cerita pendek cinta

Jara lelah. Setiap malam saat waktu mulai lamban dan semua kebisingan mengambang, ia justru harus berkutat dengan kegalauan. Teringat dengan perempuan yang telah cukup intens berkomunikasi dengannya sekian bulan silam, namun akhirnya terhenti oleh entah karena siapa yang pertama mengakhiri. Jara merindukan perempuan itu. Pikirannya selalu melayang-layang pada satu pertanyaan: apakah perempuan itu juga sama merindukannya? Payah sekali jika jawabannya adalah tidak.

Ia kesal, bagaimana bisa perempuan yang belum pernah ia temui secara langsung itu suka mengusik isi kepalanya sedemikian rupa, sedemikian parah. Padahal belum tentu juga nyambung di dunia maya membuat mereka cocok di kehidupan nyata. Semuanya bisa jadi hanya ilusi semu. Semua orang bisa menjadi siapa saja di sosial media. Mereka punya banyak waktu untuk menjadi lebih dari yang sebenarnya.

Tapi tetap saja, perempuan itu secara tidak sadar telah menghancurkan waktu damainya menjadi perang batin yang tidak berkesudahan. Sepanjang malam hingga pagi, apapun yang ia lakukan selagi ia tidak mampu mengistirahatkan matanya itu, sosok perempuan itu tak pernah absen ia pikirkan dan bayangkan. Entah bagaimana pula ia membayangkan perempuan itu. Gambar wajah aslinya saja ia tidak punya. Inikah kutukan dunia maya yang pernah Jara cibirkan dahulu? Memandang rendah orang-orang yang jatuh cinta lewat sosial media, namun kini malah menimpa dirinya tanpa siaga.

***

The Art of Loving
Erich Fromm

(Kutipan-kutipan & komentar-komentar)

???

      ???                                     ???    

???                            ?                            ???

         ???                                       ??                                       ???         

               ???                                        ???             

Sama dengan seni-seni lain yang ada di muka bumi
--seni tari, seni musik, seni rupa, dll--
seni mencintai pun dibutuhkan pembelajaran (teori)
dan latihan (praktik) yang konsisten dan mendalam
agar dapat dikuasai oleh seseorang.
Untuk itu lah buku ini ada dan menjelaskannya
(berisi sebagian besar teori, sedikit penjelasan tentang praktik,
dan sisa praktiknya niatkan dan jalankan sendiri,
tergantung individu).

"Berbeda dari penyatuan simbiosis, cinta yang dewasa adalah penyatuan dalam kondisi tetap memelihara integritas seseorang, individualitas seseorang. Cinta adalah kekuatan aktif dalam diri manusia; kekuatan yang meruntuhkan tembok yang memisahkan manusia dari sesamanya, yang menyatukan dirinya dengan yang lain; cinta membuat dirinya mengatasi perasaan isolasi dan keterpisahan, tetapi tetap memungkinkan dirinya menjadi dirinya sendiri, mempertahankan integritasnya. Dalam cinta terdapat paradoks, yaitu bahwa dua insan menjadi satu, tetapi tetap dua."

"Ia (Spinoza) membedakan antara kekuatan aktif dan kekuatan pasif, "tindakan" (actions) dan "nafsu" (passions). Dalam hal kekuatan aktif, manusia adalah makhluk bebas, ia adalah tuan atas kekuatannya; dalam hal kekuatan pasif, manusia itu dikendalikan, objek dari motivasi yang tidak ia sadari."

"Iri, cemburu, ambisi, segala macam ketamakan adalah nafsu; cinta adalah tindakan, wujud laku dari kekuasaan manusia, yang dapat dijalankan hanya dalam kebebasan dan sama sekali bukan akibat paksaan."

"Cinta adalah suatu tindakan, bukan suatu kekuatan pasif; cinta berarti "bertahan di dalam" (standing in), bukan "jatuh" (falling for). Pada umumnya, karakter aktif dari cinta dapat digambarkan dengan pernyataan bahwa cinta pertama-tama adalah memberi, bukan menerima."

Jadi, alih-alih terkungkung dalam kegalauan tak berujung
karena (merasa) terlalu mencintai seseorang secara sepihak
--atau bisa dibilang diam-diam (cinta dalam diam?)--
dan berharap suatu saat orang itu akan membalas cinta kita,
barangkali ada baiknya kita berhenti dan mulai belajar
mencintai dia yang jelas-jelas mencintai kita sepenuh hati.
Belajar dan mempraktekkannya tanpa henti;
di situ lah seni mencintai perlahan-lahan kita raih.

"...dengan memberi secara tulus, ia tidak habis-habisnya menerima apa yang diberikan kembali kepadanya. Memberi berarti membuat orang lain menjadi pemberi juga dan mereka sama-sama berbagi kebahagiaan dengan apa yang mereka persembahkan pada kehidupan."

"Dalam kaitannya dengan cinta, ini berarti: cinta adalah kekuatan yang melahirkan cinta; impotensi adalah ketidakmampuan untuk melahirkan cinta. Pemikiran ini diungkapkan dengan indah oleh Marx: "Anggaplah", katanya, "manusia sebagai manusia, dan hubungannya dengan dunia sebagai hubungan manusia, dan Anda dapat bertukar cinta hanya dengan cinta, kepercayaan dengan kepercayaan, dan seterusnya. Jika Anda ingin menikmati seni, Anda harus menjadi pribadi yang terlatih dengan nilai-nilai seni; jika Anda ingin mempunyai pengaruh terhadap orang lain, Anda harus menjadi pribadi yang mempunyai pengaruh yang benar-benar membangkitkan dan mendorong semangat orang lain. Setiap hubungan Anda dengan manusia dan alam harus merupakan wujud nyata dari kehidupan individual Anda sesunggunya, yang sesuai dengan objek kehendak Anda. Jika Anda mencintai tanpa membangunkan cinta, yaitu jika cinta Anda tidak melahirkan cinta, jika dengan mengungkapkan ekspresi kehidupan sebagai seorang pribadi yang mencintai Anda tidak membuat diri Anda menjadi pribadi yang dicintai, itu berarti cinta Anda impoten, suatu kemalangan." Namun, memberi berarti menerima bukan hanya dalam cinta."

Ini seperti mengingatkanku pada pernyataan bahwa
ketika kau ingin mendapatkan yang terbaik
(misalkan pasangan),
maka jadilah (pasangan) yang terbaik
bagi/untuk dirimu terlebih dahulu.

"Sekiranya tidak perlu ditandaskan kembali kenyataan bahwa kemampuan untuk mencintai sebagai tindakan memberi tergantung pada perkembangan karakter seseorang pribadi. Hal itu mensyaratkan pencapaian orientasi yang sangat produktif; dalam orientasi ini, seorang pribadi telah mengatasi ketergantungan, kemahakuasaan narsistik, nafsu untuk mengeksploitasi orang lain, atau untuk menimbun, dan mempunyai keyakinan terhadap kekuatan manusiawinya, berani bersandar pada kekuatannya untuk mencapai tujuannya. Apabila belum mencapai kualitas hingga tingkat seperti itu, ia takut memberikan dirinya--untuk mencintai."

"Lebih dari unsur memberi, karakter aktif dari cinta terlihat jelas dalam kenyataan bahwa cinta selalu mengimplikasikan unsur-unsur dasar tertentu, yang lazim pada segala bentuk cinta. Unsur-unsur itu adalah perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan."

"Cinta adalah perhatian aktif pada kehidupan dan pertumbuhan dari apa yang kita cintai."

"Orang mencintai apa yang didapatkan dengan jerih payah, dan orang berjerih payah untuk mendapatkan apa yang ia cintai."

"Dalam hubungan antara ibu dan bayinya, tanggung jawab ini terutama mengacu pada perhatian terhadap kebutuhan jasmani. Dalam cinta di antara orang dewasa, tanggung jawab pertama-tama mengacu pada kebutuhan psikis orang lain."

Sebenarnya, orang yang paling banyak ngomong tentang cinta itu,
bisa dibilang hidupnya yang paling kurang cinta nggak sih?
Karna kalau dia sudah content--penuh dengan cinta--
dia bakal diam dan menikmati cintanya itu dengan tenang
--bukan malah "membual" tentangnya.
Ini kayak cerita tentang si kaya dan si miskin (dalam arti luas).
Orang kaya biasanya jarang ngomongin tentang "harta"-nya;
ogah bercerita kalau dia habis melakukan ini/itu
(misal menerima/memberi) terkait dengan "harta"-nya tersebut.
Justru orang miskin yang suka berkoar-koar
ketika dia habis membeli / mendapatkan / memberikan
sesuatu (bisa barang/jasa).
Eh, iya nggak sih?

"Tanggung jawab bisa dengan mudah jatuh menjadi dominasi dan kuasa memiliki, yang bertolak belakang dengan komponen cinta yang ketiga, yaitu rasa hormat. Rasa hormat bukanlah rasa takut dan terpesona; menurut akar katanya (respicere = melihat), rasa hormat atau respek merupakan kemampuan untuk melihat seseorang sebagaimana adanya, menyadari individualitasnya yang unik. Rasa hormat berarti kepedulian bahwa orang lain perlu tumbuh dan berkembang sebagaimana adanya. Dengan demikian, rasa hormat mengimplikasikan tidak adanya eksploitasi. Saya ingin agar orang yang dicintai tumbuh dan berkembang demi dirinya, dan dengan caranya sendiri, serta tidak demi diri saya. Jika saya mencintai orang lain, saya merasa satu dengannya, tetapi dengan dirinya yang apa adanya, bukan seperti apa yang saya butuhkan sebagai objek kepentingan saya. Jelas bahwa rasa hormat hanya mungkin jika saya telah mencapai kebebasan; jika saya dapat berdiri dan berjalan tanpa memerlukan tongkat penopang, tanpa harus mendominasi dan mengeksploitasi siapa pun. Rasa hormat ada hanya atas dasar kebebasan: "l'amour est l'enfant de la liberte" seperti dikatakan dalam lagu Prancis Kuno; cinta adalah anak kebebasan, sama sekali bukan anak dominasi."

"Perhatian, tanggung jawab, rasa hormat, dan pengetahuan mempunyai keterkaitan satu sama lain. Semuanya merupakan sindrom sikap yang terdapat dalam pribadi yang dewasa, yaitu pribadi yang mengembangkan potensi dirinya secara produktif, mau bersusah payah untuk mencapainya, meninggalkan impian narsistik kemahatahuan dan kemahakuasaan, dan mempunyai kerendahan hati yang berbasis pada kekuatan batin yang hanya mungkin dicapai melalui aktivitas yang benar-benar produktif."

"Polaritas antara prinsip kepriaan dan kewanitaan juga ada dalam setiap diri pria dan wanita. Secara psikologis, pria dan wanita masing-masing mempunyai hormon seksual yang berlainan, sekaligus keduanya juga merupakan makhluk biseksual dalam pengertian psikologi."

"Dalam segi psikis, juga tidak jauh berbeda; dalam cinta antara pria dan wanita, mereka masing-masing dilahirkan kembali. (Penyimpangan homoseksual merupakan kegagalan untuk mencapai polarisasi ini, dan karenanya kaum homoseksual mengalami penderitaan keterpisahan yang tidak berkesudahan; tetapi kegagalan ini juga dialami oleh rata-rata kaum heteroseksual yang tidak mampu mencintai.)"

"Kalau kelumpuhan maskulinitas ini semakin ekstrem, sadisme (penggunaan kekuatan) menjadi pengganti utama--yang menyimpang--atas maskulinitas. Jika seksualitas feminin melemah atau menyimpang, ia akan berubah menjadi masokhisme, atau kuasa memiliki."

Kita berlomba-lomba ingin dicinta,
tapi faktanya sulit mencintai.

"Cinta yang kekanak-kanakan mengikuti prinsip: "Saya mencintai karena saya dicintai." Cinta yang dewasa mengikuti prinsip: "Saya dicintai karena saya mencintai." Cinta yang tidak dewasa mengatakan: "Saya mencintaimu karena saya membutuhkanmu." Cinta yang dewasa mengatakan: "Saya membutuhkanmu karena saya mencintaimu.""

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top