04 | Necklace

* * *

Namanya Januardi Saptawidjaya. Cowok sedepartemen dan sekelas dengan Kaniya yang kerjaannya skip kelas melulu. Kata orang sih, dia cukup tampan, cukup kritis, dan rada pintar. Tapi karena dia jarang ada di kelas saja, alhasil namanya tercontreng sebagai calon mahasiswa abadi. Semoga saja nggak sih.

Ada satu hal yang menjadi rahasia Ajun. Dia ini adik tiri Janaloka. Anak departemen arsitek yang menjadi pacar cewek bernama Kaniya Lengkara. Kesan Ajun saat pertama kali melihat cewek itu di awal-awal jadi maba, adalah manis.

Jujur, Ajun suka sama cewek itu sejak pertama kali dia memperkenalkan diri saat ospek dua tahun yang lalu. Tapi sayang seribu sayang, Jeno—kakak tirinya—menyadari hal itu, membuat semuanya kacau.

Kaniya berpacaran dengan Jeno. Ajun tahu betul maksud Jeno melakukan hal itu. Yang tak lain yang tak bukan adalah untuk membalaskan dendamnya secara tidak langsung. Ajun harus mengakui, dia kecewa karena suadara tirinya itu menggunakan Kaniya untuk sekedar menunjukkan taring kepadanya.

Bukan hal aneh lagi berita mengenai hubungan mereka. Mereka berdua dikenal sebagai pasangan toxic—yang sungguh, Ajun benci mendengarnya. Cowok itu merasa bersalah dengan Kaniya. Membiarkan cewek itu terperangkap dalam jebakan yang dibuat oleh pacarnya.

Ajun berani bertaruh, Jeno tidak benar-benar mencintai Kaniya. Dia yakin itu.

"Berani juga lo dateng ke mari?"

Ajun menghela napasnya kasar. Cowok itu menatap Jeno yang baru saja memarkirkan motornya di parkiran gedung fakultas teknik. "Lo udah kelewatan."

Jeno mengernyit. "Gue? Kelewatan? Tell it to your mom."

"Lo berbahaya buat Kaniya, Digjaya!" celetuk Ajun tanpa basa-basi. "You better stop!"

Jeno menatap Ajun tajam, kemudian menyeringai. "It's not of your business, Jerk!"

Ajun terkekeh, kemudian membalas tatapan Jeno tak kalah tajam. "So do you. Jerk!"

Jeno menghampiri Ajun dan mencengkram kerah jaketnya. Ajun pun balas mencengkram kerah jaket kulit yang dikenakan Jeno. "Shut up!"

"Kalau lo mau balas dendam sama gue, maka jangan bawa-bawa Kaniya. Dia bukan siapa-siapa. Dan biar gue kasih tahu, lo gak cinta sama dia!"

"Lo dan mulut lo emang gak tau diri! Jangan bertingkah seakan-akan lo tahu antara gue dan Kaniya!"

"You. Didn't. Love. Her. Janaloka Fucking Digjaya!

"I do love her, you Bastard!"

"Bullsiht!"

Merasa sudah naik pitam, Jeno tanpa ba-bi-bu lagi melayangkan tinjunya. Perkelahian pun hampir terjadi, jika saja para mahasiawa yang ada di sekitar tidak dengan cepat menahan mereka agar tidak terjadi chaos di tempat.

Yah, minimal ... hal tersebut menjadi alasan mengapa wajah Ajun bonyok sebelah. Hingga tiba-tiba Haikal—teman sekelasnya—menjegatnya saat dia baru saja sampai di kantin fakultas.

"Bro."

"Apaan?"

Haikan meneliti wajah cowok itu. "Abis berantem lo?"

Ajun memutar bola matanya. Malas untuk menjawab. Alhasil mengambil ancang-ancang untuk menghindar dari hadapan Haikal.

"Eh, Jun. Bentar dulu! Kita mau bahas kelompok Ikhtiologi."

Ajun mengernyit. "Kita?"

Haikal menghela napasnya, kemudian menunjuk dua orang yang sedang duduk di salah satu meja yang ada di kantin. "Gue, Kaniya, Windi, sama lo. Kita sekelompok, kalo lo lupa."

Ajun menatap Kaniya yang sedang menguncir rambutnya dari kejauhan. Cowok itu menghembuskan napas kasar. "Oh."

"Buruan ikut gue!"

Akhirnya Ajun mengiyakan dan duduk di hadapan Kaniya. Cewek itu tersenyum ke arahnya.

"Ketemu juga akhirnya." Kaniya terkekeh seraya menatap Ajun.

"Tau tuh, kerjaannya ngelayap mulu!" Windi ikut-ikutan berceletuk, hingga akhirnya ponsel cewek itu berdering. "Eh, guys gue ke Rahma dulu bentar."

"Yaelah!" Kaniya berdecak.

"Sori, sori. Kal, anterin gue dulu bentar!" Windi tiba-tiba bangkit dan menarik Haikal yang baru saja duduk untuk ikut dengannya. Sekarang, hanya tersisa Kaniya bersama Ajun.

Keduanya saling terdiam. Ajun maupun Kaniya merasa canggung untuk memulai percakapan. Hingga tiba-tiba ponsel Kaniya bergetar, menandakan ada pesan masuk. Ternyata Jeno mengirimkan foto kucing liar yang ada di kantin fakultasnya.

Jegger Kitty : si Bongsik usah gede, yank

Jegger Kitty : *udah

Kaniya : jangan deket2 jen. nanti alergi lo kambuh!

Jegger Kitty : nggak kok, cuma foto doang bentar.

Kaniya : pake masker gak?

Jegger Kitty : mengirim foto

Kaniya : 😉👍

Kaniya terkekeh. Membuat Ajun yang sedari tadi memperhatikan cewek itu melengos seraya menghela napas kasar. "He's too dangerous for you," katanya tiba-tiba. Merasa tidak perlu menebak-nebak lagi siapa yang mengirimnya pesan kepada cewek itu hingga sampai membuatnya tersenyum-senyum.

"Maksud lo?"

"Cowok lo."

Kaniya mengernyit. "Kenapa sama Jeno? Lo kenal?"

Ajun menatap Kaniya lekat-lekat. "Dia cuma ngemanfaatin lo doang, asal lo tau."

Kening Kaniya makin mengkerut. "Ngh ... kayaknya lo salah orang deh—"

"Gue gak salah orang. Cowok lo siapa lagi? Janaloka Digjaya. Anak arsi angkatan 2019. Atau biar lo tahu sekalian, dia Kakak tiri gue."

Ajun sudah menebak, respon Kaniya pasti akan terkejut. "Hahaha, lo pasti bercanda."

"Nggak. Gue serius. Nyokap gue nikah lagi sama Bokapnya Jeno. That's why he really hate me."

"Terus apa hubungannya sama gue?"

"..."

Ajun terdiam, hampir saja dia keceplosan. Kaniya melengos. Cewek itu memasukkan ponselnya ke dalam blazernya kemudian bangkit berdiri. "Gue mau ke toilet dulu." Lalu setelahnya Ajun ditinggal sendiri.

Cowok itu menghembuskan napasnya kasar. Mengamati punggung Kaniya yang hilang ditelan tikungan.

* * *

"Ayo, Yank! Lo bisa!

Malam hari, tiba-tiba Jeno datang ke kontrakannya. Membawa dua sepeda dan telah berpakaian lengkap khas orang-orang yang mau riding sepeda. Kaniya yang baru saja selesai makan mie rebus pake telor dan irisan cabe rawit, langsung shock di tempat. Masalahnya Jeno ini memang addict sama apapun yang namanya olahraga. Dan kadang juga suka ngajak dia naik sepeda di CFD.

Tapi pertanyaannya, kenapa harus malem-malem?

Kaniya awalnya menolak. "Jen, gue ada tugas dari—"

Tapi Jeno langsung motong. "Yang tadi siang bilang katanya bisa napas bebas karena tugas kelar semua, siapa?"

"Jeno!"

"Ayo olahraga! Dari pada rebahan nonton yang katanya duren-duren apalah!"

"Namanya Song Jong Ki!"

"Iyalah itu. Sungokong."

"Ck!"

Akhirnya. Kaniya terpaksa harus menggoes sepeda mengelilingi pusat kota. Jeno yang ada di belakang terus menyemangatinya agar tidak berhenti.

"Jeno capeeeek!" lirih cewek itu. Napasnya sudah ngos-ngosan. Rasanya dia ingin menepi dan ngedeprak di pinggir trotoar.

Jeno terkekeh. Akhirnya cowok itu mensejajarkan laju sepedanya di samping Kaniya. "Yaudah di depan istirahat dulu bentar."

Tanpa perlu menjawab, Kaniya cepat-cepat menggoes ke tempat yang ditunjuk pacarnya itu, dan segara menstandarkan sepeda kemudian duduk di kursi taman. Jeno ikut menstandarkan sepedanya dan ikut duduk di samping Kaniya yang sedang meneguk airnya di botol minumnya dengan rakus.

"Aahh! Capek banget gue!"

Jeno terkekeh. "Niya," panggilnya.

"Apaah?" Kaniya yang sedang sibuk menutup botol, menyahut dengan ogah-ogahan—sebab masih terasa capek sampai pita suaranya males berfungsi—tanpa menoleh ke arah cowok itu.

"Liat gue dulu sini!" Jeno rada maksa. Akhirnya Kaniya menoleh, menatap Jeno. Tapi seketika dia langsung terbelalak. Pasalnya Jeno sedang memegang sebuah kalung berliontin huruf 'J' di tangannya.

"Jen?"

"Buat lo. Gue udah make yang huruf 'K'," katanya seraya memperlihatkan kalung yang dia kenakan. "'J' buat Janaloka, 'K' buat Kaniya."

Kaniya terkekeh. "Kayak anak SMP aja, ih!"

Jeno tersenyum, membuatnya terlihat semakin tampan. "Terima gak, nih?" tanya cowok itu.

Kaniya mengigit bibir bawahnya. Yang tadinya dia deg-degan karena kelelahan menggoes sepeda hingga 10 kilometer, sekarang dia malah deg-degan karena cowok yang duduk di sampingnya ini.

"Kaniya?" panggil Jeno. Masih menunggu jawaban pacarnya.

Kaniya akhirnya mengangguk. Kemudian berbalik badan untuk membiarkan Jeno memasangkan kalungnya di lehernya.

"Cantik. Kayak yang make," komentar Jeno setelah kalung tersebut melingkar sempurna di leher pacarnya. Kaniya hanya tersenyum malu. Hingga akhirnya mereka saling bertatapan dalam diam.

Kaniya maupun Jeno tahu ini di tempat umum, tapi yang namanya remaja dimabuk asmara seketika masa bodo dengan keadaan sekitar. Malam itu, di bawah persinaran lampu taman, Jeno menciumnya. Sangat lembut. Seakan-akan cowok itu menghapus semua luka amarah yang pernah dia lampiaskan kepadanya.

"Stay with me," gumam cowok itu. di akhir tautannya. "I'm trully love you."

Kaniya memeluk Jeno. Menjadikan respon tersebut sebagai jawaban untuk cowok itu. "Of course I do."

* * *

"Kalung baru nih, ye?"

Celetuk Windi kala Kaniya dan yang lain sedang beres-beres di lab perikanan. Kaniya tersipu malu.

"Iyalah, dikasih sama Mas Pacar!" Haikal ikut menimbrung.

Kaniya berdecak. "Apasih! Iri bilang, Sahabat!"

Haikal mencibir. "Halah! Palingan nanti juga lo kena gampar sama itu cowok!"

"..."

Windi yang merasa ucapan Haikal dapat merusak mood bahagia temannya itu langsung menyenggol lengannya.

"Eh, pelan-pelan, kek! Pipetnya pecah, lo mau tanggung jawab!" Haikal malah sewot, kala cowok itu hampir menjatuhkan pipit-pipet yang sedang dia lap.

Windi melotot. "Cocot lo direm dikit, kek!" katanya lalu menoleh ke arah Kaniya yang kembali sibuk memasukkan tabung rekasi ke keranjang.

Haikal tersenyum masam. "Sori, Niya. Bukan gitu maksud gue."

Kaniya mendongak ke arah Haikal dan Windi. "Sans aja kali. Gue gak kenapa-kenapa."

Lalu setelahnya. Dia berjalan untuk menaruh keranjang tersebut ke lemari penyimpanan. Tapi tanpa disangka-sangka, cewek itu bertemu Ajun. Cowok yang mengaku sebagai adik tiri pacarnya. Ajun yang menyadari kehadiran seseorang, lantas menoleh. Tatapan Ajun tiba-tiba langsung terarah ke kalung yang melingkar—sangat terlihat kontras—di leher Kaniya.

"Hei." Cewek itu menyapa.

Ajun hanya membalas dengan senyuman kecil.

"Pasti lo dan Jeno gak akur," ucapnya tiba-tiba.

Ajun mengernyit. "Yeah, we did. Kenapa?"

"Cuma memastikan doang." Kaniya menutup lemari kemudian berbalik badan dan meninggalkan cowok itu.

Kaniya melepas jas labnya dan mengenakan kembali tas ranselnya. Tapi tiba-tiba ponselnya bergetar. Grup kelasnya mengirimkan sebuah foto catatan kelompok untuk pertemuan matkul akuakultur besok. Kaniya mencari namanya dan seketika dia terkejut, dia satu kelompok dengan Ajun. Hanya berdua.

"Anjir!"

Kaniya ingin segera menghubungi penanggung jawab matkul—minimal dia bisa switch dengan siapa saja, asal bukan dengan Ajun, setelah dia tahu fakta bahwa cowok itu adik tiri Jeno yang pasti pacarnya itu sangat benci—tapi niatnya tergagalkan kala ponselnya lebih dulu bergetar, menampilkan layar kontak seseorang meneleponnya.

Adelia is calling ...

"KANIYAAAAAA!"

Kaniya hampir saja menjatuhkan ponselnya. Kala mendengar suara menggelegar dari seberang sana. "Apaan, Del?! Gak usah teriak-teriak!"

"Plis. Gue butuh bantuan lo!"

"Bantuan apa?"

"Model pakean gue tiba-tiba gak bisa hadir! Dua jam lagi gue harus persentasiin karya-karya gue di depan dosen!"

"Ya terus kenapa nelpon gue? Gue gak mau jadi model!"

"Bukan lo!"

"Ya terus siapa??"

"Anu ... pacar lo bisa nggak jadi model pengganti?"

Kaniya terdiam. Cewek itu benar-benar terdiam di tengah koridor depan lab, seraya masih memegang jasnya dan ponselnya di telinga kiri. Hingga tiba-tiba matanya menangkap sosok Jeno yang berjalan menghampirinya. Gaya jalannya sudah persis macam model catwalk papan atas.

"Kaniya!"

"Lo gila ya?!"

"Plis. Jeno itu tampangnya model banget!"

Ya gak salah sih, tapi ini orangnya mau apa nggak??

* * *

BONUS : belajar nyetir mobil

"lo mah, gak bakat jadi sopir mobil! ini di netralin dulu, baru ambil gigi lima. mobil gue lecet gapapa, tapi nanti kalo nyungsep, lo yang kenapa-kenapa!"

"kan, gue masih belajar!"

"dari tadi dijelasin gak ngerti-ngerti!"

"kan gue grogi, jen."

"pindah. gue aja yang nyetir."

"yaudah."

"mau kemana sekarang?"

"toko ikan. mau beli profit."

"bukannya masih banyak?"

"udah abis. kemaren sama lo ketendang."

dalem hati jeno bilang, 'lo dorong gue, cantik. makanya itu botol ketendang sama gue!'


roomsky | february, 27th 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top