Catherine - 15
Catherine baru saja tiba di lobby rumah sakit, menanyakan kepada resepsionis tentang kamar Jason, ketika Tanjung menyusulnya, terengah-engah, dengan rambut berantakan dan kemeja yang setengah keluar dari sabuknya.
"Di mana?" tanya Tanjung begitu mencapai istrinya.
"Kamar lima kosong dua," sahut Catherine.
Mereka bergegas menuju lift ke lantai lima dan menemukan kamar yang dimaksud. Di dalamnya, Jason berbaring di atas tempat tidur dengan masker oksigen menutupi wajah mungilnya, didampingi seorang perawat dan salah satu gurunya.
"Apa yang terjadi?" tanya Catherine kepada sang guru.
"Jason bermain kejar-kejaran dengan temannya. Temannya berpura-pura menjadi monster dan mengejarnya. Jason terjatuh, lalu temannya menangkapnya sambil mengagetkannya sampai Jason berteriak ketakutan. Aku menghentikan ulah mereka, tapi Jason kelihatannya sulit bernapas. Ia menangis, mengeluh kepalanya sakit, lalu pingsan. Kami buru-buru membawanya ke rumah sakit," sahut guru Jason. "Kata dokter yang memeriksanya, kemungkinan tachycardia. Dia sudah memberikan pertolongan pertama untuk menstabilkan detak jantungnya, tapi menunggu kalian sebelum penanganan lebih lanjut."
Catherine mengangguk dan berterima kasih kepada guru Jason, yang kemudian pamit pulang. Perawat pun memberitahu dokter bahwa orangtua pasien telah datang. Beberapa menit kemudian, dokter yang menangani Jason pun masuk ke kamar.
"Tachycardia adalah kondisi di mana jantung berdetak lebih cepat daripada normal. Detak jantung yang terlalu cepat dapat menyebabkan kesulitan bernapas, sakit kepala, dan pingsan. Saya belum memeriksa lebih lanjut, tachycardia ini termasuk jenis yang mana, namun pada umumnya disebabkan oleh tekanan darah tinggi, merokok, konsumsi alkohol, olahraga atau stres berlebihan, termasuk ketakutan, atau penyakit jantung bawaan. Sebelumnya Jason pernah mengalami gejala seperti ini?"
Catherine menggeleng. "Dia baik-baik saja selama ini, dokter."
"Ada riwayat kelainan jantung saat lahir, atau keturunan dari keluarganya?" tanya dokter lagi.
Catherine dan Tanjung saling berpandangan.
"Ayahku -- kakeknya -- dua kali terkena serangan jantung, tapi usianya sudah di atas limapuluh tahun, dan ia memang sering stres akibat pekerjaan," sahut Tanjung.
"Hm, mungkin begitu, tapi kita tidak bisa mengesampingkan fakta ini," ujar sang dokter sambil mencatat informasi yang diberikan Tanjung. "Tadi saya sudah memberikan pertolongan pertama untuk menurunkan detak jantung dengan defibrillator, agar Jason dapat bernapas secara normal dulu. Tapi untuk penanganan lebih lanjut, saya perlu menjelaskan kepada kalian supaya kalian dapat mengambil keputusan."
Dokter menjelaskan bahwa Jason perlu menjalani serangkai tes untuk memastikan apakah ia benar-benar terkena tachycardia, termasuk tes darah, tes elektrokardiogram, dan tes elektrofisiologi. Setelah menemukan penyakit yang diderita Jason, barulah dokter dapat menentukan penanganan yang tepat untuk menyembuhkannya.
"Tentu saja, saya akan memberikan kalian waktu untuk mengambil keputusan," kata dokter sebelum meninggalkan kamar itu.
Catherine duduk di kursi di sebelah tempat tidur Jason dengan lemas. Tangannya memegang tangan Jason yang sama sekali tak bergerak. Walaupun monitor kardiak menunjukkan denyut jantung yang stabil, menandakan bahwa putranya masih hidup, Catherine merasakan jantungnya sendiri diremas-remas melihat wajah kecil Jason ditutup masker oksigen, dan dadanya dipasang alat-alat untuk memonitor detak jantungnya. Jason masih begitu kecil, tidak seharusnya ia menderita penyakit aneh seperti ini. Merokok dan minum alkohol jelas tidak dilakukannya. Selama ini tekanan darahnya normal. Setahu Catherine, selain Indra Jati, tidak ada keluarganya yang memiliki riwayat kelainan jantung. Stres? Catherine memastikan putranya selalu bahagia dan berlimpah kasih sayang.
"Apa penyebabnya?" desah Catherine sambil menatap Tanjung.
Tanjung menggeleng. "Kita selalu mengawasinya di rumah. Satu-satunya tempat di mana kita nggak melihatnya adalah ... di sekolah."
"Menurutmu ada yang berbuat apa-apa pada Jason di sekolah?"
"Aku akan coba tanyakan lebih lanjut pada guru-gurunya."
***
Beberapa jam kemudian, Jason membuka matanya. Ia mengeluh ketika menyadari sesuatu terpasang di mulutnya. Sebelum menangis panik, ia melihat wajah ibu dan ayahnya di sebelahnya, sehingga ia membatalkannya.
"Maman?"
"Maman est ici (Mama di sini)," bisik Catherine sambil melepas masker oksigen Jason dan memeluknya.
"Où suis-je, Maman (Di mana aku, Mama)?" tanya Jason lirih.
"Jason di rumah sakit, Sayang. Tapi semuanya akan baik-baik saja. Mama janji," ujar Catherine sambil mengusap rambut anaknya.
"Rumah sakit? Hôpital? Suis-je malade (apakah aku sakit)?" Suara Jason naik setengah nada. "Maman, suis je malade?"
Tanjung, dengan mata berkaca-kaca, ikut mendatangi Jason. "Jason, Sayang, ini Papa. Iya, tadi kamu sakit, tapi dokter sudah datang dan mengobati kamu. Kamu perlu istirahat sebentar lagi, nanti juga sembuh."
Jason mengangguk. "Seperti waktu Jason panas, ya, Papa?"
Catherine dan Tanjung saling berpandangan.
"Sedikit lebih parah, Sayang. Tapi kamu pasti sembuh, kok. Mama dan Papa akan berusaha."
Jason menarik napas dan tersenyum. "Mama dan Papa pasti sembuhkan aku."
Catherine hanya memeluk Jason lebih erat. "Nous ferons de notre mieux, mon cher. (Kami akan berusaha sebaik mungkin, Sayang.)"
***
Dokter mendiagnosis Jason menderita supraventricular tachycardia, yang disebabkan aktivitas elektrik yang tidak normal di bagian atas jantung. Penyebabnya sama dengan jenis-jenis tachycardia lainnya, yakni stres, usia tua, merokok, konsumsi alkohol, penyakit jantung koroner, obat-obatan, dan lahir dengan kelainan jantung. Karena Jason masih sangat muda dan tidak memiliki riwayat penyakit jantung maupun mengonsumsi rokok dan alkohol, maka dokter menduga ia memiliki kelainan jantung.
Catherine jatuh terduduk mendengar ucapan dokter. "Tapi ... tapi kita berdua ... selain ayah suamiku, nggak ada yang punya riwayat penyakit jantung. Jason juga sehat saat baru lahir. Dokternya bilang semuanya normal."
"Kadang penyakit yang disebabkan genetik bisa saja tidak muncul di diri Anda maupun orangtua Anda, namun di kakek-nenek atau kakek-nenek buyut yang riwayat kesehatannya belum tercatat. Kelainan jantung bisa juga muncul tanpa riwayat keluarga," jelas dokter. "Biasanya kelainan jantung dapat dideteksi dengan USG sejak usia kehamilan 18-24 minggu. Tapi dari pemeriksaan saya, jantung Jason terlihat normal. Kemungkinan Jason memiliki jantung yang sedikit lemah namun tidak terlalu parah sehingga tidak terdeteksi saat lahir, namun dapat bermasalah jika ada pemicunya."
"Apakah bisa sembuh total?" tanya Tanjung.
"Jangan khawatir, Monsieur. Banyak penderita SV tachycardia dapat beraktivitas secara normal, asal mengikuti pola hidup sehat dan menjauhi stres. Saya akan memberikan resep obat yang dapat dikonsumsi jika tachycardia-nya muncul lagi," sahut dokter sambil menulis di kertas catatannya. Ia menyobeknya dan menyerahkannya kepada Tanjung. "Setelah Anda menebus obatnya di apotek, Jason sudah boleh pulang."
"Terima kasih," ujar Tanjung.
***
"Lain kali, Jason jangan main kejar-kejaran lagi, ya?" peringat Catherine sambil merangkul Jason. Mereka duduk di jok belakang mobil, membiarkan sang ayah mengemudi sendirian di bangku depan.
"Tapi, Maman ..."
"Kalau temanmu ajak kamu kejar-kejaran, bilang kamu sakit. Nanti Mama akan bilang pada gurumu juga kalau kamu nggak boleh beraktivitas terlalu keras. Jason nggak mau masuk rumah sakit lagi, kan?"
Jason menggeleng kuat-kuat.
"Kalau begitu, Jason, anak Mama yang pintar, mengerti kan kalau kamu terlalu capek, nanti dadamu sakit lagi?" ujar Catherine sambil menepuk dada Jason perlahan. "Lari atau olahraga teratur boleh, tapi kejar-kejaran yang bikin kamu terlalu bersemangat, nggak boleh."
"OK, Maman," desah Jason.
.
.
.
Bersambung.
(16 Agustus 2018)
1000++ kata
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top