[Cerpen] Tentang Berjumpa dengan Seorang Gadis yang 100% Sempurna... (1993)
Cerpen ini mengingatkan saya sama dua kata ajaib ini:
Mamihlapinatapai
&
Serendipity
yang artinya kurang lebih:
(1) Tatapan antara dua orang yang masing-masing berharap salah satunya akan menginisiasi sesuatu yang sebenarnya sama-sama mereka inginkan tetapi tidak ada yang mau memulai.
(2) Menemukan sesuatu yang berharga / tak terduga tanpa disengaja.
Bukan cerpen bertema LGBT. Tapi saya terlalu menyukainya dan merasa sayang apabila tidak membagikannya kepada siapa saja.
Don't bet on love, or fate (?)
***
Pada satu pagi di bulan April, di sebuah jalan sempit di sekitar Harajuku, aku berjumpa dengan seorang gadis yang seratus persen sempurna.
Sejujurnya, gadis itu tak terlalu cantik. Dia tidak luar biasa. Pakaiannya juga tak istimewa. Bagian belakang rambutnya masih tertekuk menyisakan bekas habis tidur. Dia sudah tidak terlalu muda lagi--pasti sudah mendekati tiga puluh tahun, bahkan tidak tepat disebut "gadis" sebetulnya. Namun, dari jarak empat puluh meter aku tahu: dialah gadis yang seratus persen sempurna bagiku. Begitu aku melihatnya, ada sesuatu yang bergemuruh di dadaku dan mulutku jadi terasa kering seperti gurun pasir.
Mungkin kau memiliki tipe perempuan kesukaanmu--perempuan berkaki ramping, misalnya, atau bermata lebar, atau berjari lentik, atau kau tertarik tanpa alasan yang jelas kepada para perempuan yang kalau makan lama sekali. Aku punya persyaratanku sendiri, tentu saja. Terkadang di sebuah restoran aku menyadari diriku sedang menatap seorang gadis yang duduk di meja sebelahku karena aku menyukai bentuk hidungnya.
Namun, tak seorang pun ngotot bahwa gadis yang seratus persen sempurna baginya berkaitan dengan tipe tertentu. Walau aku amat menyukai bentuk hidung tertentu, aku tak bisa mengingat bentuk hidung gadis itu--jika hidungnya memang termasuk bentuk hidung kesukaanku. Yang bisa kuingat dengan pasti adalah dia tidak terlalu cantik. Itu aneh.
"Kemarin di jalan aku berpapasan dengan seorang gadis yang seratus persen sempurna," kataku kepada seseorang sesudah kejadian itu.
"Ya?" ujarnya. "Cantik?"
"Tidak terlalu."
"Tipe kesukaanmu, kan?"
"Aku tidak tahu. Aku tidak bisa mengingat sesuatu tentang dia--bentuk matanya atau ukuran payudaranya."
"Aneh."
"Ya. Aneh."
Temanku menimpali dengan jemu, "Jadi, apa yang kamu lakukan? Mengobrol dengannya? Membuntutinya?"
"Tidak. Hanya berpapasan dengannya di jalan."
Dia berjalan dari timur ke barat, sedangkan aku berjalan dari barat ke timur. Saat itu sungguh satu pagi yang indah di bulan April.
Seandainya saja aku bisa mengobrol dengannya. Setengah jam sudah cukup lama untuk itu: bertanya tentang dirinya, bercerita kepadanya tentang diriku, dan--yang sesungguhnya ingin sekali kulakukan--menjelaskan kepadanya kerumitan takdir yang membawa kami berpapasan di sebuah jalan di Harajuku pada satu pagi yang indah di bulan April 1981. Ini sesuatu yang penuh rahasia, seperti sebuah jam dinding antik yang dibuat ketika dunia dalam keadaan damai.
Setelah mengobrol, kami akan makan siang di suatu tempat, atau mungkin menonton film Woody Allen di bioskop, lalu nongkrong di sebuah bar hotel untuk minum cocktail. Bila aku beruntung, mungkin kami akan berakhir di atas ranjang.
Kemungkinan itu mengetuk pintu hatiku.
Kini jarak di antara kami menyempit menjadi sekitar lima belas meter.
Bagaimana aku bisa mendekatinya? Apa yang harus kukatakan?
"Selamat pagi. Apakah menurutmu kita bisa mengobrol setengah jam saja?"
Konyol. Aku terdengar seperti penjual asuransi.
"Permisi. Apakah kamu tahu binatu yang buka sepanjang hari di sekitar tempat ini?"
Tidak. Itu juga konyol. Aku tidak membawa cucian. Siapa yang akan percaya kalimat semacam itu?
Mungkin kejujuran akan berhasil. "Selamat pagi. Kamu adalah gadis yang seratus persen sempurna untukku."
Tidak, dia tak akan percaya. Atau mungkin dia percaya, tapi tak ingin berbicara denganku. Maaf, begitu katanya barangkali, aku mungkin saja gadis yang seratus persen sempurna bagimu, tapi kamu bukanlah pemuda yang seratus persen sempurna untukku.
Itu bisa saja terjadi. Dan jika aku mengalami hal semacam itu, aku mungkin akan hancur berkeping-keping. Aku tak akan pernah pulih dari guncangannya. Usiaku kini tiga puluh dua tahun dan begitulah rasanya menjadi dewasa.
Kami akhirnya berpapasan di depan sebuah toko bunga. Udara lembut menyentuh kulitku. Aspal terasa lembap dan aku menangkap aroma mawar yang meruap. Aku tak bisa memaksa diri berbicara dengan gadis itu. Dia mengenakan sweter putih dan tangan kanannya memegang sehelai amplop putih yang belum ada prangkonya. Jadi, dia menulis sepucuk surat pada seseorang, mungkin sampai menghabiskan waktu semalaman untuk menulisnya, karena matanya tampak mengantuk. Amplop itu mungkin berisi segala rahasia yang dia punya.
Aku melangkah beberapa kali dan menoleh: Dia sudah lenyap di dalam kerumunan
***
Kini, tentu saja, aku tahu dengan tepat apa yang seharusnya kukatakan kepadanya. Mungkin terlalu panjang untuk kusampaikan dengan layak. Gagasan-gagasan yang terpikir olehku tidak pernah praktis.
Begitulah. Apa yang kukatakan itu akan diawali dengan "Pada suatu ketika" dan diakhiri dengan "Sebuah kisah yang sedih, bukan?"
***
Pada suatu ketika, hiduplah seorang pemuda dan seorang gadis. Pemuda itu berumur delapan belas tahun dan si gadis berumur enam belas tahun. Pemuda itu tidak terlalu ganteng dan si gadis juga tidak terlalu cantik. Mereka hanyalah seorang pemuda biasa yang kesepian dan seorang gadis biasa yang kesepian, seperti halnya orang-orang lain. Namun, mereka percaya sepenuh hati bahwa di suatu tempat di dunia ini hiduplah seorang pemuda yang seratus persen sempurna dan seorang gadis yang seratus persen sempurna bagi mereka. Ya, mereka percaya pada keajaiban. Dan keajaiban itu sungguh-sungguh terjadi.
Suatu hari keduanya bertemu di sudut sebuah jalan.
"Ini menakjubkan," ujar si pemuda. "Aku telah mencarimu sepanjang hidupku. Kamu mungkin tidak percaya, tapi kamu adalah gadis yang seratus persen sempurna untukku."
"Dan kamu," sahut si gadis, "adalah pemuda yang seratus persen sempurna untukku. Tepat seperti bayanganku hingga hal-hal paling sepele. Seperti mimpi saja."
Mereka lalu duduk di atas bangku di sebuah taman, berpegangan tangan, dan menceritakan kisah mereka masing-masing selama berjam-jam. Mereka tak lagi kesepian. Mereka telah menemukan dan ditemukan oleh pasangan seratus persen sempurna mereka. Hal yang paling menakjubkan di dunia adalah menemukan dan ditemukan oleh pasangan seratus persen sempurna kita. Ini adalah sebuah keajaiban kosmis.
Saat mereka duduk dan bercakap-cakap, secercah kecil keraguan muncul di hati mereka: Tak anehkah mimpi-mimpi seseorang menjadi kenyataan dengan begitu mudah?
Dan begitulah, ketika tiba saat jeda dalam percakapan mereka, si pemuda berkata kepada si gadis, "Mari kita uji diri kita--sekali saja. Jika kita sungguh-sungguh pasangan seratus persen sempurna masing-masing maka pada suatu waktu, pada suatu tempat, kita pasti akan bertemu lagi tanpa kesulitan. Ketika itu terjadi dan kita tahu bahwa kita adalah pasangan seratus persen sempurna masing-masing, kita akan menikah. Bagaimana menurutmu?"
"Ya," jawab si gadis, "itulah yang harus kita lakukan."
Dan mereka pun berpisah, si gadis pergi ke timur, sedangkan si pemuda melangkah ke barat.
Ujian yang mereka sepakati sebenarnya tidak diperlukan karena mereka sungguh-sungguh kekasih sempurna seratus persen bagi yang lain dan merupakan sebuah keajaiban mereka bisa bertemu. Namun, mustahil mereka mengetahui hal ini pada usia semuda itu. Ketika mereka tersadar, kepala mereka sekosong rekening bank D. H. Lawrence muda.
Mereka berdua sebetulnya adalah dua orang muda yang cerdas. Melalui upaya yang terus-menerus mereka mampu mendapatkan pengetahuan dan perasaan yang membuat mereka menjadi anggota masyarakat yang berhasil. Syukur kepada Tuhan, mereka menjadi warga negara yang sungguh-sungguh bertanggung jawab yang tahu bagaimana beralih dari satu jalur kereta api ke jalur kereta api lainnya dan paham bagaimana mengirim sepucuk surat kilat khusus di kantor pos. Mereka bahkan bisa merasakan cinta lagi, terkadang bahkan cinta tujuh puluh lima hingga delapan puluh lima persen.
Waktu berlalu begitu cepat dan dengan segera si pemuda telah berumur tiga puluh dua tahun, sedangkan si gadis tiga puluh tahun.
Pada satu pagi di bulan April, saat mencari secangkir kopi untuk mengawali hari, si pemuda berjalan dari barat ke timur, sementara si gadis yang bermaksud mengirimkan sepucuk surat kilat khusus, berjalan dari timur ke barat. Keduanya berjalan sepanjang jalan sempit yang sama di daerah Harajuku, Tokyo. Mereka saling berpapasan di tengah jalan. Sinar pudar sisa ingatan mereka yang telah lenyap berkilau amat singkat di hati mereka. Masing-masing merasakan gemuruh di dada mereka. Dan mereka tahu:
Gadis itu seratus persen sempurna untukku.
Pemuda itu seratus persen sempurna untukku.
Namun, kilau ingatan mereka terlalu lemah dan pikiran mereka tak lagi mengandung kejelasan seperti empat belas tahun sebelumnya. Tanpa sepatah kata mereka berpapasan lalu lenyap di dalam kerumunan. Untuk selamanya.
Sebuah kisah yang sedih, bukan?
***
Ya. Itu dia. Itulah yang seharusnya kukatakan kepada gadis itu.
Cerpen ini diterjemahkan Anton Kurnia dari
"On Seeing 100% Perfect Girl One Beautiful April Morning",
terjemahan dari bahasa Jepang oleh Jay Rubin,
karya Haruki Murakami.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top