta di bibir Heath manakala iris Heath tertuju ke arah gadis itu. Dia menelengkan kepala menilik Poppy dari atas ke bawah lalu berkata lirih,"Walk like a dog," perintah Heath tanpa basa-basi.
"What?" Bibir Poppy serasa menyentuh karpet kamar Heath. Bola matanya mencuat tak percaya mendengar penuturan Heath yang tak sopan.
"Why? You scared?" Heath menaikkan sebelah alis memandang remeh Poppy.
"Why should I?" tantang Poppy.
"Then do it."
***
Baca bab 21 hanya di karyakarsa ya. Bab berisi smut scene nggak aku publish di sini.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top