8. Trio Troublemaker
Hari sudah menjelang sore tapi terlihat lebih gelap daripada biasanya di daerah lembah Yungas dimana jalan El Camino De La Muerte itu terletak. Sebuah area terbuka yang agak luas digunakan oleh penduduk setempat atau pengguna jalan itu sebagai tempat istirahat.
Seperti yang dilakukkan oleh Fang, Gempa, dan Ice. Mereka lebih dahulu tiba dengan Ford Everest yang dikemudikan oleh Fang dan menunggu dua mobil lain dalam konvoi mereka yang tertinggal dibelakang.
-Cklek, cklek, cklek-
Terdengar suara ponsel ketika Fang mengambil gambar selfie dirinya bersama Ice atau meminta bantuan si kembar yang bernetra biru terang itu untuk mengambil foto.
"Sempat-sempatnya Kak Fang selfie." komentar Ice yang baru saja diajak selfie bersama teman kakaknya itu.
"Maklum, Ice. Namanya juga populer. Nanti fans ku kecewa." ujar Fang sebelum bertolak pinggang dan tertawa sendirian. "Aku memang keren...Ahahahahaha."
"Keren kalau dilihat dari Petronas Tower pakai sedotan oleh orang buta yang memakai kacamata hitam di malam hari," komentar Ice dengan bernada jijik melihat narsisnya Fang. "Aku cukup tidur saja, fans ku datang dengan sendirinya... Ngga kayak Kak Fang yang harus narsis foto-foto selfie segala baru bisa jadi populer." tambahnya lagi sebelum melangkah meninggalkan teman kakaknya yang mukanya sudah masam itu.
Sementara Gempa lebih memilih untuk tiduran saja di dalam Ford Everest. Semua pintunya dibuka olehnya untuk membuang berbagai macam hawa dan bau yang aduk-adukkan di dalam mobil yang tak berAC tersebut
Selain itu Gempa juga menemukan bahwa bau badannya yang tidak mandi dengan benar sejauh ini mampu mengalahkan bau badan adiknya, Blaze selepas bermain sepakbola seharian penuh.
Belum urat-urat syaraf Gempa yang terasa hampir putus karena melewati jalanan maut yang nyaris membuatnya jadi headline surat kabar dan media sosial.
"Enaknya kalau mandi sauna," gumam Gempa dengan penuh harapan. "Semoga ada spa nanti di La Paz."
Setelah hampir sejam menunggu, Toyota Fortuner yang dikemudikan Halilintar yang diikuti Mitsubishi Pajero yang dikemudikan Blaze menyusul tiba di area peristirahatan. Kedua pengemudi mobil itu terlihat pucat dan bermandikan keringat dingin.
"Kak Fang tega!" ketus Blaze begitu turun dari mobilnya dengan merengut sebal pada teman kakaknya yang berambut ungu itu. "Masa kita ditinggalin."
"Hey, aku justru duluan biar ketahuan ada rintangan apa lagi di depan kita." sahut Fang dengan nada meyakinkan.
"Lalu ada apa di depan kita?"
"Jalanan berjurang lagi, yang harus kita lalui malam ini." jawab Fang dengan tersenyum manis yang sangat lebar.
"Haaah..." Blaze langsung ambruk dan jatuh terduduk. "Habislah aku..." keluhnya dengan tatapan netra merah terangnya yang hampa.
"Ngga sebaiknya kita menginap dulu, Fang?" tanya Halilintar yang terlihat kurang setuju dengan rencana Fang untuk melanjutkan peejalanan. Jalanan berjurang saja sudah menjadi masalah apalagi jalanan berjurang yang tanpa penerangan lampu jalan.
"Masalahnya tempat ini ngga aman... Kalau kau mau bertemu jaguar lagi sih silahkan." ucap Fang sembari menunjuk pada lereng gunung yang masih ditutupi pepohonan hutan tropis.
Mendengar nama binatang itu disebut, Halilintar langsung mengangguk cepat. "Ah ya, aku setuju, malam-malam pun jadilah kita jalan. Toh jurangnya jadi ngga kelihatan... Ngga ada yang perlu ditakutkan."
Tidak terlihat bukan berarti tidak ada. Dengan sangat hati-hati dan perlahan-lahan Halilintar mengemudikan mobilnya menelusuri jalan El Camino De La Muerte itu. Paling tidak di depannya sekarang ada Mitsubishi Pajero yang dikemudikan oleh Blaze yang bisa dijadikan penuntun.
Untungnya Halilintar tidak memperhatikan dengan jeli, karena yang mengemudikan Mitsubishi Pajero itu bukanlah Blaze, melainkan Taufan.
"Pelan-pelan saja kak, aku yakin Kak Taufan bisa nyetir koq." ujar Thorn memberi semangat. Ia duduk di jok bangku depan mobil Mitsubishi Pajero yang ditumpanginya.
"Yah paling parah kita masuk jurang, terus masuk koran deh." Taufan berusaha mengendurkan ketegangan yang jelas sekali terlihat di wajah Thorn.
"Kita jadi terkenal dong?" tanya si adik dengan polosnya. Thorn membayangkan foto dirinya yang tersenyum lebar terpampang pada halaman depan surat kabar. "Aku jadi populer seperti Kak Fang dan Kak Hali."
"Ya terkenal dan pulang tinggal nama!" Ketus Taufan menyahut adiknya yang gagal paham dan agak telmi itu.
"Ngh... Jangan." desahan dan gumaman Blaze terdengar dari jok yang berada di deretan tengah.
"Bisa-bisanya Blaze tidur ya?" Taufan berujar mengomentari adiknya yang tertidur gelisah dan mengigau di sepanjang jok bagian tengah Pajero itu.
"Blaze pasti lelah. Hampir tiga hari kan dia non-stop nyetir." Thorn memperhatikan raut muka Blaze yang gelisah itu. Ia memundurkan dan membaringkan bangku jok yang didudukinya sampai mendekati Blaze yang tertidur. Dengan perlahan, Thorn mencoba membelai kepala kakak kembarnya itu.
"Hmmm... Thorn..." Kembali Blaze mengigau dalam tidurnya dan wajah gelisahnya berangsur menghilang. "Peluk..."
"Hah? Peluk?" Taufan yang mendengar adiknya mengigau itu langsung melirik pada Thorn dengan penuh tanda tanya. "Kalian berdua ngapain sih sebetulnya kalau tidur malam?"
"Ngga ada apa-apa koq, kak. Kalau Blaze lagi gelisah atau mimpi buruk biasanya aku peluk saja... Habis itu tidurnya langsung tenang."
"Wah ada yang mencuri..." Gumam Taufan dengan pandangan mata sinis.
"Mencuri apa kak?"
"Mencuri-gakan."
Thorn mengerenyitkan dahi ketika mendengar komentar Taufan. "Mencurigakan apanya kak? Aku sama Blaze kan sekamar... Kupeluk saja daripada Blaze mengigau lalu aku ngga bisa tidur." Jawabnya dengan enteng seakan itu hal yang lumrah dan biasa saja.
"Saking polosnya pikiranmu itu paling susah ditebak, Thorn." gumam Taufan tanpa terdengar oleh Thorn sebelum kembali berkonsentrasi mengemudi dan mengikuti Ford Everest yang dikemudikan Fang yang berada di depannya.
Konvoi ketiga mobil itu berjalan cukup jauh lagi setelah melewati rute yang dikenal sebagai El Camino De La Muerte itu. Karena sudah lelah dan memang butuh istirahat, Fang mengisyaratkan kepada kedua mobil yang berada di belakangnya untuk menepi dan berkemah.
Bahkan untuk tetap terjaga pun terasa sulit bagi Fang yang sudah tertidur di belakang kemudi. Halilintar pun tidak jauh berbeda. ia langsung meluruskan posisi jok nya sebelum menenggelamkan diri ke dalam dunia mimpinya.
Tinggalah Gempa dan Taufan yang mengatur acara berkemah malam itu.
"Taufan, kamu sama Solar urus api unggun ya." titah Gempa pada acara berkemah kali itu sementara ia menyiapkan peralatan dan bumbu masak.
"Aku sama Blaze dan Thorn saja ya?" Taufan menawar sembari tersenyum-senyum.
"Ya sudah kalau begitu. Kamu, Blaze, Thorn bagian api unggun. Aku, Solar, Ice bagian memasak."
"Duuh, aku masih capek." keluh Blaze yang terlihat enggan untuk berbuat apa-apa. "Aku pass dulu ya?" pintanya kepada kedua kakaknya yang tertua dengan wajah memelas.
"Pass? Kau kira ini acara kuis televisi?" ketus Gempa sembari bertolak pinggang. "Ayo sana ikut Taufan membuat api unggun."
Dengan ogah-ogahan dan wajah yang masam, Blaze mematuhi perintah kakaknya yang bernetra cokelat madu itu. "Ngga dirumah, ngga dihutan sama saja cerewetnya..." ketus Blaze dengan berbisik.
Taufan yang mendengar gerutuan adiknya itu langsung mengedipkan sebelah matanya tiga kali dan menunjuk Thorn dengan jempol...
Yang membuat Blaze menyeringai jahil. "Kode diterima."
Tidak ada yang melihat Taufan dan Blaze mengendap-endap di belakang Ford Everest dan Toyota Fortuner. Begitu juga dengan Thorn yang mengendap-endap mengambil sesuatu dari glove box mobil Ford Everest.
"Tuh kayu bakarnya siap." Taufan menghampiri Gempa seselesainya menumpuk kayu-kayu yang akan dijadikan api unggun.
"Oke, Makasih Fan. Sebentar lagi mie instannya siap direbus." jawab Gempa sembari mencampur beberapa jenis bumbu yang tidak diketahui jenisnya ke dalan adukan bumbu mie instan.
"Memang kamu campur apa, Gem? Bukannya mie instan itu tinggal direbus saja?"
"Ada deh, bumbu rahasiaku," jawab Gempa sembari menggotong sebuah panci berisi air bumbu itu keatas tumpukan kayu bakar. "Dijamin rasanya sedap."
"Alamak, ternyata api unggunnya untuk memasak?! Habislah aku dihajar Gempa!" batin Taufan sembari mendelik horror ketika ia melihat Gempa mengambil korek api dan menyulut pinggiran tumpukan kayu bakar. "GEMPAA! JANGAAAAN!"
Sayangnya terlambat...
-WOOOGHH!-
"HUAAAAA!" Taufan dan Gempa memekik kaget ketika di depan muka mereka menyambar lidah api yang tingginya melebihi tinggi mereka berdua.
"RAMBUTKU!" jerit Taufan yang mencium bau hangus gosong dari atas kepalanya.
"ALISKU!" Gempa ikutan menjerit karena merasakan alisnya terbakar sebelah.
"KEBAKARAAN!" Ice dan Solar menjerit panik.
Blaze dan Thorn?
Mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal melihat hasil karya mereka meskipun salah satu korbannya adalah Taufan, anggota Trio Troublemaker itu sendiri.
Jeritan dan teriakan panik keenam orang itu cukup keras untuk membangkitkan Halilintar dan Fang yang tengah tertidur pulas.
"As... Ta...Ga..." Reaksi pertama Halilintar yang nyawanya belum seratus persen terkumpul hanyalah bengong ketika melihat lidah api yang membumbung tinggi.
Untungnya reaksi Fang lebih cepat. Sebuah pemadam api kecil langsung disemprotkan ke dasar api unggun overkill hasil karya Trio Troublemaker itu.
Walaupun dibantu dengan alat pemadam yang disemprotkan oleh Fang, api unggun yang menyala terlalu besar itu sulit untuk dipadamkan.
"Hey! Ini bukan api unggun biasa!" ujar Fang ketika alat pemadam apinya mulai habis sementara api unggunnya masih menyala berkobar-kobar."
"Ini ulah mereka!" Gempa menunjuk pada Taufan yang terlihat sangat gugup sementara tangannya yang sebelah lagi mengelus-elus alisnya yang hangus sebagian. "HALILINTAR! TANGKAP MEREKA!"
Tidak perlu waktu lama bagi Halilintar untuk menangkap Taufan. Begitu pula dengan Thorn dan Blaze yang dengan mudah ditentengnya setinggi pinggang seakan kedua adiknya itu adalah karung beras yang tidak bernyawa.
"Oke... Apa lagi yang kalian perbuat kali ini?" dengus Gempa yang bertolak pinggang dan berhadapan dengan Taufan, Blaze, dan Thorn yang duduk bersila ditanah dengan kepala tertunduk.
"Bisa kalian jelaskan kemana perginya kondom di glove box mobilku?" Fang bertanya dengan tangan terlipat di depan dada.
"Dan bensin mobilku yang hilang sampai dua strip?" tambah Halilintar yang sama saja kesalnya dengan Gempa dan Fang.
"Akumengambilbensinmobilmusedikit," cicit Taufan dengan cepat dan dengan suara kecil seperti berbisik. "Bensinmasukkondomdibakarapiunggun."
"Begitu yaa?" Desis Gempa yang tetap saja bisa menangkap arti dari cicitan Taufan itu.
"Kalian tahu kalau makan malam kita hangus semua gara-gara ulah kalian?" Tanya Halilintar sembari menggeretakkan tulang-tulang jarinya.
"Maaf..." bisik Thorn yang sudah pucat pasi karena membayangkan hukuman dari Gempa atau Halilintar.
"Fang, ambil sleeping bag mereka," titah Gempa tanpa basa-basi. "Biar mereka bertiga tidur tanpa makan malam di mobilmu malam ini..."
Taufan, Blaze, dan Thorn saling berpandangan. Tumben sekali hukuman yang mereka terima begitu ringan. Cuma disuruh tidur bertiga di dalam mobil Fang.
Sengaja sekali Gempa tidak menyebutkan secara detail seperti apa mereka bertiga akan menghabiskan malam itu sebagai para terdakwa...
"Huah! Panaass!" teriak Taufan yang menggeliat-geliut terbungkus sleeping bag yang dilakban bagian leher, badan, kaki dan retsletingnya. Wajahnya saja sudah basah dengan keringat yang mengucur, apalagi badannya. Tidak perlu ditanya lagi seperti apa panasnya di dalam sleeping bag ditambah berada didalam kabin mobil yang tidak berAC.
"Kak Taufan, tolong! Thorn ngga mau jadi lontong!" pinta Thorn yang keadaannya sama saja dengan kakaknya itu. "Geser sedikit Kak Taufan, panaasss...Thorn ngga bisa gerak!"
"Duuh Thorn, aku juga nggga bisa gerak!"
"Ampun Kak Gempaaa! Lepaskan kami!" teriak Blaze yang menerima hukuman yang sama dengan Taufan dan Thorn. "Kami lapaaar!" teriaknya lagi dengan memelas.
Begitulah kondisi Trio Troublemaker itu yang hanya terdengar sayup-sayup saja suaranya diluar Ford Everest itu. Sedangkan Fang, Halilintar, Gempa, Ice, dan Solar tengah bersantap malam mie instan yang lumayan banyak jumlahnya karena ada tiga mulut yang tidak perlu diberi asupan.
.
.
.
Bersambung.
Terimakasih untuk yang sudah review, vote, fave atau comment. Nantikan kelanjutan ceritanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top