Voucher Liburan ke Kekaisaran Tobleroland

"Voucher berlibur di perpustakaan magis?"

Aku menatap ke arah adikku, Surti dengan tatapan tak habis pikir. Dahiku mengerut, mempertanyakan apa arti selembar kertas yang diberikannya padaku tadi. Selembar kertas yang bentuknya sangat mirip dengan kupon acara jalan sehat.

"Yup," ucap Surti. "Aku akan memberikan voucher itu pada Kakak, asalkan Kakak tidak terus menjadi oposisiku," lanjutnya yang memang sedang mencalonkan diri sebagai ketua BEM di universitasnya.

"Persetan dengan itu." Aku menempelkan voucher itu ke dahinya yang berminyak. Dia menggerutu sebal. "Menjadi oposisimu adalah suatu kehormatan. Sayangnya, tidak semua orang tahan menjadi oposisi. Pacarmu tidak tahan menjadi oposisi. Kalau jadi oposisi, tidak bisa berhubungan mesra lagi."

"Nyenyenyenyek!" Surti meledekku. Gadis kecil itu bahkan sampai memeletkan lidahnya.

Aku tertawa.

"Benar," ucap Surti setelahnya. Dia melepaskan kertas voucher yang menempel di dahinya. "Begitu pula dengan alumni universitas yang jadi pengangguran. Tidak semua alumni itu tahan menjadi pengangguran. Kakak tidak tahan menjadi pengangguran."

Setelah mengatakan itu, dia mengambil telapak tanganku dan menaruh voucher itu atasnya. Baru selepas itu dia langsung berlari meninggalkan kantin Budhe Dora. Meninggalkanku dalam kondisi mulutku yang menganga dengan ekspresi seperti orang bodoh.

Aku kembali membaca isi voucher tersebut.

Rupanya, perpustakaan magis yang dimaksud adalah perpustakaan universitas. Dalam helaan napas, aku memasukkan voucher itu ke dalam kantung celana dan pergi meninggalkan kantin Budhe. Tenang saja, aku dan Surti sudah membayar makanan tepat setelah memesan. Aku pun berjalan menuju perpustakaan itu sambil men-scanning barcode yang ada di voucher dengan menggunakan aplikasi QR Reader di ponsel.

Barcode itu membuat layar ponselku menampilkan sebuah halaman web.

'https://ayolibur.com'

Aku mengernyit. Ini bukan web phising, 'kan, kayak undangan nikah file APK? pikirku.

Halaman web itu hanya menampilkan layar berwarna hitam yang berisi daftar katalog buku di perpustakaan universitas. Saat aku iseng memencet salah satu tulisan kode buku, muncul dialog box yang berisi peringatan. Kedua mataku menyipit saat membaca peringatan dalam dialog box yang tulisannya sekecil harapanku untuk dapat pekerjaan itu.

'KODE BUKU HANYA BISA DIAKSES SETELAH MENGISI DAFTAR HADIR DI PERPUSTAKAAN'.

Walaupun tulisannya kecil, hurufnya kapital semua. Persis seperti isi chat orang yang sedang marah.

Aku pun masuk ke dalam perpustakaan universitas. Seorang laki-laki Jepang yang berjaga di meja pustakawan membungkukkan badan saat aku lewat. Akhirnya, aku balas membungkukkan badan. Entah mengapa, rasanya seperti berada dalam novel 'Kafka on the Shore' saat tokoh utama bertemu dengan pustakawan. Bedanya, pustakawan yang ini lelaki tulen.

"Hello, my name is Kodai Naraoka. Please fill the attendance list." Pustakawan itu mengarahkanku untuk mengisi daftar hadir manual di dalam sebuah buku.

"Siap, Bang." Aku mengisi namaku di daftar hadir tersebut. "Tapi, Bang, apakah voucher ini benar-benar berlaku di perpustakaan ini? Maaf, Bang. Saya tidak bisa berbicara bahasa Inggris, tetapi kalau mendengarkan saya paham," jelasku sambil menunjukkan voucher liburan tadi padanya.

Dia meneliti voucher-ku. Kepalanya mengangguk-angguk. "Wait a minute," ucapnya.

Setelah itu, dia sibuk dengan komputer ala kasir yang ada di mejanya. Sementara itu, aku menatap ke sekeliling perpustakaan. Entah mengapa sama sekali tidak ada yang berbeda dari perpustakaan ini selain pustakawannya yang kini adalah orang Jepang.

"Miss Aleysha, have you already scan barcode on the voucher?" tanya pustakawan Jepang tadi. Artinya, apakah kamu sudah scan barcode yang tertera di voucher-nya?

Aku mengangguk.

"It connects to website page. Because you have already filled the attendance list, you can access the book code in catalogues list. Enjoy your free magical holiday experience. Arigatou gozaimasu."

Pustakawan itu mengakhiri ucapannya dengan membungkukkan badan. Aku balas membungkukkan badan, lalu berjalan-jalan di dalam area perpustakaan.

Aku menatap layar ponselku, lalu melihat-lihat judul buku yang tertulis bersama kode bukunya. Tak lama kemudian, aku menemukan salah satu judul buku fantasi yang menarik. 'Tobleroland'. Aku pun memencet tulisan kode bukunya, XT-00934.

Tiba-tiba, pemandangan perpustakaan berubah menjadi sebuah negeri dongeng. Negeri itu seperti Venesia, kota di atas air yang terkenal dengan keromantisannya. Namun, aku pernah menonton di berita bahwa air di Venesia mengering. Mengingatnya, aku jadi merasa seperti dunia ini sudah membangkitkan kembali keindahan Venesia.

Apakah tidak ada tour guide di sini? batinku. Aku pun mengingat-ingat nama pustakawan tadi.

"Bang Kodai, are you here?" tanyaku dengan suara sekeras mungkin sembari celingak-celinguk.

"HIDUP RAJA PADERI! HIDUP!"

Aku menoleh ke sumber suara. Tak jauh dari jembatan kayu yang kupijak, terlihat sebuah gondola (perahu dayung tradisional Venesia). Pada gondola tersebut terdapat ukiran emas yang mengilap diterpa cahaya matahari. Tepat di dalam gondola itu terdapat singgasana biru tua dengan ukiran emas yang diduduki oleh sosok pria berpakaian bak Raja Eropa. Pakaiannya didominasi warna yang senada dengan singgasananya.

Pria itu tersenyum jumawa. Dia berdiri dari singgasananya dan menyapa para rakyat yang bersorak-sorai di pinggir kanal. Walaupun senyumannya jumawa dan menyiratkan kebanggaan besar terhadap diri sendiri, lambaian tangannya terkesan hangat dan bersahabat.

Bagaimana caranya aku bisa keluar dari dunia ini? Sial, aku belum sempat bertanya pada Surti, pikirku.

***

Aku masih bertanya-tanya, siapa itu Raja Paderi?

Untuk mendapatkan jawabannya, aku bertanya pada salah satu pedagang di kawasan pasar yang agak jauh dari kanal.

"Sepertinya, Nona benar-benar turis dari negeri asing," ucap pedagang tersebut sembari menata apel berbagai warna di atas meja dagangannya dari keranjang bambu. Ada apel merah, hijau, kuning, bahkan ada pula yang warnanya biru dan ungu. "Tobleroland adalah kekaisaran besar di timur Pulau Robretos, yang dipimpin oleh Kaisar Yugonias Albertquequedoz. Kekaisaran ini dibagi menjadi beberapa kerajaan," lanjutnya.

Aku mencerna dengan pemahamanku sendiri, menghubungkan penjelasan pedagang tadi dengan pengetahuan tentang sistem negaraku. Kalau kekaisaran adalah suatu negara, berarti mungkin kerajaan adalah wilayah setingkat provinsi. Artinya, Raja Paderi ini memanglah semacam gubernur yang memimpin wilayah setingkat provinsi tersebut.

"Kekaisaran Tobleroland memiliki banyak kerajaan, tapi ada tiga kerajaan terbesar yang dipimpin oleh tiga raja terkenal. Sekarang, rumornya tiga raja itu akan mengikuti pemilihan kaisar. Yang memilih adalah rakyat," jelas Nyonya Pedagang.

Aku mengangguk-angguk. Negara yang aneh, pikirku. Rupanya, sistem kekaisaran di negara ini menerapkan sistem demokrasi. Namun, seketika aku terkesiap.

"Apakah ketiga raja itu adalah keturunan kaisar, makanya bisa mengikuti pemilihan?" tanyaku pada Nyonya Pedagang.

"Tidak, Nona. Ketiga raja itu berasal dari rakyat biasa," jawab Nyonya Pedagang. "Tobleroland menerapkan sistem di mana seseorang yang memiliki kemampuan dalam memimpin itulah yang akan dijadikan sebagai calon pemimpin, terlepas dari kekayaan dan kelas sosialnya," lanjutnya.

Setelah itu, aku mengetahui bahwa ketiga kerajaan besar yang diceritakan tadi adalah Kerajaan Rigelsophiev yang dipimpin oleh Raja Paderi di bagian pusat kekaisaran, Kerajaan Le Tournesol yang dipimpin oleh Raja Gashï dan Kerajaan Levantèr yang dipimpin oleh Raja Pajaruv. Raja Paderi terkenal sebagai raja yang berpengetahuan luas karena gemar membaca.

Sementara itu, Raja Gashï terkenal dengan kemampuannya dalam seni lukis dan arsitektur. Hampir semua bangunan ala negeri dongeng dan sistem tata kota di Kerajaan Le Tournesol adalah hasil rancangannya dan anak-anak buahnya yang merupakan arsitek terkemuka di Tobleroland. Terakhir, Raja Pajaruv adalah raja yang paling ramah terhadap rakyat dan lingkungan. Konon kabarnya saat Raja Pajaruv tersenyum, kedua matanya juga akan ikut serta.

Nyonya Pedagang meminta seorang pendayung gondola untuk membawaku jalan-jalan. Akhirnya, aku menaiki gondola itu setelah diantar Nyonya Pedagang dan si pendayung dengan menggunakan kereta kuda ke tepi kanal. Katanya, tepi kanal itu adalah perbatasan antara Kerajaan Rigelsophiev, Kerajaan Le Tournesol dan Kerajaan Levantèr.

Woah, ini benar-benar liburan yang menyenangkan, batinku saat melihat pemandangan dari atas gondola. Rumah susun berwarna-warni, pohon-pohon rindang, burung-burung yang berterbangan di atas langit cerah berawan putih bak kapas. Angin menyapu kulitku dengan lembut.

"Angin yang kau rasakan ini adalah angin dari timur, tempat di mana Kerajaan Levantèr berada," ucap pendayung sembari terus mendayung air kanal yang jernih. "Namun, aku akan membawamu ke Kerajaan Le Tournesol. Raja Paderi, Raja Gashï dan Raja Pajaruv semuanya berkumpul di taman istana Raja Gashï. Turis asing harus menunjukkan diri di hadapan mereka, itu aturan khusus untuk turis asing yang menyentuh batas tiga kerajaan."

Sesampainya di Kerajaan Le Tournesol, aku dibawa oleh para prajurit militer untuk menemui tiga raja di taman istana Raja Gashï. Jantungku berdebar-debar saat menaiki kereta kuda menuju istana tersebut.

"Nona, kemarilah."

Suara lembut Raja Paderi menyambutku dari sebuah meja bundar berhiaskan kristal di taman istana Raja Gashï. Sang Raja duduk bersama dua raja lainnya, Raja Gashï dan Raja Pajaruv. Aku membungkukkan badan dengan hormat sebelum duduk bersama mereka. Mereka tertawa hangat.

Ada ayam kalkun, caviar, jus alpukat, seblak, bakso, mie ayam dan pizza, batinku mengabsen berbagai makanan dan minuman yang ada di atas meja.

Baru saja aku mau makan, tiba-tiba pemandangan di sekitarku berubah menjadi perpustakaan universitas lagi. Aku kembali ke tempat semula, kulihat voucher-ku sudah robek di bagian barcode-nya.

Sial, kenapa harus saat aku mau makan? batinku kesal. Aku mencoba membuka kembali website ayolibur.com yang masih ada di bagian history google-ku, akan tetapi website tersebut sama sekali tidak bisa diakses lagi.

"Bang Kodai, voucher-nya robek di bagian barcode." Aku menunjukkan voucher-ku pada pustakawan.

Pustakawan meneliti voucher-ku. Setelah itu, dia membungkukkan badan.

"I'm sorry, your voucher is expired. Thank you for experiencing our magical holiday, if you want to enjoy our holiday again, you can pay 1 billion dollar," ucap pustakawan.

"Mahal sekali, Bang," ucapku.

Walaupun terasa hanya sebentar, setidaknya aku sedikit puas dengan liburanku. Ini saatnya untuk kembali ke dunia realita. Dunia yang penuh dengan nepotisme alias 'ordal-ordal' menyebalkan.

Ya. Saatnya kembali menjadi pengangguran. Cari kerja itu susah.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top