Second Attempt
Vote, comment and share, kalau kalian suka bagian ini :)
Happy Reading :)
Second Attempt
Daisy membuka pintu depan kemudian berjalan masuk menuju ke halaman samping. Pulang sesiang itu, dia hanya ingin masuk kamar dan ngadem, sambil memikirkan ide tulisan untuk bagian terakhir dari draft. Langkahnya memelan ketika menemukan Nenek Ami duduk di atas kursi roda, tengah mengobrol dengan Lily, adiknya. Ada saja topik yang mereka obrolkan. Asal bisa nyambung, mengingat usia nenek dan cucu terpaut puluhan tahun. Generasi mereka sudah beda.
"Nenek lebih suka bakpao ayam atau kacang hijau?"
Daisy mengangguk-angguk. Topik tentang makanan memang topik yang tidak akan pernah salah sambung.
"Ayam. Coba nanti mama kamu bikin. Nenek mau coba."
"Ah, iya. Nanti ditanyain ke mama."
Samar, obrolan mereka terus berlanjut. Masih soal makanan. Kali ini tentang Siomay Bandung. Pare adalah bagian yang disukai nenek Ami,namun dibenci oleh Lily. Kata nenek, Pare mengandung khasiat bagi kesehatan tanpa menjabarkan lebih lanjut. Intinya, Pare itu cocok untuk obat dalam. Daisy jadi mesti googling dulu kalau Pare memiliki khasiat untuk menjaga kesehatan pencernaan. Iseng diambilnya ponsel dan segera menemukan jawabannya di sana.
Ternyata khasiat Pare sangat banyak. Mengendalikan gula darah, meningkatkan kekebalan tubuh, menjaga kesehatan mata, dan tentu saja fungsi khusus bagi pencernaan karena kandungan serat serta rendah lemak.
Daisy senang karena keisengannya jadi memberikan informasi penting. Siapa tahu suatu saat bisa dimasukkan di dalam materi tulisan.
"Halo Nek." Sapa Daisy sebelum mengecup pipinya. "Udah makan? Makan apa?"
"Sudah. Makan soto Betawi."
Nenek Ami merupakan nenek dari pihak mama Daisy yang selama ini tinggal bersama mereka. Beliau terkena stroke setahun lalu, hingga mengharuskannya tetap berada di kursi roda. Secara fisik, kondisinya cukup baik. Kedua matanya masih cukup mampu melihat dengan jelas meski mengandalkan bantuan kaca mata.
"Mama mana, Ly?"
"Lagi masak, Kak." Jawab Lily sambil menolehnya sebelum kembali menghadapi Nenek Ami. Ternyata Lily sedang memotongkan kuku nenek Ami. Daisy juga biasanya kebagian tugas itu kalau kebetulan nenek Ami menyuruhnya.
"Masak? Belum kelar jam segini?"
"Kan tadi beli soto Betawi, jadi makan siangnya diundur gitu." Lily menjawab tanpa melihat Daisy. Kelihatannya serius sekali membersihkan kuku nenek Ami.
Daisy tidak menanyakan keberadaan papa. Jam segini papa pasti masih berada di bengkel. Pekerjaannya sebagai pemilik bengkel dan sekaligus toko peralatan onderdil membuat papa selalu berangkat pagi untuk membuka toko dan biasanya baru balik ke rumah saat sore. Jika ada waktu, Daisy juga biasa mengunjungi toko. Sekadar membantu melayani penjualan alias bertindak sebagai kasir.
"Bagaimana novel kamu? Ada yang baru lagi?" tanya Nenek Ami. Meskipun sudah tua dan sudah kesulitan membaca, Nenek Ami selalu antusias tentang kesibukan Daisy selama ini.
"Masih dalam proses, Nek. Doain biar lancar ya, Nek?" Daisy tersenyum sambil mengusap lengan nenek.
"Pasti Nenek doain. Nanti Nenek kebagian buku kamu kan?"
Daisy tertawa. Neneknya termasuk salah satu orang di keluarganya yang artinya hanya satu-satunya yang selalu kebagian bukti cetak. Lily tidak begitu tertarik cerita romance. satu-satunya karya fiksi kesukaannya hanya Harry Potter. Semua judul series tersebut dikoleksi lengkap oleh Lily.
"Iya, Nek. Pasti."
Di dalam kamar Nenek terdapat sebuah rak buku khusus yang memajang buku-buku koleksi Nenek dari jaman dulu. Sementara itu novel-novel hasil karya Daisy ditempatkan di rak khusus. Dibandingkan respon mama yang biasa saja, nenek Ami malah memberi dukungan penuh terhadap bakat menulis Daisy. Menurutnya, tidak ada yang salah dengan berkarir menjadi penulis. Sementara kedua orangtuanya lebih senang jika Daisy bekerja kantoran. Karena sangat disayangkan ilmunya semasa kuliah tidak begitu berguna sekarang. Daisy sebenarnya juga sedang memikirkan bagaimana bisa bekerja di belakang meja. Namun di saat lain, dia ingin membuktikan jika dia bisa sukses secara materi dari menulis.
Baru saja Daisy berjalan menuju kamarnya, Lily memberi tahu kalau tetangga mereka mengundang acara makan-makan. Tante Elis sendiri yang datang mengundang.
"Oh, ya?"
"Katanya ada keluarganya yang mau datang. Enak nih. Tante Elis masakannya selalu enak. Apalagi kalau sudah bikin dessert." Lily meniup-niup kuku nenek dan membersihkan sisa potongan kuku yang jatuh di pangkuannya.
"Oh gitu ya?" Daisy cukup mengenal Tante Elis. Pekerjaan beliau sebagai pemilik toko bakery menjadi alasan, mengapa kue-kue buatannya luar biasa enak. Lily paling suka sama lapis legit Prune buatan Tante Elis.
Ya, semua orang suka juga sih. Kue berbahan premium yang selalu laris manis dan menjadi salah satu best seller karena citarasa manis dan legit.
Daisy kemudian berjalan menuju kamarnya untuk meletakkan tas selempang. Dari kamarnya tercium aroma seperti pisang goreng. Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua siang, mereka semua pasti sudah selesai makan siang. Daisy membuka tudung saji dan menemukan dua potong ayam goreng, sambal beserta lalapan dan tumisan sayur. Dia sudah makan bersama Dinda jadi lauk ayam goreng yang biasanya membuatnya tergerak untuk mengambil piring dan mengisinya dengan nasi hangat, diabaikan. Perutnya yang telah diisi pasta masih bisa bertahan sampai sore hari.
"Udah makan, Day?" tanya Mama yang baru saja meniriskan potongan pisang goreng berwarna kuning keemasan.
"Udah, Ma."
Daisy mengambil gelas, kemudian mengisinya dengan air dingin. Kursi tempatnya biasa duduk ditarik, kemudian duduk sambil mengamati aktivitas mama.
Mama meletakkan piring berisi pisang goreng di atas meja. "Kamu dari kantor penerbit?"
"Iya, Ma. Tapi tadi juga sempat nongkrong sama Dinda. Udah makan siang juga tadi."
Mama menarik kursi. "Kamu udah tau, kalau keluarga Tante Elis mau datang?"
"Udah dikasih tau sama Lily."
"Tapi pasti kamu nggak tau kan, siapa yang mau datang?"
"Nggak, Ma," geleng Daisy. "Emang siapa sih, Ma?"
"Giras."
Eh?
Serasa ada lonjakan hebat di dalam dada Daisy.
"Giras? Mas Giras? Kakaknya Gita?" tanya Daisy secara beruntun.
Mama tersenyum, seperti sudah menduga reaksinya. "Memangnya ada berapa Giras sih yang kita kenal?"
Daisy balas tersenyum lalu pura-pura memasang tampang cemberut. "Tapi bukan Gita yang datang."
"Mama sempat ngobrol-ngobrol sama Tante Elis kalau nanti Gita juga bakal nyusul. Kemarin-kemarin kan kamu sempat curhat kangen sama Gita. Nah, rupanya Tuhan mendengar doa kamu. Sekarang keinginan kamu terkabul."
Yes!
Kabar ini lebih menyenangkan dari kabar jika naskahnya sudah di-ACC oleh Mbak Reski.
Oke. Sebenarnya nggak gitu juga. Tapi tetap saja Daisy girang banget. Dua sosok penting yang berjasa di dalam hidupnya, kini telah kembali. Daisy sebenarnya tidak berharap banyak, misalnya berharap jika mereka akan menetap di Jakarta. Bisa saja kan mereka hanya sekadar main dan balik lagi ke Surabaya?
"Tadi Giras sempat pamit sebentar ke Mama, tapi habis itu katanya mau ke kantor dulu."
"Mas Giras ngantor di sini? Di Jakarta?" Daisy menahan nada suaranya agar terdengar tidak terlalu bersemangat. Sekalipun dulu Giras baik, tapi aslinya cowok itu usil.
"Mama nggak paham juga gimana. Nanti aja kalian bisa ngobrol sepuasnya."
Membayangkan bertemu Giras setelah hampir enam tahun lamanya, menimbulkan perasaan aneh di dalam diri Daisy. Dia tidak siap. Dan dia juga tidak yakin akan mampu mengontrol sikapnya.
Dia tidak mau jadi mati gaya di depan Giras.
"Ada yang berubah nggak dari Mas Giras?" Daisy tidak tahan untuk bertanya kepada mama.
"Ya kamu ketemu aja langsung nanti, biar tau bedanya." Mama kembali berdiri dari kursi untuk melanjutkan aktivitas menggoreng pisang. "Tolong kamu bawain pisang gorengnya ke Nenek."
Daisy mengerucutkan bibir. Jawaban Mama benar-benar tidak memuaskan.
Rasa penasarannya selama bertahun-tahun akan segera terjawab. Daisy yakin wajah tampan Giras tidak akan berubah, bahkan justru dia yakin akan semakin tampan. Tapi kalau ketemu nanti, dia tidak mungkin akan mengatakan hal itu kepada Giras, karena sudah pasti akan membuat cowok itu besar kepala. Apalagi, kalau keusilannya masih dipertahankan, Daisy tidak yakin akan bebas dari bahan ledekan cowok itu. Giras pernah mengatakan jika Daisy adalah salah satu sasaran empuk godaan cowok. Alasannya karena Daisy itu terlalu polos dan tidak punya pengalaman dalam percintaan.
Enak saja. Kalau mereka ketemu nanti, Daisy akan segera memamerkan kalau dia sudah sempat berpacaran sebanyak tiga kali dalam kurun waktu enam tahun terakhir ini. Jadi, Giras tidak akan punya alasan untuk meledeknya lagi. Lihat saja nanti.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top