07 | Pamungkas

note : mojang sunda dan lanang jowo.

Namanya Janaloka Digjaya

Dia lebih suka dipanggil Jeno. Tapi aku tahu, jauh di lubuk hatinya, dia lebih senang jika aku memanggilnya Jana.

Orang-orang bilang dia galak. Dingin. Sadis.

Jujur, emang iya.

Tapi, aku tahu, Janaloka-ku tidak ada niat untuk melukai siapapun.

Hanya saja trauma-nya akan kehilangan seseorang selalu membendung hatinya.

Aku anak kelautan dan perikanan. Bukan anak sastra.

Jadi, mari aku persingkat.

Teruntuk Janaloka.

Yang hadir saat depresi itu datang, lalu pergi sebab aku yang mengambil keputusan secara tiba-tiba.

Aku melakukan ini bukan berarti aku membencimu.

Kamu tahu aku tidak percaya cinta. Tapi saat aku bertemu dengan mu, aku paham.

Kamu melebihi cinta itu sendiri.

Kamu dulu sering bilang, 'You complete me', dan benar, kamu melengkapiku.

Aku benci harus mengatakan, jika aku sangat. Sangat. Mencintai ciptaan Tuhan yang bernama 'Janaloka Digjaya'.

Aku menyesal telah membuat jarak berupa watu bagi kita untuk kembali.

Aku tahu, masing-masing dari kita butuh waktu untuk pulih. Untuk berhenti melukai diri sendiri dan satu sama lain.

Kita sama-sama sakit. itu sebabnya kita harus berpisah. Sementara.

Sampai kita kembali sehat untuk saling melengkapi lagi.

Dari seseorang yang takut ikan.

* * *

Sebenarnya sebulan pertama sejak Kaniya pulang dari rumah sakit—bersamaan dengan dirinya yang akhirnya putus dan mendeklarasikan statusnya sebagai cowok jomblo—jujur, itu adalah waktu yang sangat sulit baginya.

Yang biasanya dia bangun paga-pagi dan langsung cabut ke kontrakan Kaniya—karena cowok itu terbiasa menjemput cewek itu hampir setiap harinya—dia harus terpaksa membelokkan setang motornya dan batal mengunjungi kontrakan mantan pacarnya itu. Sial, Jeno berat mengakuinya. Ditambah, teman-teman satu fakultasnya itu pada sorak-sorai bergembira karena ada kemungkinan besar wajah Kaniya akan tersorot kembali di pamflet fakultas FSRD.

Nana pun salah satunya. Di saat Jeno galau, cowok itu malah memanas-manasinya. Padahal cowok itu sendiri yang menyarankan dirinya untuk putus.

Dan benar saja lima bulan kemudian, Kania terpampang di brosur acara pementasan fashion. Jeno rasanya mau marah-marah. Tapi dia ditampar kenyataan bahwa dia bukan siapa-siapanya Kaniya lagi. Alhasil, Jeno diam-diam datang ke acaranya tersebut hanya untuk melihat cewek itu.

Kalau ditanya apakah Jeno kangen? Wah, jangan ditanya. Layar ponselnya saja belum diganti sejak setahun yang lalu. Iya, ini sudah setahun Jeno dan Kaniya putus. Tapi Jeno gagal—mungkin gak akan bisa untuk nggak—gamon.

Jadi kesimpulannya, Jeno gamon. Gagal move-on.

"Lo tau? Gue masih belom bisa terbiasa ngangkat telepon dari lo, Jir!"

Jeno mendengkus. "Gue abang tiri lo! Sopan dikit, kek!"

"Ck! Kaniya lagi mode senggol bacok."

"Kenapa??"

Ajun di seberang sana menghela napasnya. Sejak kejadian dirinya menjadi pendonor darah—secara tidak langsung menjadi menyelamat hidup Kaniya—Jeno rada jinak kepada adik tirinya itu.

"Abis dicecer sama dosbim-nya. Tema skripsinya ditolak lagi untuk yang ketujuh kali. Gue sama yang lain coba ajak ngobrol dijudesin mulu sama dia!"

"Yah." Jeno langsung kecewa.

"Udah dulu ye, gue mau lanjut mabar—bay!"

Sambungan pun terputus. Jeno mencurutkan bibirnya. Cowok itu membuka aplikasi Instagram menggunakan second account dan mencek pembaruan status instagram pribadi milik Kaniya. Cewek itu memasang status layar hitam dengan tulisan 'DASAR KAMPRET!!! GUE JADI PENGIKUT NYI RORO KIDUL AJA KALO KAYAK GINI!'

Jeno terkekeh. Isi statusnya hanya itu saja.

"Ngh ... Kak Jeno."

Jeno mendongak. Mendapati dua orang cewek cantik yang berdiri di hadapannya.

"Iya?" Jeno mengerutkan keningya. Merasa risih didatengi dengan ekspresi membingungkan yang dilempar oleh dua cewek ini—yang Jeno tebak adalah adek tingkatnya.

"Anu ... katanya sekarang Kakak ulang tahu. Kakak mau nerima hadiah dari kita?" katanya seraya mengulurkan kotak kado bewana peach.

Tunggu. Ulang tahun? Sekarang memang tanggal berapa?

Jeno tidak langsung menerima hadiah itu. Cowok itu malah mengecek ponselnya dan terbelalak. Bisa-bisanya gara-gara bucin plus gamon selama setahun dia sampai lupa sama hari ulang tahunnya.

"Kak Jeno?"

"Hah? Ngh ... kalian tau dari mana gue ulang tahun sekarang?"

Dua cewek itu saling bertatapan. "Dari akun fanbase Kakak di ige."

Jeno melengos. "Ulang tahun gue udah lewat. Hadiahnya buat lo aja. Thanks."

Jeno pergi meninggalkan mereka berdua dan bergegas menuju parkiran. Kalau sekarang dia ulang tahun, maka besok itu hari ulang tahunnya Kaniya. Jeno menghentikan langkahnya saat sesudah tiba di parkiran. Cowok itu menatap kunci motor yang terdapat gantungan huruf K—yang sebenarnya itu adalah liontin dari kalung couple antara dirinya dan Kaniya.

Jeno menghela napasnya. Kemudian cowok itu menyalakan motornya dan segera pergi dari kawasan kampus untuk menemui Nana di kafe tempat biasa mereka nongkrog sore.

Tapi sebelumnya dia mampir dahulu ke indomaret untuk top-up dana sekalian membeli rokok.

"Semuanya jadi 57.650 rupiah, ada member card-nya?"

Jeno terkejut kala mendapati sosok Kaniya yang sedang berdiri di depan kasir. Cowok itu sempat mematung karena selama setahun belakangan ini, dia tidak pernah melihat cewek itu sedekat ini.

"Anjir!" umpat Kaniya. cewek itu langsung membuka tasnya dan mengeluarkan dompetnya. Jeno terkekeh, cewek itu memang terbiasa malas menyimpan uang cash dan juga malas harus gesek untuk nominal harga dibawah seratus ribu.

"Ngh ... Mbak, Chitato sama—"

Jeno tiba-tiba dengan sokap-nya langsung memotong. ""Pake uang gue dulu aja."

Bagaimana reaksi Kaniya? dia langsung terkejut dan refleks menoleh. "Jeno??"

"Pake uang gue dulu aja."

"Tapi—"

Entah kerasukan apa, Jeno malah kembali memotong. "Santai aja. Sekalian ... biar gue ada alasan buat ngobrol sama lo."

"..."

* * *

Bunda dulu pernah bilang, untuk jangan pernah melukai seseorang terutama wanita.

Maaf Bunda.

Aku tidak menuruti omongan Bunda. Aku melukai Kaniya-ku.

Berkali-kali.

Membuatnya menangis hanya karena pria brengsek sepertiku.

Iya, dia. Gadis itu. Dia bernama Kaniya Lengkara.

Kalian tahu, aku tidak pandai untuk berbasa-basi. Tapi, izinkan aku mengatakan sesuatu.

Aku dulu jahat. Seorang pendendam, egois, dan merasa bahwa hanya aku seorang yang menderita di dunia ini.

Hingga saat aku betemu gadis itu, aku merasa aku kembali sempurna, kembali merasa lengkap.

Gadis itu sudah seperti perpaduan antara Bunda dan Adikku.

Tapi sayang, aku melukainya.

Aku membuatnya sakit, karena sikapku.

Teruntuk sang Kaniya, si luka pilu yang manipulatif.

Kalau kamu baca ini, tolong maafkan aku.

Aku akan mencoba untuk sembuh. Membawamu kembali ke dekapanku, melengkapi kekosongan yang sudah lama hilang sejak kita mengakhiri ini,

Dan mencintaimu seacara sehat.

Aku harap kau menerimaku lagi untuk yang kedua kalinya.

Dari seseorang yang salah jurusan.

* * *

Sumpah, Kaniya malu banget. Mana canggung lagi.

"Kaniya?"

Kaniya tersentak. Jeno memanggilnya setelah cowok itu membayar belanjaannya.

"Iya?"

"Kenapa bengong?" tanyanya seraya menatap cewek itu lekat-lekat. Yaelah! Kenapa sih, gak dulu gak sekarang! Cowok itu pasti menatapnya dengan tatapan dalam sedalam samudra.

"Gak kenapa-kenapa. By the way, nanti gue transfer uang gantinya. Nomor rekening lo masih—"

"Kaniya." Jeno langsung memotong ucapan cewek itu barusan.

"Ngh ... apa?"

"Gue mau ngomong sesuatu sama lo."

Duh, kenapa jantung Kaniya jadi dugun-dugun begini??

"Ma—mau ngomong apa emangnya?" tanya Kaniya rada gugup.

"It's been a year since we're broke up, right?

"..."

"However, I still cannot forget you. Gue ... kangen sama lo."

"Jana!"

Jeno kembali menatap Kaniya. Ekspresinya sedikit terkejut dengan respon yang diberikan oleh cewek itu.

"Ma—maksud gue, Jeno."

Jeno tersenyum. "Gak apa-apa. Lo berhak manggil gue Jana. Bahkan gue kangen saat lo manggil gue 'My Tiger!'"

"JENO IH!" Kaniya jengkel. "Kita kan, udah putus!"

Jeno mengernyit. Cowok itu dengan tidak tahu dirinya malah mendekat dan meraih kedua tangan Kaniya. "Emangnya kenapa kalau kita balikan lagi?"

"... gak mau!" tolak cewek itu mentah-mentah.

"Why?"

"Gengsi! Gue sendiri yang minta putus, masa balikan lagi!"

Mendengar jawaban cewek itu, Jeno terkekeh. "Niya, gue gak minta balikan."

Kaniya terbelalak. "Hah? Maksudnya?"

"Nikah sama gue, yuk."

Rasanya Kaniya mau modar di tempat. "HAH??!!"

Jeno meringis. Sebab cewek itu yang berteriak macam toa mesjid. Untung teras minimarket sedang sepi pengunjung. "Lo kira lo lamar orang semudah ngajak bocil maen gundu?!"

"Nggak sekarang, Kaniya. Gue belom lulus. Gue juga belom punya pekerjaan tetap. Lebih baik lebih cepat, kan?"

"Tapi kan—"

"Gue gak ngajak lo pacaran. Terserah lo mau pacaran sama siapa aja, tapi nanti nikahnya sama gue."

Kaniya terdiam. Ini maksud Jeno ngomong kayak gini kenapa ya??

"Oke. Gue bentar lagi kayaknya jadian sama Ajun."

"APAA??!" Jeno terkejut—layaknya orang yang kebakaran jenggot. "Kenapa harus sama Ajun??"

"Oh, yaudah sama Nana aja. Akhir-akhir ini gue suka chat-an sama dia."

Jeno melotot. Dan entah kenapa Kaniya malah tertawa. Mungkin karena sudah lama tidak berinteraksi dengan cowok itu.

"Bercanda, Janaaaa." Kaniya mencubit pipi kiri Jeno.

Cowok itu langsung meringis. "Adaw!"

"Gue balik dulu. Thank you, yak," ucapnya kemudian berbalik badan. Tapi tak lama kemudian Jeno buru-buru menahan tangan cewek itu.

"Kaniya!"

"Apa lagi, sih?!"

"Gue serius sama yang tadi!"

"Yaudah."

"Kok, yaudah doang??"

Kaniya memutar bola matanya jengah. "Ya terus gue harus respon apa?!"

"... ya gak tau, sih."

Cewek itu mendengkus. "Anterin gue ke kontrakan aja, deh. Sekalian gue bikinin lo mie dog-dog. Itung-itung sebagai tanda makasih udah nalangin belanjaan gue tadi."

" ngh ... gak apa-apa?"

"Emang lo gak mau?" Kaniya bertanya balik.

"Mau."

Kaniya terkekeh. Gak tahu kenapa, mungkin karena dia juga kangen sama Jeno. Cowok itu pun ikut terkekeh. "Ayok."

* * *

END

(scroll lagi ke bawah ada info, hehe)

roomsky | march, 05th 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top