- Bujuk Rayu Setan -

Setan itu emang nggak pernah ridho kalau sepasang suami istri hidup selalu dalam ketaatan dan kebahagiaan. Dia akan masuk ke dalam sebuah keluarga melalui sang ibu. Merusak dan mengambil rasa syukurnya. Maka hati-hatilah! Perbanyak sabar.

 
***

“Acara apaan di tempat kayak gitu?” protes Aga pada lawan bicaranya di telepon.

“Nay, gue nggak bisa. Gue minta tolong, elu aja yang wakilin perusahaan, oke?” ujar Nuraga lagi. Perdebatan di antara keduanya terdengar alot.

“Gue nggak mungkin lah ngajak istri dan anak gue ke acara kayak gitu. Nggak pantes!” sambung Nuraga lagi. Tanpa disadari, sejak tadi Dahayu sedang memerhatikan dirinya dari tangga, beberapa lengkah di belakang.

“Kenapa nggak mau ajak aku?” Segera Ayu menyahuti. Sudah hampir 10 menit ia berdiri di belakang Aga, mengamati setiap gerak-gerik suaminya di telepon.

“Malu ya punya istri gendut? Jelek dan nggak punya penghasilan kayak aku?” tuduh Ayu dengan segala perasaan was-wasnya yang setiap hari semakin menjadi-jadi.

Nuraga segera memutuskan panggilan teleponnya entah dengan siapa, lalu beralih menghampiri Ayu.

“Kok ngomong gitu, sih?” protes Aga.

“Loh? Iya kan? Kamu malu ajak aku ketemu relasi bisnis kamu karena apa lagi selain itu? Seorang Nuraga Adhitama yang biasa dikelilingin sama cewek-cewek cantik, seksi, masa harus ngajakin ibu-ibu kayak aku?”

“Sayang—“

“Yang telepon barusan Kanaya, kan? Mantan kamu sebelum nikah sama aku? Dia cantik loh. Sesuai sama tipe kamu, lah. Kenapa kamu malah nikahin aku, sih?” sesal Ayu, seperti sengaja menciptakan pertengkaran. Sejak tadi Ayu yang diliputi rasa penasaran begitu dalam sempat mencari tahu tentang Kanaya melalui sosial media milik Nuraga.

“Sayang, bukan gitu. Tolong dong dengerin aku dulu!“

“Semua ini gara-gara kamu Diaz. Gara-gara harus melahirkan kamu, badan aku jadi bengkak gini. Nggak ada cantik-cantiknya lagi. Pantes aja papa kamu berpaling,” sinis Ayu pada bayi kecil di dalam dekapannya.

“Astagfirullahaladzim ..., Dahayu. Kamu udah terlalu berlebihan. Istigfar, Yu!” sentak Nuraga.

Wanita itu menghela napas kesal, lantas beranjak kembali menggendong buah hatinya naik ke atas. Tak tinggal diam,  Nuraga segera menyusulnya ke dalam kamar.

Dahayu meletakkan Diaz di atas tempat tidurnya.

“Nggak usah nangis, kamu! Manja. Lihat tuh, papa kamu aja nggak mau ajak kita pergi buat ketemu temen-temennya! Malu kan dia, punya istri jelek, gendut. Apa kamu juga malu punya ibu kayak aku?” teriak Ayu, kembali hilang kendali.

Bayi tak berdosa itu kembali merengek, namun Ayu tetap tak mau peduli. Ia menjauh beberapa senti dari box, lantas beralih menuju meja rias. Mengambil sebuah kapas dan cairan pembersih make-up untuk menghapus riasan di wajahnya malam itu.

“Ayu. Kamu kenapa harus nyalahin Diaz gitu, sih?” protes Nuraga tak setuju.

“Bener, kan? Semenjak hamil dia aja tubuhku udah berubah. Bengkak, gelambir, selulit di mana-mana. Sekarang, pas dia lahir, duniaku juga berubah, Aga! Nggak kayak dulu lagi.” Dahayu membuka hijabnya, perlahan menampilkan kembali rambut panjangnya yang mulai rontok.

“Nggak kayak Kanaya. Badannya bagus, cantik, rambutnya juga bagus. Wajarlah kamu belum bisa berpaling dari dia.“

“Sayang, nggak baik menuduh tanpa bukti gitu. Harusnya kita omongin baik-baik, loh. Bukan malah nyalahin orang lain. Nyalahin Diaz juga.”

“Tapi bener, kan? Kamu sendiri yang bilang tadi, di telepon. Kamu bilang nggak mau ajak aku dan Diaz ke tempat kayak gitu. Nggak pantes.”

Nuraga langsung memeluk Ayu tanpa pamit, tak peduli penolakan. Kekuatannya jauh lebih besar kali ini, membuat Dahayu mau tak mau harus pasrah di dalam pelukannya.

“Kamu itu salah paham. Mana mungkin aku izinin kamu dan anak aku ikut-ikutan ke club malam, sayang,” ujar Aga, nada suaranya masih berusaha lembut.

Jleb.
Pernyataan dari Nuraga barusan seolah menohok tepat di dada Dahayu. Rupanya ia telah salah sangka pada suaminya sendiri.

“Ada acara dadakan, yang nggak tau juga atas idenya siapa, diadain di club malam. Ya nggak mungkin kan aku akan ajak kamu dan Diaz. Bahkan aku sendiri aja nggak bakalan pergi.”

“Kenapa?” tanya Ayu, suaranya melemah.

“Nggak ah. Aku nggak pengin. Mulai sekarang, aku mau ngeluangin lebih banyak waktu aku untuk kalian.”

Ucapan Nuraga benar-benar membuat Dahayu merasa malu dan menyesal telah berprasangka buruk pada suaminya.

“Lagi pula, aku nggak mau bikin kamu semakin berpikiran buruk soal aku dan Kanaya. Lebih baik aku yang jaga jarak, kan?”

Dahayu mengangguk sembari tersenyum. Menatap kedalaman mata Nuraga.

“Kamu pernah denger, kan? Setan itu emang nggak pernah ridho kalau sepasang suami istri hidup selalu dalam ketaatan dan kebahagiaan,” ungkap Nuraga kembali dijawab oleh anggukan kecil dari sang istri.

“Apalagi jadi seorang ibu. Jika setan ingin merusak sebuah keluarga, maka dia bakalan masuk melalui seorang ibu. Doa bakal jadiin seorang ibu selalu merasa lelah dan hilang rasa syukurnya,” sambung Aga lagi, mendapat tatapan lembut dan berkaca-kaca dari Ayu yang merasa begitu tertohok.

“Kita harus lebih banyak bersabar dan melawan segala macam godaan itu bersama-sama, ya!” pinta Aga lagi, memeluk erat istrinya.

“Iya. Maafin aku.”

Sepasang suami istri itu lalu bersegera mendatangi putranya yang masih larut dalam tangisan. Menenangkannya hingga kembali hanyut dalam buaian.

Dalam keadaan normal, Dahayu dan Nuraga merupakan gambaran keluarga kecil yang berbahagia. Hanya saja, akhir-akhir ini Dahayu merasa memiliki dua kepribadian ganda. Kadang, ia bisa menjadi seorang ibu dan istri yang begitu sabar dan penyayang. Namun sering kali juga, ia merasa tak tahan dengan segala tekanan dan tuntutan sebagai ibu yang sempurna.

Ayu lebih sering merasa minder pada semua orang yang terlihat dekat dengan Nuraga. Apalagi setelah kemunculan Kanaya. Ia merasa insecure dengan perubahan dirinya semenjak melahirkan. Tubuhnya, dunianya, segala yang berubah dari Dahayu belum sepenuhnya mampu untuk diterimanya. Dan apabila perasaan itu muncul, ia tak segan-segan untuk selalu menyalahkan Diaz.

“Mulai besok, aku bakalan ngurangin jam kerja aku, ya. Aku temenin kamu di rumah.”

“Beneran?” Tanya Ayu seakan tak percaya.

Nuraga mengangguk, membelai lembut istrinya yang kini bertubuh gempal.

“Nggak jadi keluar beli permen kapas?” tawar Nuraga lagi.

“Aku udah hapus dandanan.”

“Kamu itu nggak perlu dandan juga udah cantik, sayang. Lagian nggak baik juga dandan berlebihan selain buat suami. Mau ngapain juga?”

Dahayu benar-benar terdiam. Tak menyangka bahwa suaminya akan bersikap begitu lembut dan menenangkan. Setidaknya, malam ini  Dahayu bisa merasa lebih tenang akan api cemburu yang sejak tadi menggebu-gebu di dadanya.

“Kecantikan istriku, biar buat aku aja, ya. Nggak perlu dipamerin ke orang lain.”

Dahayu tersenyum manis, merasa spesial dengan perkataan suaminya. Sudah lama sekali Nuraga tak bersikap manis seperti itu.

“Kamu kayak gini bukan karena ada maunya, kan?” lirik Dahayu, setengah bercanda.

“Sayaaang ....”

•••••

Kali ini mau yang manis-manis dulu, lah. Masa berantem mulu. Yakan?
Hehe.

Btw, aku mulai goyah ni buat ngelarin kisah Ayu Aga. Bantuin aku doa ya, biar tetep semangat. Makasih buat yang udah setia nungguin dan bacain kisah Ayu-Aga. Semoga Allah bales kebaikan yang banyak buat kita semua.
Love 🥰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top