- Love Hate Relationship -
9 bulan kemudian ...
“Kemana suamimu? Bisa-bisanya ngebiarin istri lagi hamil tua di rumah sendirian.”
“Mas Aga masih ada urusan kerjaan, Bu. Besok juga udah balik kok.”
“Besok-besok, nyatanya nggak pulang-pulang. Udah dari seminggu yang lalu kamu bilang gitu, Yu,” marah ibu yang akhirnya menyempatkan diri untuk datang berkunjung ke Surabaya bersama Dahlia.
“Kerjaan mas Aga lagi genting banget, Bu. Emang harus di-handle sama mas Aga sendiri, jadinya—“
“Ayu. Kamu itu udah terlalu sering belain dia. Kamu lihat keadaanmu! Kalau bukan Dahlia yang maksa ibu untuk ke sini, kamu mau sama siapa?”
Ayu menunduk kesal, sembari mengelus perutnya yang semakin membesar.
“Aku bisa sendiri kok.”
“Yakin kamu? Adik kamu ini memaksakan buat dateng jauh-jauh, ninggalin kerjaannya. Cuma biar bisa bantuin kamu, jagain kamu dan bayi kamu setelah melahirkan nanti. Hari persalinan sudah semakin dekat.”
“Aku nggak minta Dahlia ke sini dan ninggalin kerjaannya kok. Ibu juga.”
“Bu, udah, ya. Biar Kak Ayu istirahat dulu, ya. Ayo kak, aku bantu ke kamar,” sahut Dahlia, sengaja menghentikan perdebatan dan mencoba mengulurkan tangan untuk membantu Ayu.
Dengan tegas, Ayu menolak. Ia menepis bantuan adik satu-satunya itu dengan wajah cemberut.
“Nggak usah. Aku bisa sendiri.”
“Kamu ini kebiasaan, selalu merasa bisa melakukan ini itu sendiri, Yu! Selalu menolak bantuan orang lain. Kamu merasa paling hebat?” cetus ibu dengan suara tersendat, sembari membenarkan letak kacamata barunya beberapa kali.
“Aku emang bisa sendiri, kok. Biasanya juga gitu kan, Bu. Aku juga nggak maksa ibu dan Dahlia ke sini. Kalau mau pulang ya silakan pulang aja. Nanti aku cariin tiketnya,” jawab Ayu kesal seraya berusaha bangkit dari posisi duduknya.
Dahlia tak bisa tinggal diam, refleks segera membantu kakaknya yang mulai kesulitan untuk berdiri.
“Kamu siapin pakaian ibu aja, biar aku cariin tiket pulang,” sambung Ayu lagi.
“Tapi kak, aku nggak mungkin ninggalin kakak sendirian dalam keadaan kayak gini. Mas Aga belum ada kabar mau pulang kapan?”
“Nggak masalah. Udah siap-siap aja.”
“Kamu usir ibu kamu sendiri?” tanya ibu dengan suara parau, menahan tangis.
“Loh dari pada ibu selalu mengeluh, capek ngurusin aku. Aku nggak masalah ditinggal sendirian.” Ayu merasa yakin dengan dirinya sendiri, bahkan di detik-detik menanti kelahiran sang buah hatinya itu.
Wanita paruh baya dengan daster panjang yang mulai lusuh itu perlahan mengambil posisi duduk, sembari merapal istigfar di dalam hatinya.
“Kak, istirahat dulu, yuk. Aku anterin.” Dahlia dengan cekatan memapah Ayu, membantunya berjalan menuju kamar.
Tak dibiarkannya Ayu menolak, karena sungguh Lia menyaksikan dengan matanya sendiri bahwa kakak perempuannya itu tengah dalam kesulitan untuk menguasai tubuhnya sendiri. Perubahan besar pada tubuhnya, jelas sangat berpengaruh pada perubahan sikap dan mental Ayu pula. Dahlia justru sangat memahami hal tersebut dan dengan tulus ingin membantu Ayu menghadapi masa-masa itu.
“Maafin aku ya, Kak. Gara-gara aku, kak Ayu dan ibu jadi sering banget berselisih paham. Sebenernya, bukan mau ibu bersikap keras sama kakak. Tapi mungkin cara ibu menyampaikan rasa sayangnya ke kak Ayu aja yang berbeda,” ungkap Dahlia berusaha bersikap tenang.
“Dari dulu ibu mana pernah sih sayang sama aku. Kayaknya nggak pernah.”
Kedua wanita itu kini telah sampai di dalam kamar utama. Sebuah kamar yang nyaman dengan pencahayaan yang terang. Sebuah ruangan yang sangat mencerminkan seorang Dahayu yang Lia kenal. Dari pemilihan warna cat tembok hingga segala perabot dan tatanannya, memiliki ciri khas kesukaan Ayu.
“Sebentar lagi kak Ayu juga udah mau jadi seorang ibu. Mungkin, nantinya kak Ayu yang bakal mengerti sendiri, bahwa nggak ada seorang ibu yang nggak menyayangi anaknya. Bagaimana pun keadaannya.”
“Sok tau kamu.” Ayu masih denial dengan segala ucapan adiknya.
“Sebenernya, kak Ayu bahagia nggak sih, udah mau jadi ibu?”
“Apa aku harus bahagia sama segala perubahan besar yang terjadi sama tubuhku ini?” Ayu balas bertanya, sembari melirik perut dan tubuhnya yang semakin membengkak akibat kehamilan.
“Aku rasa, iya. Semua wanita ingin merasakan keistimewaan hamil dan melahirkan anaknya. Walaupun nggak semua wanita juga bisa merasakan amanah itu.”
“Kamu masih kecil. Tau apa sih!”
“Ya aku kan juga perempuan, kak.”
Ayu bukan tak mengerti bahwa kehamilannya saat ini merupakan anugerah tak terkira dari Allah. Hanya saja, wanita berlesung pipi itu sedang merasa lelah dan tidak siap dengan segala perubahan dalam hidupnya. Terlebih, sikap Nuraga yang terkesan kurang perhatian. Lebih mementingkan pekerjaannya dibandingkan dengan kehamilan anak pertama mereka. Membuat Dahayu merasa bahwa kehamilannya tak ubahnya sebuah beban baru yang bersiap menghantui hidup.
“Kak, apa pun yang sedang terjadi sama kak Ayu dan Mas Aga sekarang, aku mohon banget yuk, kita fokus dulu buat persalinan anak ini,” ucap Lia sambil mengelus lembut perut Ayu, menerbitkan embun di pelupuk mata wanita itu.
“Ada aku dan ibu di sini yang menemani kakak. Berjuang, ya!” sambung Dahlia dengan tatapan tulus.
Dahayu mengangguk lemah. Sudah beberapa hari ini ia merasakan gelombang cinta mulai menghampiri. Berkali-kali pula ia mengabari Nuraga, memintanya untuk segera pulang. Lelaki itu bahkan belum juga menunjukkan batang hidungnya hingga sekarang. Tentu saja alasan pekerjaan menjadi yang paling sering didengungkan.
“Aku mau istirahat dulu,” sahut Ayu sambil merebahkan tubuhnya menyamping, dibantu oleh Dahlia.
“Oke. Panggil aku kalau butuh apa-apa ya, kak!" pinta Lia.
Ayu mengangguk pelan dan berpaling, memunggungi Dahlia yang belum berniat pergi. Air matanya mengalir cukup deras di balik sana.
“Atau ..., mau aku temenin dulu, kak?” tanya Dahlia seolah tak rela membiarkan wanita itu bersedih.
Kali ini Ayu menggeleng, “temenin ibu dulu aja,” sahutnya.
“Mmm, oke.” Dahlia segera berlalu, menutup rapat pintu di belakangnya.
***
“Mas Aga di mana, Bu?” teriak Ayu sembari merintih, menahan nikmatnya kontraksi yang mulai datang dengan ritme yang semakin beraturan.
Wanita dengan bergo berwarna kuning gading dan aksen renda itu beberapa kali terlihat memejamkan matanya. Sambil meremas-remas kain baju panjangnya, Ayu berusaha menahan rasa sakit sembari terus berkutat di atas birthing ball-nya.
“Dahlia sudah coba hubungi berkali-kali, belum ada jawaban dari Aga,” jawab ibu sambil terus menerus mengelus pucuk kepala putrinya. Raut wajah rentanya terlihat khawatir.
“Aku udah nggak kuat lagi, Bu,” lirih Ayu sembari menunduk lesu. Keringat bercampur air mata masih mengucur deras hampir di sekujur tubuhnya.
“Tarik napas, istigfar, nak,” sahut ibu dengan lembut. Sungguh sebuah peristiwa langka yang begitu menyentuh hati Ayu. Begitu ia rindukan.
“Sabar. Terus berdoa agar dimudahkan, dilancarkan sama Allah,” lanjut ibu lagi.
Dahayu menurut, merapalkan kalimat istigfar dan doa-doa apa pun yang mampu ia ucapkan.
“Bantu berdiri, dek!” pinta Ayu, tak tahan untuk tetap duduk di atas birthing ball.
“Mau apa, kak? Aku ambilin aja,” sahut Dahlia yang siap siaga semenjak tadi malam bersama Ayu.
Dahayu menggeleng, “tolong ambilin handphone aku,” jawabnya sambil berdiri.
Untuk kesekian kalinya Ayu mencoba menghubungi Nuraga, dan masih disambut dengan jawaban yang sama dari operator kartu seluler milik Aga. Entah sedang berada di mana lelaki itu.
Dengan mata berlinang, Ayu mencoba melangkahkan kakinya perlahan. Sambil sebelah tangannya memegangi pinggul, Ayu melangkah dengan bantuan seorang perawat yang akan mendampingi persalinannya nanti.
Sorot matanya sayu, seolah tak ada semangat untuk berjuang dalam persalinan itu. Kesedihan, kecemasan, kesakitan bercampur menjadi satu. Bukan hanya milik Ayu, namun sosok wanita paruh baya dengan pakaian sederhana di sampingnya pun turut merasakan kesedihan yang begitu mendalam. Maniknya melukiskan sebuah luka, yang seperti akan tercabik kembali dengan kelahiran sang cucu kelak.
PYOOOK ...
“Aaaah,” rintih Dahayu kesakitan dan tak mampu berdiri lagi. Sekujur kakinya basah, diguyur cairan jernih berwarna putih kekuningan.
••••••
Guys, maapin banget absen publish hari selasa kemarin. Maapkan keteledoranku, saking riweuhnya di dunia nyata. 🥲🥲
Insya Allah hari ini bakalan publish dua bab sekalian sebagai gantinya.
Tolong semangatin aku yaa..
Selamat idul fitri, mohon maaf lahir batin dari aku.
Salam sayang, 🥰
halodwyta
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top