4. Perjalanan Dimulai.

Dua buah papan tebal bekas lantai kapal tongkang itu kini telah terpasang sebagai jembatan darurat. Ketiga mobil yang berada di atas kapal tongkang itu harus diturunkan bagaimanapun caranya supaya kesemua delapan petualang itu bisa memulai perjalanan mereka.

Hanya saja ada sedikit masalah. Ketiga mobil yang harus diturunkan itu bukanlah mobil kecil dengan bobot ringan. Toyota Fortuner, Mitsubishi Pajero, dan Ford Everest adalah mobil yang berukuran cukup besar dan bobotnya tidak ringan.

"Solar, kamu yakin jembatan buatanmu itu kuat?" tanya Fang yang sudah berada di belakang kemudi Ford Everest. Si pemuda berambut ungu itu menyimpan keraguan akan jembatan kayu yang dirancang Solar, dan dibuat oleh Taufan bersama Blaze.

"Yakin." Solar menjawab disertai dengan sebuah anggukan kepala yang meyakinkan. "Semoga..." tambahnya dengan berbisik pelan.

Fang menarik napas panjang seakan hendak menyelam. "Semoga berhasil," gumamnya sembari menginjak pedal gas mobilnya.

Perlahan-lahan Ford Everest itu mendekati pinggiran tongkang sampai kedua roda depannya menyentuh ujung jembatan papan hasil rekayasa Solar.

"Terus ... sedikit ... pelan-pelan." Di tepian sungai nampak Gempa memandu Fang mengemudikan mobil melewati jembatan seukuran ban itu dengan lambaian tangan.

"Kanan." Gempa melambaikan tangannya ke kanan.

Gempa tidak melihat Taufan yang berada di belakangnya sedang melambaikan tangannya ke kiri.

"Kiri sedikit Fang," lanjut Gempa memberi arahan.

Taufan melambaikan tangannya ke kanan.

"Lho!" Gempa memekik kaget ketika Fang membelokkan setirnya ke kanan. "Kiri! KIRII!" teriak Gempa yang semakin kuat melambaikan tangan ke arah kiri.

-Krrraaak! Bruak!-

Terlambat. Mobil yang dikemudikan Fang tersangkut di tengah-tengah jembatan.

"Sial!" ketus Fang yang langsung mematikan mesin mobilnya dan menengok keluar dari jendela. "Wei! Yang benar kekanan atau kekiri sih?!" teriaknya kesal.

"Aku bilang kiri, kan!" sahut Gempa dari pinggir sungai.

"Aba-abanya dari kamu atau Taufan sih yang benar?!"

Gempa bengong saja ketika mendengar nama kakak kembarnya disebut oleh Fang. "Taufan? Memang apa yang-"

Belum selesai Gempa berbicara ketika didengarnya cekikikan Taufan yang berada di belakangnya.

Barulah Gempa sadar kalau usahanya memandu Fang dirusuh oleh Taufan.

Dan kali ini Gempa tidak perlu menjitak atau menjewer Taufan. Cukup membenamkan wajah kakaknya yang jahil itu kedalan sungai yang berlumpur itu.

"Ohok! Pfft! Bbppft! Gempa!" jerit Taufan ketika dibaptis lumpur oleh Gempa

"Kau pikir lucu ya?!" ketus Gempa sembari menunjuk ke arah mobil Ford Everest yang setengah tergantung setengah body di atas papan kayu yang berderik karena bobot mobil itu. "Kalau mobil itu tenggelam kau yang pertama akan kutinggal di hutan ini!"

Dan terpaksalah Solar membuat jembatan lagi. Semakin kusut dan berantakan pula baju putih kegemarannya yang selalu ia gunakan.

Blaze yang membantunya menyusun jembatan baru juga tidak terlihat lebih baik. Baju hoodie armless yang biasa ia pakai pun sudah kotor tidak keruan. Bahkan celana pendek hitam berhiaskan motif api merah kesukaannya sudah bertukar warna menjadi cokelat.

Fang sudah berada di tepian sungai setelah berhasil berakrobat keluar dari dalam mobil melalui jendela dan turun melalui kap mesin. Kecuali tersangkut dalam posiai yang serba salah dan kap mesin yang penyok berbentuk sepatu seukuran kaki Fang, mobil Ford Everest itu baik-baik saja.

Kali ini giliran Halilintar untuk mencoba menurunkan Toyota Fortuner yang dikemudikannya dari atas kapal tongkang. Tidak ada yang ia percayai untuk memandunya, bahkan ia tidak percaya sepenuhnya akan jembatan buatan Solar dan Blaze.

Perlahan-lahan Toyota Fortuner itu merangkak maju sampai kedua roda depannya menyentuh ujung jembatan papan hasil karya Solar dan Blaze.

Halilintar mengeluarkan kepalanya dari jendela dan melihat langsung posisi roda depan mobil yang ia kemudikan. Pedal gas diinjaknya dengan perlahan dan roda fepan mobil itu kini berada di atas jembatan papan yang berderik menyakitkan.

Kali ini sukses, roda depan Toyota Fortuner itu menapak di pinggir sungai. Sekarang tinggal Mitsubishi Pajero yang rencananya dikemudikan Blaze dan mengurus Ford Everest Fang yang masih tersangkut.

"Yah ... sayang banget kalau Blaze yang nyetir nih." keluh Thorn yang menemani Blaze di atas kapal Tongkang. "Tuh, celanamu lumpur semua!"

"Mau gimana lagi, Thorn." ujar Blaze yang dengan berat hati duduk di belakang setir Mitsubishi Pajero, yang terakhir masih tersisa di atas kapal tongkang. Tidak tega juga rasanya duduk di atas jok mobil itu yang terbalut kulit dengan celana dan baju penuh lumpur.

"Buka celanamu saja, Blaze." saran Thorn dengan polosnya.

"Ngga mau! Malulah kalau pakai celana dalam saja ... mana basah pula!" ketus Blaze yang dengan tegas menolak ide Thorn.

Jok digeser penuh ke depan dan didongkrak setinggi mungkin. Untungnya kaki Blaze masih bisa menyentuh pedal gas mobil itu. Walaupun dari luar apalagi jika dilihat dari sudut yang rendah, terlihat mobil itu seperti berjalan sendiri tanpa pengemudi.

Kali ini Halilintar dan Fang yang memandu Blaze mengemudikan Mitsubishi Pajero dengan ekstra hati-hati Sementara Gempa menjaga dan membekap Taufan supaya tidak membuat ulah lagi.

Raut wajah Blaze nampak tegang dan bercucuran keringat ketika mobil yang dikemudikannya sepenuhnya berada di atas papan yang berderit dan agak berayun. Sementara Thorn yamg duduk di jok sebelah nampak lebih tegang lagi. kedua bibir mungilnya terlihat komat-kamit tanpa suara.

-Kretaaak!-

Jembatan papan berderit keras.

"Apa itu?!" pekik Thorn yang kaget mendengar bunyi yang menyeramkan sekaligus menyakitkan. Tanpa sadar ia langsung memeluk Blaze ....

Yang konsentrasinya langsung buyar. "Thorn! Awas!" jerit Blaze yang ikutan panik.

"Ah! Blaze lengket! Jijik!" Thorn langsung mendorong Blaze menjauh ketika disadarinya bahwa saudara yang dipeluknya itu bermandi keringat, air sungai, dan lumpur.

Diluar Mitsubishi Pajero itu, Fang dan Halilintar hanya bisa meneguk ludah dan meringis ketika mobil itu terjatuh dari jembatan papan.

Untungnya mobil itu tidak terguling, hanya saja sedikit terjebak lumpur. Beruntunglah Toyota Fortuner yang dikemudikan Halilintar mampu menjadi juru selamat bagi kedua mobil yang lain.

Bermodalkan tali-tali tambang bekas yang berada di atas kapal tongkang itu, Toyota Fortuner itu berhasil menarik Mitsubishi Pajero itu keluar dari jebakan lumpur.

Sekarang tinggal mobil Ford Everest Fang yang tersisa.

"Ngga ada jalan lain, Fang. Mobilmu harus ditarik paksa," ujar Halilintar yang sudah menyiapkan tali untuk menarik mobil Fang yang tersangkut itu.

"Tu-tunggu!" sahut Fang dengan nada panik. "Kalau nanti ada yang patah bagaimana? Kita ini di hutan, mana ada bengkel."

"Fang, itu mobil, bukan kerupuk .... Pasti kuat, lah. Pokoknya mobil itu harus ditarik," bujuk Halilintar dengan nada final yang tak boleh ditawar lagi.

Dengan berat hati, Fang mengikuti bujukan sahabatnya yang sangat meyakinkan itu.

Bujukan sahabatnya itu memang sangat meyakinkan karena Fang pun sudah berada di belakang setir mobilnya yang tersangkut itu.

"Pelan-pelan, Hali!" teriak Fang melalui jendela.

Sayangnya Halilintar tidak mendengar teriakan Fang ditengah suara menderu mesin mobilnya dan ia langsung menginjak pedal gas sepenuhnya.

"HOI! HALILINTAR!" teriak Fang yang panik ketika dirasakan mobil yang ditumpanginya itu mendadak tersentak ditarik Toyota Fortuner yang dikemudikan Halilintar.

Dengan sangat kasar dan dipaksa, Ford Everest Fang berhasil menuruni jembatan papan itu dan menggelincir sampai ke pinggiran sungai.

Ketiga mobil itu berhasil diselamatkan dan kedelapan pemuda itu langsung memeriksa isi bagasi ketiga mobil itu.

"Golok? bagus," ujar Halilintar ketika menemukan empat buah golok didalam bagasi mobil.

"Joran pancing, alat masak, kompor lapangan .... Baguslah, minimal kita ngga kelaparan," ujar Solar yang ikutan memeriksa barang-barang di bagasi.

Gempa menemukan beberapa buah tenda. "Tenda ... tapi cuma ada empat .... Artinya kita nanti berbagi tenda-"

Belum selesai Gempa berbicara ketika terjadi saling klaim partner sekemah.

"Aku dengan Fang!" sahut Halilintar.

"Aku sama Blaze!" klaim Taufan.

"Yahh Blaze diambil Kak Taufan," lirih Thorn yang tidak terima teman sekamar dirumahnya keduluan diculik Taufan.

"Kamu sama aku saja, Thorn." Solar menawarkan diri yang disambut senyuman manis dari Thorn.

"Yah minimal teman sekemahku orangnya ngga rusuh," keluh Gempa sembari menengok kepada adik satu-satunya yang belum di klaim. "Ice, kamu sekemah denganku."

"GPS receiver, vaseline, karet ban dalam .... Hah? Kondom?" Fang tercengang ketika menemukan benda yang disebutnya itu di dalam bagasi mobil "Aku tahu kita semua sendirian di hutan ini ... Tapi... haruskah kita seekstrim itu? Memang sih sudah masa puber ...."

Komentar Fang langsung membuat keenam bersaudara itu menatapnya horror. Kecuali Thorn yang gagal paham dengan komentar Fang.

"Ah, Gem, aku tidur denganmu ya?" Halilintar langsung melirik ke arah Gempa ....

Yang membalas dengan gelengan kepala. "Kemahnya cuma cukup untuk dua orang. Aku sama Ice."

"Ngga, Hali. Aku tetap sama Blaze!" ujar Taufan.

"Kak Hali tega kalau Thorn ini tidur bersama Kak Fang?" tanya Solar yang memeluk Thorn dengan dramatisnya.

"Aku ogah satu tenda dengan Fang!" ketus Halilintar yang terlihat menjaga jarak dengan yang disebutnya. "Mending aku tidur di mobil!"

"Memang kondom itu apa?" Thorn bertanya dengan lugunya sembari menengok kearah saudara-saudaranya yang sudah tepok jidat serempak.

Fang hanya bengong melihat reaksi Halilintar. "Ada yang salah dengan omonganku?"

.

.

.

Bersambung.

Terimakasih untuk yang sudah review, vote, fave atau comment. Nantikan kelanjutan ceritanya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top