Catherine - 8

London, Mei 1983

Gedung kampus King's College London dipenuhi ribuan mahasiswa yang merayakan kelulusan mereka hari itu, bersama keluarga mereka. Menjelang siang, langit London yang tadinya kelabu diiringi gerimis akhirnya berubah sedikit cerah. Bunga, balon, dan boneka menjadi hadiah lazim yang dipersembahkan kepada para wisudawan dan wisudawati -- biasanya sampai tangan mereka penuh dan tak mampu memegang apa-apa lagi.

Catherine Sastradireja, Bachelor of Science in Mathematics (Hons.), merupakan salah satu dari sekian banyak wisudawati yang berbahagia hari itu. Keluarga besar Sastradireja datang ke London untuk merayakan hari spesialnya: Hans dan Susan, yang sudah berbaikan dengan putri sulung mereka sejak kelahiran Jason, adik-adiknya, termasuk Jessica dan Agnes yang juga sudah berkuliah di Inggris, hingga Ben, adik Hans, dan keluarga kecilnya -- Galina sang istri, serta Tatiana dan David sepupu Catherine, menghadiri acara wisudanya. Bahkan ibu mertuanya, Rara, ditemani Puspa, juga turut serta. 

Yang terutama tentu saja sang suami. Tanjung menggendong Jason ke mana-mana dengan baby carrier yang dilekatkan ke dadanya, tak dapat menyembunyikan kebanggaannya atas kelulusan Catherine. Tak sia-sia ia mengorbankan jadwal kuliah dan tidurnya semester ini, hanya mengambil kelas siang supaya Catherine bisa kelas pagi, serta mengurus Jason saat Catherine sedang mengerjakan proyek akhirnya di kampus -- padahal dibantu Susan dan Rina juga -- yang penting Catherine dapat lulus tepat waktu. 

"Biar Ibu bawa Jason, kamu sepertinya kerepotan," ujar Rara kepada putra keduanya. 

"Jason udah berat, Bu. Aku nggak apa-apa, kok, kan pakai strapper," sahut Tanjung. 

"Masa Ibu nggak boleh gendong cucu sendiri?" protes Rara sambil mengambil alih cucu pertamanya dari gendongan putranya. 

"Ya udah, tapi kalau Ibu keberatan, kasih Puspa aja," ujar Tanjung sambil tersenyum setengah mengejek ke adik bungsunya, yang membalasnya dengan menjulurkan lidahnya. 

"Udah, udah, kamu nggak usah khawatirin Ibu. Sana temui Cathy," suruh Rara, melirik ke arah Catherine yang sedang sibuk mengobrol dengan teman-temannya. 

Di sebelahnya, Puspa yang kini telah menjadi seorang gadis yang sangat cantik berusia enambelas tahun, tersenyum puas memandangi Tanjung. 

"Bu, Kak Tanjung sepertinya lebih lepas, ya, sekarang? Lebih ceria dan bersemangat. Pasti pengaruh Kak Cathy," komentarnya. 

Rara ikut tersenyum. "Ibu senang mendengarnya, Ndhuk. Berarti Cathy adalah pengaruh yang baik untuknya. Dan Ibu rasa, Jason juga mengeluarkan sisi pelindung dan sisi dewasa dari kakakmu," ujarnya sambil mencium bayi lelaki di gendongannya. 

***

"Mana Jason?" tanya Catherine kepada suaminya. 

"Itu, sama Ibu," sahut Tanjung sambil mengambil bunga dan boneka dari tangan Catherine. "Waduh, berat juga bunganya. Terutama yang ini." Matanya tertuju pada buket bunga mawar merah dan putih dengan diameter satu meter. 

"Itu dari Mama dan Papa," ujar Catherine. 

"Aku malah nggak ngasih kamu hadiah sekarang," sesal Tanjung. 

"Hadiahmu itu ngurusin Jason selama aku menyelesaikan proyekku," senyum Catherine sambil menyapukan ciuman cepat di bibir suaminya. "Makasih, Sayang, karena kamu udah jadi suami yang sangat suportif. Nanti giliranku jadi istri suportif saat mulai masuk semester depan."

"Tapi, kan, kamu masih lanjut kuliah ambil S2," ujar Tanjung. 

"S2 banyak belajar mandirinya, kurasa aku bisa melakukannya di rumah," sahut Catherine.

Tanjung memanggil pelayannya untuk membawakan hadiah Catherine yang merepotkan tangannya. Ia memerlukan tangan yang bebas untuk merangkul istrinya. 

"I'm so proud of you, Cathy. I love you so much," katanya sambil melingkarkan lengannya ke pinggang Catherine. 

***

Catherine melanjutkan kuliah S2-nya di London Business School, salah satu sekolah bisnis terbaik di Eropa, yang akan memberikannya gelar Masters in Finance. Meskipun ayahnya mengatakan bahwa jabatan kepemimpinan Grup Sastradireja akan dialihkan ke Benjamin, adiknya, Catherine merasa bahwa jurusan Finance tetap lebih berguna daripada melanjutkan S2 di jurusan Matematika. Apalagi ia berambisi bekerja di IMF (International Monetary Fund) atau Bank Dunia. 

Secara keseluruhan, Catherine menikmati hidupnya. Karena kuliah S2 tidak sesibuk S1, ia memiliki banyak waktu untuk bermain dan mengajari Jason. Bayinya yang kini berusia delapan bulan sangat aktif, suka merangkak ke mana-mana. Ia hanya mau dikurung di dalam boks bayi sebentar saja, sebelum bosan dan merengek. Namun jika dikeluarkan di lantai, ia akan mengacak-acak kertas catatan Catherine yang ditumpuk di lantai supaya tidak memenuhi meja. Bahkan kadang-kadang diremas dan dimasukkan mulut. 

"Jason!" seru Catherine sambil memasukkan telunjuknya ke mulut putranya untuk mengeluarkan potongan kertas. "Ini bukan makanan. Kamu lapar, Sayang? Mau makan?"

Mendengar kata makanan, Jason tertawa, memperlihatkan giginya yang baru mulai tumbuh, meluluhkan rasa kesal Catherine karena harus mengulang catatannya.

"Anak Mama lucu sekali," ujar Catherine sambil mencium Jason. "Ya udah, ayo makan bubur, ya, Sayang."

Sore hari seperti ini, Tanjung belum pulang karena sibuk mengerjakan tugas di kampus. Catherine mulai jarang berinteraksi dengannya. Biasanya sang suami baru kembali ke apartemen larut malam, setelah Jason tertidur. Kadang Catherine juga sedang sibuk mengerjakan tugas di kamar, sementara Tanjung sudah lelah sehingga langsung mandi lalu tidur. Namun ia maklum. Namanya juga masih mahasiswa. 

***

Ketika Tanjung meraih gelar sarjananya di bidang political economy tahun 1984, Jason sudah bisa berjalan lancar dan mengucapkan satu-dua kata. Giliran Catherine yang menjaga Jason selagi Tanjung merayakan kelulusannya. Keluarga besar Jati, mulai dari Indra, Rara, Surya, dan Puspa, serta beberapa sepupu Tanjung yang tinggal di Eropa, datang untuk mengucapkan selamat kepada Tanjung. 

"Jauhkan anakmu dari keluarga besar Jati," ujar Indra kepada Catherine sebelum keluarga besarnya datang. "Kalau kamu mau bertemu mereka, silakan saja, tapi bilang dirimu sebagai pacarnya, bukan istrinya. Saya nggak mau mereka tahu kalau Tanjung sudah menikah. Apalagi kalau mereka tahu dia menghamilimu di luar nikah. Saya bakal dibombardir pertanyaan yang nggak enak." 

Dada Catherine terasa sesak. Hampir dua tahun ia menikah dengan Tanjung, ternyata ayah mertuanya masih menyimpan rasa tidak suka padanya. Tanpa mengatakan apapun, ia menggendong Jason dan membawanya menjauh, mendekati Susan dan Agnes, adiknya yang berkuliah di University of Manchester, ikut menghadiri acara kelulusan Tanjung. 

"Cath? Cathy?" panggil Tanjung yang mencari-cari istrinya. "Oh, di situ rupanya kamu, Sayang. Kemarilah, Kak Surya ingin bicara dengan kita berdua." 

Melihat Catherine tidak menggubrisnya, Tanjung berjalan ke arah mertua dan adik iparnya. Ketika ia sudah berdiri di sebelah istrinya, ia melihat wajah Catherine yang terlihat lesu. 

"Cath, kamu kenapa?" 

Catherine menghela napas. "Ayahmu ..."

"Ayah mengganggumu lagi? Jangan hiraukan dia, ayo kita temui Kak Surya. Dia punya rencana menarik untukku. Sebaiknya kamu juga dengarkan, karena ini menyangkut kita berdua." 

Catherine menahan tangis. "Ayahmu melarang Jason dekat-dekat keluarga besarmu. Juga menyuruhku mengaku sebagai pacarmu, bukan istrimu. Keterlaluan sekali, kan? Bukannya aku terlalu bangga jadi istrimu ... tapi itu hinaan yang sangat menyakitkan!" 

Tanjung mengambil Jason dari gendongan Catherine dan berdiam beberapa saat, menimbang-nimbang apakah ia berani melakukannya. Tapi ia harus. Ia menggandeng Catherine dan membawanya ke tengah-tengah keluarga Jati yang sedang mengobrol, mengabaikan tatapan tajam Indra Jati. Lelaki tua itu tak mampu bersuara, karena sama saja ia memasang perangkap bagi dirinya sendiri jika membuat ulah. 

"Hei, Tanjung!" sapa bibinya, adik Indra yang menikah dengan konglomerat Singapura. "Gongxi ni, ah! (Selamat.) Itu siapa? Girlfriend?" 

"No, this is Catherine, my wife. And this is my son, Jason."

.

.

.

Bersambung.

(7 Agustus 2018)

1100++ kata

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top