06
Sekali lagi bersabar, kunci rumah tangga bisa bertahan bisa juga dari satu pihak yang selalu kuat berjuang. Membantu satu pihak yang butuh dorongan....
"Enak sekali masakan kamu. Mama jadi suka sama menu baru ini. Gimana Juna? Enak, kan?"
Arjuna mengangguk saja sambil terus memasukan makanan ke mulutnya. Pulang dari lokasi pembangunan town house, Arjuna memang merasa lelah. Panas di sekitar lokasi, memang membuat daya tahan tubuhnya ekstra terpakai. Lapar, lelah, semua menjadi satu.
Jika biasanya Arjuna akan lebih dulu menyempatkan makan di luar, kali ini tidak. Sejak siang, sang mama sudah mengirimkan pesan untuk makan malam di rumah. Dan ternyata, hidangan yang tersedia benar-benar memuaskan isi perut Arjuna. Ini memang seleranya.
Yasmin menatap setiap gerakan Arjuna dengan hati lega. Sepertinya ini adalah hari terindah dalam hidupnya.
"Yasmin, besok masak lagi menu yang sudah Mama ajarkan. Lihat, kan? Suami kamu makan dengan lahap." Arjuna tak peduli dengan tanggapan Yasmin. Dia memang kelaparan dan butuh asupan energi. Siapa pun yang membuatnya, tetap akan dia nikmati.
"Ma, aku masuk kamar, yah." Arjuna melenggang pergi.
"Yasmin, temani Arjuna sana. Biar Mama yang merapikan. Tanyakan dia mau teh hangat atau tidak. Biasanya dia suka teh hangat setelah pulang kerja. Kalau tidak mau, kamu tetap temani dia." Menolak sepertinya tidak mungkin bisa. Yasmin mengangguk dan segera menemui suaminya. Mungkin saja berubah, mengingat hari ini suaminya banyak peningkatan menerimanya.
"Mas," sapa Yasmin saat memasuki kamar. Suaminya sedang duduk di sofa sambil memejamkan mata. Yasmin memberanikan diri mendekat. "Mau dibuatkan teh hangat?" tanya Yasmin pelan.
Arjuna membuka mata dan menatap Yasmin. "Mama yang menyuruh kamu?" tanya Arjuna. Yasmin mengangguk. "Kalaupun tidak disuruh Mama, aku bersedia kalau Mas meminta bantuan aku."
Arjuna berdiri. Mendekati Yasmin. "Cukup! Di hadapan Mama kita memang seolah normal. Tapi di sini, nggak. Tolong Yasmin pengertiannya. Aku lelah." Arjuna berjalan hendak mengambil jaket tebal di lemari.
"Mas, mau ke mana?" Yasmin tak peduli jika Arjuna akan marah atas pertanyaannya.
"Aku mau melihat pekerjaan di lapangan."
"Mas hanya mau menghindari aku," tuduh Yasmin. Arjuna bersiap keluar kamar. Yasmin dengan berani menghalangi. Dia bahkan menyentuh lengan Arjuna. Dan saat itu dia baru tahu jika suhu tubuh suaminya panas.
"Mas sakit?" Arjuna menepis tangan Yasmin yang mencoba menyentuh lehernya. Yasmin tak peduli.
Bagi Arjuna yang ingin dia lakukan sekarang sebenarnya adalah tidur nyenyak di tempat yang tepat. Tidak di sofa. Terlebih arah angin pendingin tepat ke posisi sofa.
"Di dekat sofa anginnya terlalu terasa. Izinkan aku tidur di tempat lain," jujur Arjuna lemah. Yasmin meringis mendengarnya. Terlalu jijikkah Arjuna dengannya?
Yasmin mencoba mengatur perasaan. Di saat seperti ini, tersinggung bukan solusi. Hanya akan membuat segala kembali menjauh.
"Mas di kasur saja. Biar aku yang di sana," tawar Yasmin pelan. "Istirahatlah, Mas. Jangan buat Mama curiga. Aku akan buatkan minuman herbal. Mas butuh itu." Yasmin tersenyum sebelum berlalu meninggalkan kamar.
Arjuna yang memang sudah lelah memilih menuruti perintah Yasmin.
Hingga malam, Yasmin merebahkan diri di sofa dalam keadaan sulit tidur. Sesekali dia melirik tempat tidur. Arjuna tetap memunggungi arah tidurnya. Gerakan gelisah dapat Yasmin lihat di sana. Suaminya itu kelelahan dan dia seperti istri tak berguna yang tak mampu membantu.
Mungkin Arjuna benar, menjauh darinya adalah obat terbaik bagi semua.
Hawa dingin yang terlalu terasa membuat Yasmin semakin tertusuk. Wajah dan tangannya tak nyaman merasakan hawa dingin. Yasmin duduk tak tenang, mencari posisi nyaman dan kembali rebah menutup wajahnya keseluruhan. Mungkin besok dia akan memindahkan sofa ini.
"Kamu tidur di sana saja." Yasmin mendengar suara itu. Suara Arjuna berada dekat dengannya. Perlahan Yasmin membuka selimutnya. Suaminya sedang berdiri di hadapannya. Wajahnya terlihat lemah di tengah suasana remang.
"Aku tahu di sini tidak nyaman. Kamu bisa kram wajah. Arah angin ac-nya terlalu kena ke sini." Yasmin masih mencerna ucapan demi ucapan suaminya. Benarkah Arjuna yang mengucapkannya? Walaupun terasa datar, tetapi begitu hangat.
Perlahan tubuh itu semakin berlalu. Kembali lagi seperti semula. Tidur di ranjang. Yasmin duduk untuk meyakinkan. Benar Arjuna.
"Cepat, Yasmin!" Yasmin segera berdiri dan langsung ikut merebahkan diri berhadapan dengan Arjuna. Kali ini Arjuna tidak mengubah posisinya. Tubuh mereka sudah terbungkus selimut masing-masing. Dan Arjuna seperti sudah lelah untuk mengubah posisi.
"Kalau Mas butuh bantuan, aku ada di sini," tawar Yasmin tulus. Arjuna hanya diam menatap manik wajah Yasmin. Demi Tuhan, sulit bagi Arjuna membenci Yasmin. Tetapi dia masih saja terluka jika melihat Yasmin. Ini alami.
Arjuna mencoba memejamkan mata. Tak masalah tidak menjawab pernyataan Yasmin. Tubuhnya sedang lemah, dan aroma Yasmin sungguh mengacaukan semuanya.
Yasmin terus menatap wajah suaminya yang memang berjarak dekat dengannya. Menilai dari sikap Arjuna yang pasif tanpa menjauh, dirasa sudah cukup jelas. Suaminya kelelahan dan butuh istirahat. Biasanya jika keadaan normal, posisi seperti ini hanya ada dalam mimpi. Arjuna akan cepat menjaga jarak. Setidaknya melepas kontak. Tapi sekarang? Arjuna terlalu lemah untuk menghindari tatapan Yasmin.
Yasmin berkali-kali ingin mengecek suhu Arjuna. Namun, urung dia lakukan. Pergerakan Arjuna masih saja gelisah, walaupun memejamkan mata. Dan pada akhirnya, Yasmin-lah yang membalikkan tubuhnya dari hadapan Arjuna. Menatap Arjuna semakin membuat hatinya tersiksa.
Pergerakan itu dirasa Arjuna. Dia langsung membuka mata. Menatap punggung Yasmin dan uraian rambut hitam panjang itu dalam diam.
Memikirkan nasib rumah tangganya ke depan. Sanggupkah? Dasar apa yang membuat jalinan ini perlu dipertahankan? Ini kesalahannya. Kenapa tidak berniat membatalkan sejak awal? Semua sudah telanjur.
Tidak, ini bukan unsur ketidaksengajaan. Ini murni pilihan hati kecil Arjuna. Dia masih mau mempertahankan biduk rumah tangganya dengan Yasmin.
Perlahan mata Arjuna menutup seiring memudarnya dia menatap punggung Yasmin. Aroma dan kehangatan Yasmin dapat dia rasakan dalam jarak dekat, cukup menenangkan.
***
"Kamu masih sakit, Nak?" tanya Lidia kepada Arjuna. Ini sudah hari ketiga Arjuna tak masuk kerja, sejak malam dia sakit.
"Sudah membaik." Arjuna duduk di teras taman sambil menikmati teh hangat dengan chiffon cake pandan buatan Yasmin. Selama tiga hari ini, memang semua kebutuhan Arjuna dikerjakan Yasmin.
Yasmin benar-benar menjadi istri teladan dan selalu ada untuk suami. Hanya saja, ada di beberapa kesempatan Yasmin tidak terlihat. Arjuna menyuruhnya pergi menemani sang mama untuk jalan-jalan memutari kota dengan sopir kantor. Sementara dirinya bisa istirahat tenang di rumah.
Keberadaan Yasmin di sekitar sungguh menyiksa batinnya. Kelembutan dan ketulusan Yasmin menyita isi hatinya. Membuat goyah rasa ego di hati.
"Dua hari lagi Mama pulang. Adnan dan Arsal protes di rumah hanya ditinggal dengan Bibi." Mendengar itu, Yasmin yang masih berada dalam rumah sedikit penasaran. Tadinya dia ingin gabung bersantai di sore yang indah ini. Tapi mendengar kabar itu, membuat Yasmin ragu.
Kalau ibu mertuanya pulang, mereka akan kembali seperti semula? Sudah tiga hari ini Yasmin dan Arjuna tidur satu ranjang, walaupun tidak ada sentuhan yang berarti. Tetapi Yasmin sadar, jalinan mereka sedikit membaik. Lalu apa nanti akan kembali mundur?
"Biar aku yang antar." Itu suara Arjuna yang menjawab.
"Jangan, Arjuna! Kamu baru kembali pulih." Yasmin masih diam mendengarkan. Tidak ada niat dia menghampiri mereka. Takut keberadaannya akan semakin membuat Arjuna bersikeras dengan kemauannya.
"Aku memang harus ke sana juga, Ma. Kali ini kita akan diantar sopir. Aku tidak akan mengemudikan mobil sendiri."
"Lalu, Yasmin? Ajak saja. Biar dia tinggal sama Mama." Yasmin sedikit tersenyum mendengar ide mertuanya. "Sejak kemarin, Mama lihat Yasmin juga kurang sehat. Mama khawatir kalau dia ditinggal sendirian. Siapa tahu Yasmin sedang isi."
"Tidak perlu, aku tidak lama," tegas Arjuna tanpa perlu mencari kebenaran kondisi kesehatan Yasmin. Hamil? Arjuna tak mau berpikir jauh ke arah sana.
Sementara Yasmin, mendengar kemungkinan itu hanya bisa tersenyum masam. Dia berbalik arah menuju kamar. Semakin didengar, hatinya terasa nyeri. Mendadak Yasmin merasakan pusing. Lebih baik dia merebahkan diri sendiri dan tidak mengganggu Arjuna. Sekadar pusing tak akan bahaya jika dia tinggal sendiri di rumah. Toh, dia sudah terbiasa menjalani rutinitas sendiri. Lagi pula, bukankah Arjuna sudah menjelaskan kalau tidak akan lama. Dia harus bisa memaklumi keputusan Arjuna.
Perjuangannya masih panjang. Yasmin akui keberadaan sang mertua yang tinggal menghitung hari hanya membuat hatinya semakin gelisah. Bisa saja dia kembali mundur tanpa kemajuan yang berarti. Yasmin akan mengikuti waktu yang bergulir.
"Sabar," ucap Yasmin pelan sambil meraba perutnya. Sepertinya dia harus memastikan sesuatu yang belakangan menjadi tanda tanyanya.
***
"Yasmin," panggil Arjuna di depan kamar mandi. Pagi ini setelah sarapan, Arjuna dan ibunya akan pergi. Sejak tadi Yasmin masih betah berlama-lama di kamar mandi.
Lidia menyuruh Arjuna memanggil menantu tersayang untuk pamit. Sejak dua hari lalu, Arjuna merasa Yasmin berubah. Istrinya itu hanya diam dan tak pernah bertanya padanya. Yasmin bertingkah pasif, hanya menyiapkan yang sudah-sudah, tanpa mencoba hal baru lagi. Yasmin seperti mulai lelah.
Bukankah itu bagus, Arjuna?
"Yasmin? Aku dan Mama mau berangkat." Arjuna mengetuk pintu kamar mandi.
"Yasmin?" Arjuna sedikit khawatir. Ada suara isakan di sana. "Jangan buat Mama khawatir!"
"Iya, tunggu." Arjuna menunggu. Dan saat pintu itu terbuka, pemandangan Yasmin dengan mata sembab namun tersenyum membuat Arjuna tak mengerti.
"Aku pergi cukup lama. Mungkin tiga minggu."
"Mas, aku hamil," potong Yasmin lalu memperlihatkan hasil tes kehamilannya. Dengan isakan penuh kebahagiaan, dia maju satu langkah mendekati Arjuna. Memperlihatkan dua tanda garis merah di alat itu sambil terus tersenyum. Arjuna diam terpaku. "Sejak kemarin aku memang merasa aneh, ditambah aku sudah terlambat datang bulan." Arjuna melirik benda itu sekilas.
"Aku mau kasih tahu Mama." Namun dengan kesadaran penuh, Arjuna menyentuh lengan Yasmin. Menahan dan memberikan tatapan tak setuju. "Jangan sekarang!" perintah Arjuna.
"Kenapa?" Yasmin tak mengerti.
"Setelah aku pulang, baru kita bicarakan lagi." Arjuna mendorong pelan tubuh Yasmin ke kamar mandi. "Basuh wajah kamu agar lebih segar! Mama jangan sampai khawatir. Ingat! Jangan beri tahu Mama dulu!"
Setelah itu Arjuna pergi meninggalkan Yasmin sendiri. Yasmin meletakkan alat itu dalam diam. Memejamkan mata sebelum akhirnya kembali ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya. Semoga kehadiran buah hati ini sebagai titik awal rumah tangganya bisa dipertahankan. Mungkin Arjuna masih tak percaya. Ambil hikmahnya saja.
"Kamu lama sekali, Sayang," tegur Lidia saat Yasmin keluar kamar. "Kenapa kamu terlihat pucat?" tanyanya sambil mendekati Yasmin.
"Nggak apa-apa, hanya kurang tidur, Ma," jawab Yasmin kikuk.
"Setelah ini kamu tidur saja. Sudah tidak ada mertua," ledek Lidia. Yasmin tertawa pelan. Arjuna memperhatikan kedua wanita itu. Mereka sudah sangat akrab dan dekat. Akan terasa menyakitkan jika dipisahkan.
"Mama sering ke sini lagi, yah." Yasmin memeluk erat Lidia.
"Iya, maunya begitu. Tapi, kamu tahu sendiri, Mama punya dua anak laki-laki yang belum menikah."
"Kirim salam sama mereka, Ma. Suruh main ke sini juga." Lidia mengangguk dan mengecup pipi Yasmin dengan sayang.
"Hati-hati, yah. Ingat menu-menu masakan untuk Arjuna?" Yasmin mengangguk.
Lalu Lidia masuk ke mobil bersama Arjuna yang memalingkan wajah. Yasmin berusaha tak peduli. Sebagian hatinya sedang bahagia, dan dia tak mau mengotorinya dengan kesedihan. Tersirat rasa kecewa saat Arjuna melarang memberitahukan kabar gembira itu kepada mertuanya, tapi kali ini Yasmin akan menurut. Harapannya, Arjuna bisa menerima keadaan ini, membuka lembaran baru dengannya.
Setelah mobil itu berlalu, Yasmin kembali masuk ke rumah. Dia butuh merebahkan diri sejenak. Sekarang dia sudah tidak sendirian lagi. Ada calon buah hati dalam perutnya. Semoga ini sebagai titik awal rumah tangganya bisa dipertahankan.
Dan sebelum Yasmin duduk di tempat tidur, lagi-lagi dia melihat amplop tebal pemberian Arjuna. Itu uang bulanan untuknya. Suaminya memang bertanggung jawab. Hanya saja, masih tertutupi rasa kecewa.
Berjuang, Yasmin.
***
Arjuna dan Yasmin
Jumat, 17 Maret 17
Mounalizza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top