Liburan di Isekai

Di ruang tamu yang gelap, seorang perempuan sedang menangis tersedu-sedu. Di tangannya ponsel hitam menampilkan sebuah tulisan menyakitkan, lalu ketika disentuh tampilan di layar ponsel berganti. Kini di sana muncul gambar tokoh utama laki-laki dari game otome yang ia mainkan serta suara berbahasa Jepang. Makin lama tangisan perempuan itu makin menjadi. Ending dari cerita husbu dua dimensinya ternyata berakhir menyedihkan.

"Clarence," ucap Elise lirih seraya mengusap air mata yang membasahi pipi.

Setelah tampilan layar kembali berubah ke menu utama game otome berjudul Lovebrush Chronicles, cepat-cepat tangan Elise menekan ikon home dan mencari aplikasi WhatsApp. Kali ini yang dicari adalah kontak Naru. Jempol perempuan itu mengetik kilat.

Naruuu, kau harus cepat menamatkan story Lars. Sekarang, aku mau menangisi Clarence dulu.

Setelah mengirim pesan, Elise memutuskan untuk pergi ke kamar. Perasaannya sudah tidak karuan lagi, sebab baru kali ini cerita utama dari husbunya berhasil membuat perempuan itu menangis. Ia berpikir jika dirinya memilih tidur, esok pagi perasaannya akan kembali ke semula. Namun, alih-alih terpejam, Elise justru kepikiran deadline cerpen bulanan Montaks.

"Ah, benar, liburan. Aku ingin ke Godheim dan menemui Clarence."

~o0o~

Meski dalam keadaan mata terpejam, Elise bisa merasakan semilir angin menerpa tubuhnya. Aroma rumput basah tertangkap indera penciumannya, lalu suara kicauan burung dan air terjun yang menenangkan terdengar. Rasanya seperti mimpi, apalagi kini kulitnya bisa merasakan basah dari tempat yang ia tiduri.

Lantas, Elise segera membuka mata. Mengira bahwa ia mengompol, tetapi yang dilihat pertama kali justru membuatnya membelalak. Perempuan itu tidak lagi berada di kamarnya, melainkan di tempat terbuka dengan pohon-pohon. Tempat ia tertidur saat ini adalah hamparan rumput basah terkena embun pagi. Ketika menatap langit, matanya bisa melihat burung-burung beterbangan menuju pohon di belakangnya.

Elise mengernyit, ekspresi kebingungan terpancar di wajah. Kemudian ia memilih untuk duduk dan membersihkan pakaian bagian belakang. Namun, belum sempat menepuk-nepuk pakaiannya, lagi-lagi perempuan itu membelalak. Saat ini, Elise tidak lagi memakai piyama, tetapi gaun pendek selutut berwarna putih dipadu dengan rompi biru muda. Tak lupa jubah hitam disertai corak biru tua. Elise juga memakai stoking dan sepatu boots hitam. Tampilannya saat ini mirip penyihir di dalam game otome yang semalam ia mainkan.

"Ini mimpi, kan?" tanya Elise pada dirinya sendiri.

Suara notifikasi muncul, membuat Elise menoleh ke sana kemari mencari ponselnya. Sungguh mengejutkan ketika ia menemukan ponselnya berada di dekat akar pohon yang mencuat. Dari layar ponsel tersebut, ia bisa membaca sebuah pesan yang bertuliskan:

Wisatawan 0324, Elise.

Tempat wisata: Godheim

Selamat berlibur!

Elise kembali mengernyit, jelas yang dilihatnya seperti tiket ala-ala tiket emas cokelat Willy Wonka di film. Kemudian perempuan itu mengedarkan pandangannya, memperhatikan lingkungan yang sekarang menjadi tempatnya berpijak. Lalu, demi memastikan bahwa matanya tidak salah lihat, ia kembali membaca pelan-pelan tiket di layar ponselnya tersebut.

"Hah, Godheim? Aku ke isekai!" pekiknya.

Normalnya, ketika seseorang terlempar ke isekai, mereka akan kebingungan dan mencari cara untuk kembali. Namun, Elise berbeda. Keinginannya untuk ke Godheim demi husbu justru membuat perempuan itu malah senang. Di tengah euforianya, muncul notifikasi lain. Kali ini layar berubah menjadi peta Godheim, menampilkan satu panah yang menunjukkan posisi dirinya saat ini. Elise ternyata berada di hutan sebelah timur Imperial City.

Elise memeriksa setiap inci peta itu, lalu menyadari bahwa ada fitur tempat-tempat populer. Jempol perempuan itu menekannya, kemudian muncul panah-panah berwarna biru di berbagai tempat. Salah satunya adalah Central Plaza, letaknya di tengah-tengah Imperial City dekat dengan istana kekaisaran.

Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Elise memutuskan untuk pergi ke Central Plaza. Sebab Elise tahu jika ia mencari husbunya terlebih dahulu, ia bisa dicurigai dan berakhir tidak sesuai ekspetasi.

"Saatnya menikmati liburan di isekai dan lupakan ending tragis sialan itu."

~o0o~

Perjalanan menuju Central Plaza memang cukup memakan waktu, sebab ketiadaannya transportasi umum seperti di dunia modern membuat Elise harus jalan kaki. Sepanjang jalan, perempuan itu menyadari bahwa Godheim tidak tertutupi salju seperti di cerita utamanya. Justru ia bisa melihat pohon-pohon tumbuh sehat, rerumputan hijau sejauh mata memandang, serangga dan burung-burung yang beterbangan, serta segarnya udara pagi tanpa salju. Ini benar-benar seperti harapan semua tokoh di Lovebrush Chronicles.

Tatkala Elise memasuki gerbang yang melindungi Imperial City, tiba-tiba langkahnya terhenti. Mata perempuan itu terpaku pada satu orang yang berdiri tak jauh darinya, lantas tanpa pikir panjang ia berlari ke sana.

"Alkaid!" seru Elise.

Lelaki berambut pirang dengan pakaian khas penyihir Godheim menoleh. Raut wajahnya jelas kebingungan. Telanjur berteriak memanggil Alkaid, Elise lantas berpura-pura menjadi warga lokal yang mengenal lelaki itu dan menanyakan sebuah tempat.

"Eh, i-itu ... maaf jika aku tiba-tiba memanggilmu. Namaku Elise. Kau pernah membantuku dulu, terima kasih."

Alkaid tersenyum hangat, persis seperti di otome game-nya. Salah satu dari male lead serta satu-satunya tokoh yang Elise akui sebagai the most soft boy in LBC. "Tidak apa-apa. Apa kau penyihir baru?"

Elise mengernyit, lalu hendak menggeleng, tetapi diurungkan karena teringat pakaiannya yang mirip penyihir dari Magi Tower. Sontak saja ia kebingungan sendiri untuk menjawab. Masalahnya, Elise bukanlah penyihir Godheim, melainkan orang dari dunia lain.

"Kalau kau butuh bantuan, aku akan membantu," ucap Alkaid lagi masih disertai senyuman hangat.

Wah, husbunya Naru ternyata sebaik ini, batin Elise.

"Alkaid, aku ingin berkeliling Imperial City. Apa kau bisa membantuku? Aku takut tersesat," pinta Elise.

Padahal sebenarnya, Elise sedang menyembunyikan fakta bahwa ia tidak mengelak ketika ditanyai Alkaid soal penyihir baru. Untung saja lelaki itu setuju, jadi mereka berdua berjalan mengelilingi Imperial City. Sesekali Elise bertanya tentang nama-nama bangunan dan tempat makan enak di sana. Secara tidak langsung meminta Alkaid untuk menjadi tour guide-nya.

Alkaid mengajak Elise menuju Market, tempat di mana banyak makanan enak dan harga miring dijual. Tenda-tenda pedagang memenuhi jalanan, para pedagang saling bersahutan mempromosikan dagangan mereka. Meski Elise ingin membeli makanan di sana, ia ingat jika dirinya tidak punya uang. Terlebih lagi, perempuan itu tidak tahu mata uang Godheim. Dalam game-nya saja tidak ada yang pernah menyebut mata uang.

Supaya tidak kelihatan bahwa dirinya lapar, Elise cepat-cepat mengajak Alkaid melihat-lihat lagi. Sebetulnya, ingin sekali Elise pergi ke Magi Tower demi memastikan husbunya masih berada di Godheim. Namun, ia memilih membiarkan Alkaid membawanya ke mana pun itu.

"Elise," panggil Alkaid.

"Ada apa, Alkaid?" tanya Elise.

"Maaf, aku harus menemui Archmage dulu. Kau mau menunggu di sini?"

Mendengar pertanyaan Alkaid, sontak saja Elise membeku. Ia tidak salah dengar soal Archmage, itu artinya bencana dalam cerita utama tidak terjadi dan Archmage baik-baik saja.

"Maksudmu Archmage Clarence?" tanya Elise lagi disertai kerutan di dahi.

Alkaid mengangguk, senyum hangatnya masih menghiasi wajah lelaki itu. "Iya, aku baru saja melihat Archmage."

Sebetulnya Elise ingin ikut, tetapi pakaian penyihir ini menghambat dirinya. Kalau ia memaksakan bertemu Clarence, jelas identitasnya sebagai penyihir palsu akan ketahuan. Maka dengan berat hati Elise berkata, "Pergilah, aku di sini saja."

Alkaid mengangguk, lalu berjalan menembus kerumunan. Setelah dirasa lelaki itu sudah cukup jauh, ia pun mengeluarkan ponsel untuk melihat peta Godheim lagi. Jari Elise bergerak memperbesar peta, melihat-lihat setiap tempat yang mungkin bisa ia kunjungi. Tanpa sadar seorang penyihir Noventrate yang paling wajib dihindari menghampirinya. Penyihir itu tersenyum lebar, seekor ular ungu melilit tangan kanannya. Berdesis seolah menyapa Elise.

"Hmm, aku baru pertama kali melihatmu. Kau penyihir baru, ya?" tanya Asmoran, Noventrate yang sering disebut mesum oleh Elise dan Naru acap kali lelaki ini muncul di game.

Elise langsung menatap Asmoran dengan ketus, kemudian berjalan pergi. Sayangnya, hal itu malah membuat Asmoran terus mengikutinya. Berbagai cara Elise lakukan, dari berjalan cepat, tidak menjawab pertanyaannya, bahkan sampai berlari. Asmoran malah kesenangan melihat tingkah Elise.

Kala Elise memilih untuk berlari menyeberang jalan besar tanpa lihat-lihat, ia nyaris saja tertabrak oleh kuda. Orang-orang di sana memekik kaget, sementara Elise kelimpungan hingga jatuh terduduk.

"Harusnya kau hati-hati," ucap si penunggang kuda.

Elise membungkuk sambil mengucapkan maaf, lalu kembali lari ke arah lain. Kaki perempuan itu membawanya berbelok ke dalam gang, ada beberapa tenda jualan yang ramai meski sisanya tutup. Elise awalnya hendak bersembunyi di salah satu tenda yang tutup, tetapi langkahnya terhenti menyadari bahwa Asmoran sudah ada di depannya.

"Beautiful Lady, kenapa kau lari? Padahal aku hanya ingin menyapamu saja," kata Asmoran dengan nada menggoda. Sebaliknya bagi Elise menjijikan.

"Bukan urusanmu." Pada akhirnya demi kembali ke jalan utama, Elise menginjak kaki Asmoran dan langsung berlari.

Seolah kesialannya di Godheim tidak berakhir, kini Elise malah dihadapkan oleh sesuatu yang membuat jantungnya berdegup kencang. Di pertigaan itu, mata cokelat si perempuan beradu pandang dengan mata biru safir milik seorang lelaki yang paling ingin ditemuinya. Wajah lelaki itu datar, seakan-akan semua emosinya lenyap tersedot black hole. Walau begitu, Elise tahu kali ini ia tidak bisa lagi berpura-pura menyembunyikan perasaannya.

"Clarence! Syukurlah kau masih di sini," tukas Elise disertai mata berkaca-kaca.

Perasaan haru dan lega yang bersatu di hati Elise, sebab akhirnya sang husbu ada di depan matanya. Sejak terakhir ia memainkan game itu, kesedihan akan akhir menyedihkan milik Clarence berhasil membuat perasaan Elise kacau. Namun, sekarang tidak lagi.

"Kau siapa?" tanya Clarence masih dengan wajah datarnya.

"Aku---"

Belum sempat mengatakan namanya, notifikasi di ponsel Elise muncul. Lalu, layar jendela keluar dari ponsel dan melayang di depan wajah perempuan itu.

Wisatawan 0324, Elise.

Tiket pulang Anda bisa digunakan sekarang.

Tujuan: Bumi 2023

Melihat isi notifikasi tersebut, lantas Elise memekik, "Hei, aku mau liburanku lebih lama lagi!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top