Testimoni Juri(g) 1

1. Deadly Passion Cafe: 72

Genre komedi dalam cerita ini punya porsi yang pas, mengangkat tema yang sesuai sama keluhan para pengangguran di Indonesia. Resolusi ending juga cukup plotwist. Bisa aja kepikiran pakai konsep halu jalur cafe, wkwk. Cakep, sih. 

Tapi untuk obrolan antar karakter kurang terkesan natural. Soalnya kelebihan dialog pingpong tanpa menjelaskan lebih lanjut 'aksi'-nya. Ditambah kebanyakan interjeksi yang mengakibatkan tanda (,) bertebaran. Kalau bisa, harap diminimalisir. Selebihnya, kaidah kepenulisan udah bagus banget. 

Semangat. Makasih buat humornya, aku jadi terhibur🙏

2. Liburan Nekat: 76

Sepanjang baca cerita ini, bisa dibilang aku menikmati. Sesuai judulnya, mereka nekat banget liburan memasuki buku demi buku Harry Potter. Aku suka gaya penuturan yang menjelaskan segala bahasa asing melalui narasi. Oke, pertahankan. Terus, saat bata-bata membuka jalan untuk mereka masuk ke Diagon Alley cukup memukau. Suka tingkah jahil si MC waktu menukar tongkat Toni, sehingga mereka gak kehilangan informasi tentang dunia fiksi itu.

Pembukusan ceritanya menarik dengan building world yang detail. Kelihatan kalau riset dengan serius. Tapi setelah keluar dari Toko George, alurnya cukup kacau. Karena building world cerita ini luas, ada banyak informasi yang dituangkan. Nah, akibat informasi itu dijelaskan secara tiba-tiba dan membludak, sulit untuk mengikuti petualangan mereka. Mungkin Penulis memang sengaja bikin liburan mereka sat set sat set, tapi perlu penyesuaian antara perpindahan tokoh dari buku satu ke yang berikutnya.

Sepanjang baca ceritanya juga aku gak menemukan nama MC (tolong dikoreksi kalau salah) soalnya, yang kutemukan cuma 'aku, aku dan aku', sedangkan nama peran sampingan justru dicantumkan. Terlalu banyak kata 'aku dan nya' yang sebenarnya gak perlu/bisa diminimalisir. Penulis juga pengin pakai dialog semi formal, tapi yang kutangkap malah ada semi formal dan formal. Beberapa penuturan kalimat juga masih rancu, sehingga penguraian makna gak bisa dicerna dengan baik. Kalau untuk kaidah kepenulisan udah bagus, cuma perlu dibenahi penggunaan tanda apostrof.

3. X-liday Beyond Her Wildest Dreams: 70

Alur cerita ini cukup klise, membahas tentang pekerja yang dikasih liburan gratis sama CEO. Meski begitu, cara pembungkusan liburannya unik. Alih-alih menjelaskan liburan ke Zurich sebagai tujuan utama, pembaca justru diarahkan liburan jalur mimpi. Sayang banget, hanya 'sedikit' pembahasan dalam mimpi tersebut, sehingga kurang berkesan. Padahal itu yang diharapkan, tapi justru malah dominan membahas konflik antar karakter.

Narasinya rapi dengan gaya bertutur mengalir dan deskriptif. Suka banget, apalagi porsi dialognya pas. Cuma ... ada banyak kesalahan; mulai dari kata baku yang typo, penempatan konjungsi, tanda baca, elipsis, serta kaidah kepenulisan lainnya. Lebih jelas lagi bisa langsung dilihat komentar di lapak ceritanya, ya.

4. Liburan di Isekai: 74

Gaya penuturan yang bagus, kepenulisan juga udah rapi. Aku suka konsep liburan versi cerita ini. Meski banyak karya mengusung tema isekai, tapi Penulis mengemas cerita dengan apik lewat tiket wisatawan gim buat menemui husbu yang modar.

Yang aku harap di cerita ini, hubungan antar karakter bisa lebih digali. Soalnya, keberadaan Asmoran dan Clarance yang notabene husbu-nya gak berkesan apa-apa. Malah lebih bagus kontak fisik dengan Alkaid. Konflik di dalam gim juga kurang menjelaskan petualangan Elise sampai bisa ketemu Clarance (padahal ini tujuan utama Elise ke Godheim).

Mereka ketemuannya justru tiba-tiba di tengah jalan. Sebenarnya gak apa-apa, tapi butuh 'penghantar' biar scene ini berkesan. Padahal, waktu penulis menjelaskan tentang Magi Tower sempat buat penasaran. Bakalan menantang kalau Elise ke sana dengan taktik entah apalah, biar identitas sebagai penyihir palsu gak terkuak. Sayang, Magi Tower sebagai tempat semenarik itu cuma tempelan belaka. Tapi alurnya bagus, kok, eksekusinya aja yang kurang matang.

5. Voucher Liburan Ke Kekaisaran Tobleroland: 85

Abis resensi ini, aku mau OTW cek pranala https://ayolibur.com, wkwk. Sub genre komedinya lumayan terasa, walau di awal cerita terlalu banyak pengulangan kata saat berdialog.

Mungkin, Penulis pengin bikin karakteristik bahwa begitulah sikap Surti saat berbicara tentang 'oposisi', tapi yang bikin gak enak dibaca waktu si Aleysha juga ikutan bicara begitu pas bahas tentang 'pengangguran'. Kesannya jadi kayak dua orang punya gaya ngomong sama. Sebenarnya gak akan kelihatan aneh kalau ada penjabaran si Aleysha sengaja mengikuti gaya ngomong Surti.

Juga, saat obrolan Naraoka dan Aleysha agak catlog. Its okay di situ Aleysha bilang kalau dia ngerti bahasa Inggris, tapi gak bisa ngomong Inggris. Hanya saja, kenapa gak ada semacam 'media' yang buat Aleysha pas bicara bahasa Indonesia bisa dimengerti (di sini langsung aja ngomong tanpa penghantar itu). Soalnya kalau pada dasarnya Naraoka langsung paham ucapan Aleysha tanpa sebuah media, kenapa dia juga gak ngomong pakai bahasa Indonesia aja? Apalagi ada dialog Naraoka yang kamu taruh translatenya, ada yang enggak. Bahasa Inggris memang umum dan dikenali, tapi seharusnya kalau udah kendung taruh artinya di satu dialog, cantumkan aja semuanya juga. Jangan setengah-setengah. Kalau untuk kaidah kepenulisannya rapi, no comment.

Konsep isekai di cerita ini juga anti-mainstream; memadukan antara website, voucher, perpustakaan dengan nuansa sains-fantasi. Aku terkagum sama gimana penulis menjelaskan cakupan building world yang luas antar tiga kerajaan. Itu beneran detail,asli. Sampai latar belakang setiap kerajaan dan karakteristik masing-masing raja juga dapat kebagian. Berasa setiap wilayah punya keunggulan, sementara pemimpinnya punya karisma masing-masing.

Keren pokoknya, kamu bisa memberikan detail yang luas dalam jumlah kata yang singkat.

Saat Aleysha dikembalikan ke negeri asalnya juga gak terkesan dipaksakan. Momen yang tiba-tiba itu justru punya nuansa komedi, di samping menyadarkan pembaca, "Udah, ya, jangan ngehalu mulu. Mari kembali pada kenyataan yang

suram."Sekian. 🙏💀

6. Singgah dan Rela: 77

Penulis menunjukkan latar dalam cerita ini sangat detail, dan benar-benar menggambarkan suasana Medan sebenarnya; mulai dari bapak-bapak yang suka maksa naik angkot, sampai anak yang

ugal-ugalan di jalanan. Aku tahu ini, soalnya pas resensi bareng temanku orang Medan juga, dan caramu bertutur katanya sesuai banget sama kenyataannya, wkwk. Cakep, sih.

Perasaan Ilham juga walaupun terkesan kekanakan, tapi memang digambarkan sesuai karakteristik. Hanya saja, tujuan Ilham ke kota Medan dan hasil dari perjalanan gak sesuai harapan awal. Di awal dijelaskan kalau ke kota Meda buat belibur sekaligus menyatakan perasaan, tapi agak gimana gitu kalau si Ilham ke sana cuma buat pergi ke resto doang untuk nembak Asel.

Apalagi kalau udah ditolak pastilah si Ilham gak mood liburan lagi. Jadi, bisa kutarik kesimpulan si Ilham cuma buang-buang duit ke Medan. Alhasil, tema liburan di cerita ini kurang. Lebih setuju sama sudut pandang Asel, kalau liburan ke Berastagi aja sebagai daerah legendaris dan maskot utama Medan. Terlepas dari itu pesan yang ingin disampaikan penulis di akhir sangat terasa.

Catatan:

-Paragraf dipisah jika konteksnya udah beda, sementara di sini ada beberapa paragraf yang masih disambung.

-'Tak' ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya/adjektif.

Contoh: Takpercaya, takperlu.

-'Pun' ditulis terpisah kalau bukan merujuk pada konjungsi.

Contoh 'pun' dipisah: itu pun. Contoh 'pun' disambung: ataupun.

7. Impian Kecil: 70

Cerita ini menarik sebetulnya, andai cara penuturan bisa lebih rapi. Apalagi waktu menjelaskan kalau tiket si MC buat pergi ke ibu kota sengaja ditukar untuk liburan ke dunia peri, kemudian diperlakukan dengan istimewa di sana. Gambaran dunianya sangat mendukung nuansa dunia peri yang dicantumkan. Pesan moral tentang manusia yang gak selamanya buruk dari sudut pandang si peri juga unik.

Sayang, cerita ini banyak typo dan poin emas yang kujelaskan tadi, justru dituangkan hanya di akhir. Padahal, kejadian saat dia menyelamatkan peri itu bisa ditulis di awal-awal cerita, untuk 'mengiring' pembaca ke alurnya. Sebab kalau dijelaskan sepenggal begitu, kesannya kayak tiba-tiba dan terlalu dipaksakan dari genre SoL, tiba-tiba berubah jadi fantasi.

Ada banyak narasi dalam cerita ini yang seharusnya bisa dijadikan dialog, biar setiap tokoh bisa 'memegang' dalam karakter masing-masing.

Soalnya jujur aja, bahkan si MC yang punya peran penting sangat kurang penguatan karakternya.

Ada banyak tanda (,) dalam kalimat yang salah diterapkan juga.

Beberapa kaidah kepenulisan masih perlu dibenahi; 

-Dalam EYD V unsur gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah, seperti 'ibu kota'. Bukan 'ibukota'.

-'Namun' hanya bisa ditulis di awal kalimat, diikuti (,). Bukan digunakan sebagai konjungsi.

-'Sedangkan' kalau ditulis sebagai konjungsi harus diikuti (,).

- Aku masih menemukan huruf kecil setelah tanda (?), meski ada juga yang pakai huruf kapital.

-'Nona' ditulis kapital, karena merujuk kepada panggil orang, kemudian diikutin (,). Jadi, bukan 'Maaf nona', tapi 'Maaf, Nona'.

-'Tak' ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya/adjektif.

Contoh: Takperlu. 

8. Rumah Buyut: 98

Wah wah, ini adalah cerpen yang paling kunikmati mulai dari alur dan kaidah kepenulisan. Pokoknya udah komplit cakep. Meski bisa dibilang aku termasuk kategori yang kurang membaca genre serupa, cerita ini justru memberikan nuansa baru dan aku suka.

Awal pembukaan cerita, langsung disuguhkan konflik yang terjadi. Itu bagus buat menarik atensi orang-orang buat lanjut membaca ceritanya.

Liburan dengan alasan karena depresi akibat pekerjaan juga membuat cerita ini 'menjual', meski dengan latar sederhana. Tapi di situlah keunggulannya.

Pertanyaan-pertanyaan di awal, dijelaskan dengan mengalir seiring membaca cerita. Aku juga seolah beneran masuk dalam cerita ini waktu si MC belibur ke rumah Buyut dan disuguhkan dengan betapa nyamannya tinggal di desa, walau dengan hidup sederhana.

Suka banget pokoknya aaaa, dan cerpen ini jadi penutup terbaik untuk tema liburan. Gak heran kamu mengumpulkan paling akhir, pasti membuat ceritanya dengan matang.

Cuman ada yang perlu di benahi;

-Sesuai EYD V, unsur kekerabatan ditulis kapital kalau merujuk langsung, kecuali gak merujuk.

Contoh merujuk: Nenek, Buyut

Contoh gak merujuk: saudaraku, guruku, ibuku

-Kalau ada penyebutan dua angka dan seterusnya, ditulis langsung '45', bukan 'empat puluh lima'. Kecuali satu angka, bisa penyebutannya 'berusia empat tahun'.

-'Tak' ditulis serangkai dengan bentuk dasar yang mengikutinya/adjektif.

Contoh: 'Taklagi' bukan 'tak lagi'. 'Taklama' bukan 'tak lama'.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top