Catherine - 4

Beberapa hari sebelumnya ...

"Kak, boleh aku pinjam uang?" tanya Tanjung kepada Surya yang mendekam di perpustakaan seperti biasa.

Sang kakak mengangkat kepala dari buku yang dibacanya. "Buat apa? Uang dari Ayah kurang?" 

"Ehmm ..." Tanjung meletakkan kedua tangannya di belakang tubuhnya. "Itu ... Kak ... Om Hans kan bakal ngirim Cathy ke Geneva. Aku nggak mau pakai uang Ayah buat perjalananku bolak-balik London-Geneva setiap minggu. Aku pinjam uang Kakak, nanti kubalikin setelah aku bekerja." 

Surya menjalin jari-jemarinya dan menatap adiknya, diam sejenak sebelum membuka mulutnya. "Baiklah. Tapi bukannya Ibu mengizinkan kamu mengunjungi Catherine?"

"Iya, sih .... Tapi aku tetap nggak mau pakai uang Ayah atau Ibu. Aku mau mulai mandiri. Nanti akan kucari pekerjaan di kampus juga. Kalau aku sudah punya uang, aku nggak perlu pinjam uang Kakak lagi." 

Surya menepuk bahu Tanjung. "Itu keputusan yang bijak." 

Mata Tanjung berbinar. Sebagai anak kedua yang selalu dianggap kurang dibandingkan sang kakak yang didewakan, tentu ia haus pengakuan dari sang objek glorifikasi ayahnya. 

"Benarkah, Kak?"  

Surya mengangguk. "Tentu saja. Sekarang kamu sudah belajar menjadi lelaki dewasa." 

Tanjung tersenyum dan menggenggam tangan Surya. "Makasih, Kak. Makasih banyak!" 

"Hm." Surya kembali memindahkan tatapannya ke halaman buku yang sedang dibacanya.

"Kak?"

"Ya?"

"Bagaimana kalau Ayah tahu? Nanti Kakak dimarahi ..."

"Serahkan Ayah padaku," sahut Surya tanpa mengangkat wajahnya kali ini. 

***

Percakapan dengan kakaknya terngiang di pikiran Tanjung ketika ia mengamati Catherine memunggunginya, membuka pakaian di hadapannya untuk berganti pakaian tidur. Tanjung sendiri membuka kancing kemejanya secara perlahan. Ia berpikir, tak perlu ada malam pertama. Catherine mungkin sedang tidak bernafsu untuk hal tersebut. Lagipula, bagi mereka, malam ini sudah bukan yang pertama, meskipun tetap yang pertama sebagai suami-istri. 

Catherine sedikit kesulitan menarik risleting gaunnya yang terletak di punggung. Tanjung berpikir, mengapa desainer pakaian wanita hobinya mempersulit hidup wanita dengan menempatkan risleting mereka di sana. Padahal, ada gaun lain yang menempatkan risleting di sisi tubuh. 

Atau mungkin mereka sengaja, supaya prianya dapat membantu mereka membuka atau menutup risleting tersebut.

"Biar kubantu, Cath," tawar sang suami. 

Tanpa menunggu balasan Catherine, Tanjung menarik turun risleting gaun putih yang dikenakan sang istri untuk jamuan makan. Melihat punggung mulus Catherine yang tak mengenakan bra kali ini -- karena gaunnya sudah termasuk padding bra -- Tanjung tak dapat menahan diri untuk tidak melingkarkan tangannya ke sekeliling pinggang istrinya. 

"Cath," desahnya. "Aku mencintaimu." 

Catherine diam beberapa detik sebelum menjawab, "Aku hampir membencimu, Tanjung. Hampir." Ia memutar tubuhnya dan mengangkat kepalanya ke wajah suaminya. 

"Aku tahu, Sayang." 

"I'm sorry, darling," bisik Catherine. "Aku nggak bermaksud membencimu ... tapi aku tadi membenci semua orang. Aku ... bahkan membenci acara pernikahanku sendiri." 

"It's all right," sahut Tanjung sambil memangku Catherine di atas tempat tidur. "It was very hard to me, too. I couldn't imagine how harder it must be for you." 

Catherine mengalungkan lengannya ke leher Tanjung, membiarkan kepala sang suami bersandar ke dadanya. "Kenapa kamu malah menjauhiku, Tanjung? Aku merasa kamu sangat dingin menjelang pernikahan kita." 

"Ayah," ucap Tanjung singkat. "He hurt my ears with his poisons. Bagaimana aku mempermalukan dirinya, dibandingkan dengan Kak Surya yang selalu membanggakannya." 

"That old fool!" geram Catherine. Ia mendorong Tanjung sampai berbaring di atas tempat tidur dan membungkuk di atasnya. "Tanjung Jati, sekarang kamu adalah suamiku. Kamu tahu apa artinya itu?"

"What is it, my queen?

"Artinya kamu nggak boleh mendengarkan kata-kata ayahmu lagi. Kalau kamu terus-menerus merasa dirimu adalah orang gagal, berarti kamu menghinaku. Kamu mengatakan seleraku jelek, karena aku memilihmu." 

Tanjung melebarkan matanya. "Cath ..."

"Aku nggak suka Surya. Jika di dunia ini nggak ada lelaki selain dirinya, aku tetap nggak akan menikahinya. Sedangkan, jika ada jutaan lelaki yang lebih tampan atau hebat dibandingkan kamu, aku tetap akan memilihmu. Selalu kamu." 

Tanjung menjawab dengan mengangkat kepalanya, menempelkan bibirnya ke milik Catherine. Dengan perlahan ia membalikkan tubuh istrinya dan mulai mencumbuinya, mulai dari wajah, leher, dada, turun ke perutnya yang membukit landai. 

"Tunggu," bisik Catherine. "Malam ini ... foreplay saja, ya?" 

"As you wish, my queen."

***

Satu setengah tahun yang lalu ...

"Are you sure you wanna do this, Cath?

Tanjung, masih mengenakan kemeja lengkap, membungkuk di atas tubuh Catherine yang telentang di tempat tidurnya. Gadis itu sibuk membuka kancing kemeja kekasihnya. Rambutnya sendiri acak-acakan dan lipstiknya belepotan. Ia mengenakan gaun berpotongan dada rendah, seperti habis pergi kencan. 

"Sure. Kamu pikir semua lelaki bernafsu tinggi dan perempuan hanyalah makhluk pasif yang hanya bisa menerima atau menolak? Wrong! We, women, also have our sexuality, you know." Catherine menarik wajah Tanjung dan membuatnya menciumnya lagi. "So go ahead or I'll f*ck you."

Tanjung tersenyum, namun gerakannya masih ragu. "But this doesn't feel ... right." 

"Tanjung Jati, kamu ini lelaki atau bukan?! Atau aku kurang menarik untukmu?!" seru Catherine.

"Bukan, bukan begitu, Cath ..." Tanjung berusaha menahan dorongan dari dalam dirinya untuk melakukan apa yang diminta kekasihnya. "Gimana kalau aku ... bikin kamu hamil?" 

Catherine tertawa. "Then we'll go have f*cking gorgeous babies. Atau karena ini di Inggris, aku harusnya bilang bloody hell. Kamu umur berapa, sih, anak kecil?" 

"Aku nggak sampai setahun lebih muda daripada kamu, Cathy." 

Catherine mengambil kotak karton berisi kondom dari laci nakasnya. "Kalau begitu, kamu pasti tahu benda ini exist?" 

"Cath!" seru Tanjung kaget. "Tapi tetap saja ... nggak seratus persen ..."

"Aku juga punya pil plan B. Jadi tunggu apa lagi?" 

***

Setelah melakukan sekali, mereka jadi ketagihan. Itu empat bulan setelah Catherine dan Tanjung berpacaran. Dua bulan kemudian, mereka mulai tinggal bersama di apartemen Catherine. Tanjung tetap menyewa miliknya untuk berjaga-jaga kalau anggota keluarganya mengunjungi mereka, namun ia tidur, makan, dan belajar di apartemen Catherine. Dua orang muda yang bebas dan liar, cantik dan tampan, dengan harta berlimpah seperti mereka, mampu melakukan apapun yang mereka inginkan. 

Tentu saja, Catherine bukan gadis yang bodoh. Ia dan Tanjung selalu menggunakan pengaman -- kondom untuk malam hari dan pil untuk pagi hari. Sampai setahun lebih, mereka tetap aman tanpa efek hamil. 

Namun butuh hanya satu malam untuk merusak semuanya. 

Suatu malam di musim semi bulan April, Catherine dan Tanjung menghadiri acara ulangtahun teman mereka yang kedelapan belas. Usia minum alkohol secara legal di Inggris. Mereka merayakannya di klub malam paling mewah di London, tempat para aktor/aktris, penyanyi, pesepakbola ternama, dan sosialita Inggris sering berkumpul. Bahkan kerabat keluarga kerajaan pun sering mengunjunginya. Mereka minum, menari, dan bermain sepuasnya. Teman-teman mereka yang lebih liar bermain taruhan sambil minum. Yang kalah harus minum sambil mencium siapapun -- baik lelaki maupun perempuan. Catherine ikut bermain, namun Tanjung tidak. 

Catherine pulang dengan keadaan mabuk berat, dan Tanjung setengah mabuk. Mereka naik taksi kembali ke apartemen -- sepanjang jalan Catherine berceloteh tentang pria-pria dan wanita-wanita yang diciumnya. 

"Aku nggak suka kamu cium pria lain," tegas Tanjung. 

Catherine tertawa. "Jangan terlalu kaku, Tanjung! Itu hanya permainan! Aku tetap cuma cinta kamu!" Ia mencium Tanjung lekat-lekat. "Nah, sekarang kamu senang?"

"Cath ..." ujar Tanjung. "Jangan lakukan itu lagi, ya?" 

"Kamu cemburu?" ledek Catherine. 

Hingga mereka mencapai unit apartemen mereka, Catherine masih berceloteh secara tidak wajar. Tanjung sesekali menanggapinya, sambil melawan rasa pusingnya dan memapah kekasihnya yang sempoyongan. 

"Kamu lucu kalau cemburu, imut-imut, gemesin," ujar Catherine sambil mencolek pipi Tanjung. "Aku jadi kepengen makan kamu ... hap!" 

Catherine menubruk dada Tanjung. Lalu menggigit ujung telinganya. 

"Stop, Cath. Ayo tidur. Naik kemari," ujar Tanjung. 

"Ganti baju ..."

"Nggak usah, kamu terlalu mabuk." 

"Gantiin!"

"Cath!"

"Ya sudah, aku ganti sendiri." Ia merobek gaun Dior-nya dan melemparnya ke lantai. "Adem!" Ia membaringkan tubuhnya di sebelah Tanjung. 

Tanjung menghela napas dan menggelengkan kepalanya. 

"Tanjung!" rengek Catherine. 

"Apa?"

"Aku cinta kamu ..." ujarnya sambil merobek kemeja Tanjung. 

Kali ini Tanjung kalah melawan godaan. 

.

.

.

Bersambung.

(3 Agustus 2018)

1200++ kata

Oke, nulis 1 bab Kleptokrasi 2 hari belum tamat, nulis 1 bab Catherine 1 jam tamat. WTF. XD

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top