01 | Prinsip Kentut!
Sejak dulu, Kaniya tidak pernah percaya yang namanya cinta. Rasanya seperti dangdut. Alay, lebay, berlebihan, dan jedag-jedug. Rasanya, itu bukan dirinya banget. Percaya gak percaya, katanya Kaniya ini pengidap philopobia. Tapi Kaniya sendiri malah menganggap itu adalah traumanya.
Sama saja, tapi beda tipis.
Bagaimana menjelaskannya ya? Intinya, nggak deh, jangan sampai Kaniya terperangkap yang namanya cinta. Batas maksimal-nya hanya sampai suka saja. Tidak boleh lebih dari itu. Kaniya takut, jikalau traumanya balik lagi. Yang ada malah membuatnya mati rasa.
Suka boleh, jatuh cinta jangan. Apalagi sampe sayang-sanyangan. Itu prinsipnya. Sejauh ini sih, dia belom melanggar prinsipnya.
Tapi setelah kehadiran sosok cowok bernama Janaloka Digjaya, pupus sudah prinsip Kaniya yang hanya tinggal kalimat. Kaniya melewati batasnya. Dan dia tidak tahu harus bagaimana untuk kembali ke titik awal. Lantaran dia sudah terjun bebas ke lautan penuh kharisma milik Jeno—begitu dia memanggilnya
Cowok jurusan arsitek yang berusia satu hari lebih tua darinya. Kalau ditanya bagaimana parasnya, wah, bohong besar kalau Kaniya jawab dia biasa saja atau bahkan jelek. Pasalnya, orang bodoh juga tau kalau Jeno itu good looking. Bahkan nyaris menuju tingkat too good to be truth.
Dia tampan-sudah pasti-tipikal cowok ganteng di dunia Wattpad. Mau dari depan-belakang, kanan-kiri, atas-bawah, tetap ganteng. Gak heran sih bisa buat Kaniya suka sama parasnya. Bahkan bukan hanya Kaniya seorang. Para gadis-gadis di kampus pada mabok sama visual yang dimiliki oleh Jeno. Jadi, awalnya Kaniya anggap itu hal wajar saja suka sama cowok itu.
Sekedar suka. Gak ada niatan mau ngungkapin rasa sukanya. Ogah deh! Kaniya lebih baik ngungkapin rasa lelah-letih-lelus di depan dosen pengampu matkul oseanografi yang tengilnya sampe cewek itu nafsu buatin meme sticker-nya yang nantinya akan disebar di grup angkatan, ketimbang ngomong sekalimat—"Gue suka sama lo." Di depan Jeno.
Tapi yang membuat Kaniya gak habis pikir, di antara para cewek-cewek yang bejibun di kampus, kenapa harus Kaniya? Kenapa harus dirinya yang dipilih oleh Jeno. Kenapa nggak para bidadari kampus yang cantiknya amboi tiada dua. Bingung Kaniya juga.
Kalau ditanya Kaniya kenapa gak nolak? Jawabannya udah, Coy! Jeno-nya saja yang sinting. Malah mepet cewek itu macam barang unlimited di Matahari. Kalau kayak gini jadinya sih, Kaniya nyesel pernah suka sama Jeno—walau sukanya masih batas wajar. Padahal kalau dalam urusan memendam perasaan, Kaniya lah si jagonya. Sampe orang-orang terdekatnya saja pada gak tahu siapa cowok yang disuka sama cewek itu.
Makanya, orang-orang nganggep kalau Jeno lah yang suka duluan sama Kaniya. Padahal mah, kagak Anjir!
Semuanya ini dimulai hanya perkara tertukar peper bag berukuran kecil milik Kaniya yang isinya barang-barang khusus milik wanita (baca : celana dalam dan pembalut) dengan paper bag milik Jeno yang kebetulan memiliki wujud yang sama.
Klise, sih. Tapi efeknya sampai buat kepala Kaniya kleyengan. Pertama, Kaniya malu—tentu saja—karena celana dalam bewarna peach dengan renda-renda tipis di pinggirannya telah dilihat oleh Jeno. Kedua, gara-gara itu dia jadi saling kenal sama Jeno. Ini, nih yang bahaya. Nanti kalo Kaniya makin suka, gimana?
Terus yang ketiga, Kaniya jadi sering ketemu sama Jeno, saling sapa, dan yang terparahnya ngobrol hingga ngalor ngidul. Padahal yak, Jeno sama Kaniya itu beda departemen—walau gedungnya bersebelahan—tapi cowok itu sering terlihat berkeliaran di gedung departemen cewek itu. Mungkin karena punya banyak teman dari departemen kelautan.
Nah, kan kalau udah begini, bahaya! Nanti kalau Kaniya ge'er, gimana? Gini-gini Kaniya juga masih manusia tulen. Rentan terkena serangan ge'er.
Soalnya respon Jeno terhadap Kaniya itu beda banget dibandingkan dengan cewek lain yang ada di kampus. Bedanya itu ...
"Kaniya!"
"Plis jangan ke sini, jangan ke sini—anjim!"
Jeno mengambil duduk di kursi yang ada di hadapannya. Melempar senyum manis yang kalau diibaratkan sudah persis seperti fajar di pagi hari—alias hangat memeluk jiwa sanubari—dengan mata sipit yang terlihat hanya segaris jika sedang tersenyum. Dalam hati, selain merutuk, Kaniya sebagai manusia normal pasti bakal kejeng-kejeng juga kalau digituin sama lanang ganteng macam Janaloka Digjaya.
"Kaniya."
"Apa?!"
"Nggak. Manggil doang."
Untung ganteng. Kalo nggak, aduh!
"Resek banget sih! Balik ke departemen lo sana!"
Jeno menggeleng. "Nggak mau, ah. Di sana gak ada Kaniya Lengkara."
Dalam hati Kaniya membatin—"Sabar. Tahan bentar. Lima menit lagi kelas mulai."—seraya memejamkan matanya. Kadang, orang macem Jeno—yang kalau dihitung-hitung ini sudah satu bulan mereka saling kenal sejak insiden paper bag yang tertukar tempo itu—gak pernah mikir apa? Kalau sandainya tingkahnya macam begitu bisa berpengaruh kurang baik untuk hati dan pikiran Kaniya.
"Jana, lo itu anak arsi. Bukan anak kelautan!"
Jeno mendengkus. "Jeno. Jangan Jana. Gue bukan saudaranya bejana."
"Serah lo." Cewek itu memutar bola matanya malas.
"Kaniya," panggil Jeno.
Tapi sayang tidak dijawab oleh Kaniya.
"Kaniya Lengkara."
"Apaan lagi?"
Jeno tersenyum lagi. 'tahan Kaniya, lo bisa tahan buat gak meledak gara-gara senyum manisnya itu.' Kaniya mendengkus.
"Gak usah senyum-senyum. Ntar dikira orang gila."
Jeno terkekeh, yang sialnya malah menambah ketampanannya. Plis, Kaniya harus jaga komuk biar tidak ketahuan banget kalau dia suka disenyumin kayak gitu.
"Gak apa-apa. Soalnya lo-nya cemberut terus."
Kaniya berdecak. "Terus kalo gue senyum lo gimana? Nangis?"
"Nggak, lah." Jeno menggeleng. "Kalo lo senyum bahkan sampe tertawa, yang ada gue pingsan. Soalnya lo cantik."
"Najis."
Jeno ketawa, cukup renyah. Kaniya langsung melengos-berusaha menutupi wajah saltingnya. Kayaknya mustahil banget kalo Kaniya gak bakal baper digituin. Wah, Jeno memang minta dipukul—eh, enggak deh, minta disayang.
"Kaniya—"
"Apa lagi Janaloka Digjaya?!"
"Hehe, mau nanya."
"Ck! Apa?"
"Pake CD warna apa sekarang? Ungu atau peach?"
"..."
* * *
Kalau sejauh mata memandang, Jeno itu kayak kulkas berjalan. Dingin, kaku, datar—kayak humornya. Makanya Kaniya suka. Tapi ternyata Kaniya malah kena zonk. Jeno itu wah, luar biasa sekali.
Cowok itu dingin, tapi dibalik sosoknya yang dingin, dia itu sangat petakilan. Gak jelas. Dan humornya sangat garing. Pokoknya, intinya gak mungkin banget Kaniya bisa menjalin hubungan sama manusia itu.
Selain karena prinsipnya—yang sekarang tinggal kentut—Kaniya ini anti sama yang namanya pacaran, jatuh cinta, apalagi bucin. Tapi tahu gak, kenapa Kaniya mau nerima Jeno?
Karena dia ... senasib dengannya.
Malam itu, kayaknya bukan lagi waktu malem, sebab saat itu jam sudah menunjukan angka 03.45 pagi. Jeno tiba-tiba dateng ke kontrakan petak miliknya dengan motor gede yang terparkir di depan rumah. Cowok itu datang dengan penampilan yang sanngat kacau. Lebam di mana-mana, dan yang terparah dia mabok dan hampir semaput jika saja Kaniya tidak cepat-cepat membopong tubuhnya untuk berbaring di karpet ruang tamu.
"Kaniya." Jeno memanggil cewek itu dengan suara seraknya, kemudian memegang tangan cewek itu. menahannya untuk pergi sekedar mengambil es batu dan lap kering.
"Kenapa??" tanya cewek itu setengah panik. Takut-takut kalau ternyata Jeno beneran mau mati di sepertiga malam.
"Jangan pergi. Plis."
"..."
"Gue udah ditinggal nyokap, adek gue ... jangan lo."
"Jana—"
"Jeno. Panggil gue Jeno."
Kaniya menghela napasnya. "Jeno, lo mabok."
"Hm."
Cewek itu mendengkus. Alhasil duduk di samping cowok itu yang kini memejamkan matanya. Mengamati pahatan sempurna milik ciptaan Tuhan yang sekarang ada di depan matanya. Hidung mancungnya, rahang tegas yang kadang jika dilihat dari samping, suka membuat Kaniya gigit lidahnya sendiri.
"Ganteng, ya?"
Seketika Kaniya tetampar dengan duality yang dimiliki cowok itu. Tiba-tiba saja Jeno membuka matanya—sedikit, lantaran masih terpengaruh alkohol, serta lebam yang cukup kontras di sudut mata kanannya—lalu menatap Kaniya dengan sendu.
"Kaniya."
"Apa?"
"Ini yang terakhir."
"Terakhir apa?"
"Jadi pacar gue, yuk."
Kaniya melengos. Ini yang kelima kalinya pria itu mengatakan hal tersebut. Dan ini sudah yang kelima kalinya cewek itu menolak. "Jeno."
"Plis. Ini yang keenam kalinya. Katanya, angka enam itu angka kramat."
"Jen."
"Gue abis ribut sama bokap. Gue udah pernah cerita, siapa pria brengsek itu sama lo."
"..."
"Dia mau nikah lagi. Tapi gue gak setuju. Bunda pasti sedih di sana. Tapi si Kampret itu egois. Dia mukulgue—"
"Jeno."
"—gue pukul balik. Dan akhirnya gue babak belur dan kabur ke tempat lo."
"..."
"Soalnya cuma lo doang yang ngerti gue."
"Janaloka." Kaniya dengan sabar terus memanggil nama cowok itu. "Ceritanya besok pagi aja. Sekarang memar lo harus diobatin. Takutnya lo demam."
Jeno menggeleng lemah. "Gue gak apa-apa, Niya."
"Tapi—"
"Pertanyaan gue belom lo jawab."
"Gue ...."
Cowok itu tersenyum dan mengapit jemarinya di sela-sela jemari Kaniya. "Gue sayang sama lo."
Cewek itu menatap Jeno lekat-lekat. Mengamati lebam di sudut bibirnya, pelipisnya dan juga di matanya. Sorot matanya sayup, sarat akan kekecewaan dan lelah. Apa yang Kaniya lihat di diri Jeno, adalah pencerminan dirinya juga.
Lelah dan kecewa.
"Niya?"
"Iya."
"Hm?"
"Iya. Gue mau."
Jeno terbelalak. Namun beberapa detik kemudian meringis. Kaniya menghela napasnya lagi, kemudian melepas apitan tangan Jeno di tangannya. "Lo mau ke mana?"
"Ambil es batu."
"Tapi gue gak apa-apa. Sakitnya udah ilang."
"Pret!"
Jeno menyengir, walau ujung-ujungnya akan kembali meringis karena luka lebam di sudut bibirnya. "Tapi gue gak apa-apa. Dipeluk juga udah sembuh total, kok."
Kaniya memutar bola matanya. Dan bangkit berdiri untuk mengambil es batu di lemari es. "Gak usah macem-macem. Atau gue minta putus!"
Akhirnya Jeno kicep. Dan memilih untuk menurut.
* * *
tbc.
kalian yang buka, jangan kaget. gue gak bisa lepas ngetik barang sehari aja. coba deh, kalian pikir, mending ngetik cerita atau ngetik makalah 30 lembar?
mending ngetik cerita kan?
wkwkwkw. ini cuma healing gue aja dari kepenatan bulak balik google cendikia. dan frustasi bibit lele gue pada panuan semua. kampret emang!
dah, segitu aja. mau balik hiatus lagi. update kapan-kapan aja wkwkwkwk.
kali ini spesial buat ff tentang lee jeno. biasku di antara 23 bujang di nct.
sekian, moga suka. bye bye!
roomsky | february, 22th 2021
#RoseBang
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top