03

Mulmed di atas pilihanku.. entahlah setiap liat mata Juan aku jd tersihir.. hehehe, ini terserah yah fantasikanlah sesuai keinginan masing2, dari Indonesia juga boleh, asal jgn Uus sama si Aw Aw itu.. no no no..

***


Melewati semua masalah adalah jalan terbaik, walapun butuh hati ekstra menjalankannya....


Aku pulang ke rumah Mama. Mungkin satu minggu lagi baru kembali. Ada pekerjaan di sana yang harus kuselesaikan. Hati-hati.

Yasmin membaca tulisan Arjuna pada secarik kertas di meja makan. Tadi saat selesai menyiapkan sarapan Arjuna, dia memang memilih menikmati kopi pahitnya di halaman belakang. Sadar jika Arjuna tidak akan mau berdekatan dengannya. Hanya suara dentingan alat makan yang bisa dia dengar, dan pastinya parfum yang dikenakan Arjuna dapat dia hirup. Itu sudah lebih dari cukup baginya. Arjuna ada di sekitarnya walaupun tak bisa dia dekati.

Yasmin melirik satu piring nasi goreng buatannya yang lagi-lagi tak tersentuh oleh Arjuna. Mungkin tadi suara dentingan alat makan hanya upaya Arjuna menggeser untuk memudahkan dia menulis. Ini sudah hampir dua bulan mereka satu atap dan masih belum ada peningkatan. Arjuna benar-benar marah padanya.

Andai dia tahu akan seperti ini, jelas sejak awal akan dia tolak.

Yasmin duduk memegang kertas itu. Meneteskan air mata sambil terus membaca ucapan Arjuna. Kenapa tidak memberi tahu saja secara langsung? Toh, dalam jarak lima meter dia masih bisa mendengar ucapan Arjuna.

Yasmin semakin terisak saat dia melirik satu amplop tebal. Dia tahu, itu untuknya dari Arjuna. Di bulan pertama Arjuna juga memberikan uang untuknya dengan cara ini. Nominalnya mungkin dapat membeli sepeda motor. Lihat, Arjuna pria baik, bertanggung jawab, meski masih diselimuti rasa kecewa mendalam.

Arjuna mempunyai pekerjaan mapan. Dia seorang developer properti dan memang sedang sibuk mengurusi pembangunan yang akan dikerjakan di kota yang mereka tinggali sekarang. Arjuna juga tengah sibuk mencari investor karena ada beberapa penambahan lokasi baru. Setidaknya, Yasmin tahu sedikit kesibukan Arjuna, dia sempat diceritakan Arjuna sebelum menikah. Kurang lebih dua bulan dia menikmati masa pendekatan seiring persiapan pernikahan. Semua terjadi tiba-tiba dan tak ada halangan.

Mereka memang tidak mengenal sejak lama, setelah dikenalkan, keduanya sepakat untuk serius dan tak sulit untuk menyatukan keinginan konsep acara. Semua seakan memudahkan mereka bersatu.

Hingga malam itu....

Yasmin sadar, kesalahan fatal membuat segalanya berubah. Dia tidak jujur dan tidak memberikan Arjuna pilihan. Semua karena keegoisannya.

Egois cinta pada pandangan pertama. Terlebih usia mereka hanya terpaut dua tahun. Arjuna tiga puluh dua, sementara dirinya genap kepala tiga. Usia dewasa yang sudah tidak dibutuhkan lagi kencan dan pelengkap kemesraan palsu. Menikah adalah kepastian bagi mereka.

Arjuna adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Kedua adiknya laki-laki. Sudah sama-sama dewasa. Tinggal bersama sang mama, sedangkan ayah mereka sudah pergi meninggalkan mereka cukup lama. Sebagai anak pertama, Arjuna benar-benar berperan penting dalam keluarga. Dan keinginan Arjuna yang paling utama adalah membahagiakan sang mama. Karena itulah Arjuna menerima tawaran dijodohkan dengan Yasmin.

Sementara Yasmin sebelum mengenal Arjuna tinggal bersama keluarga pamannya. Kedua orangtuanya sudah meninggal sejak dia masih kecil. Kakak dari mendiang ayahnya, Om Haikal serta istrinya, Tante Ernita menjadi pengganti sosok orangtuanya sejak Yasmin berusia sebelas tahun. Ibu Yasmin meninggal lebih dulu karena penyakit kanker payudara, sementara sang ayah yang tidak siap ditinggalkan, lalai saat mengendarai mobil dan mengalami kecelakaan lima bulan setelahnya. Yasmin menjadi sosok pendiam setelah kepergian orangtuanya. Hidupnya tetap dilimpahi kasih sayang, walaupun tidak sedalam cinta orangtua kandungnya. Yasmin tetap bersyukur, keluarganya sangat perhatian padanya.

Yasmin mulai belajar mandiri ketika memasuki perguruan tinggi. Bukan merantau ke luar ibukota, hanya menetap sendiri indekos di dekat kampus. Harta peninggalan kedua orangtuanya memang tetap dijaga keluarga sampai Yasmin bisa dikatakan mampu memilih. Ketika Yasmin sudah mulai bisa mengolah harta peninggalan sendiri, keluarga memantau dengan baik. Bahkan tak jarang sang paman menambahi sebagai bentuk hadiah. Oleh sebab itu, keluarganya tidak melarang, karena mereka percaya Yasmin bukan pribadi pemberontak dan bebas pergaulan. Pilihan hidup Yasmin dan cita-cita sudah direncanakan dengan baik, Hanya saja Yasmin sedikit tertutup. Usia sembilas belas tahun, awal di mana Yasmin mulai bisa membuka hatinya untuk seorang pria, dan menjadi yang terakhir kalinya. Saat pertengahan masa kuliah memang menjadi jalan terjal bagi Yasmin seorang diri. Berjuang menata hidup yang sudah dia gores dengan penyesalan tak termaafkan. Mengambil keputusan fatal yang sampai sekarang menjadi mimpi buruknya. Cobaan itu dia lalui sendiri,

Yasmin memang pandai menutup diri, dan waktu membantu dirinya memperbaiki tujuan awal. Hingga akhirnya, pengalaman membentuk dirinya untuk tidak terlalu berharap mencapai sukses berlimpah, Yasmin hanya mau hidup sederhana tanpa membebani keluarga. Usia dua puluh tiga tahun, Yasmin sudah bisa mendapatkan penghasilan sendiri. Setidaknya, Yasmin mulai menolak bantuan sang paman yang sebenarnya tak keberatan membantu kebutuhan Yasmin.

Setelah lulus kuliah, Yasmin semakin fokus dengan bisnis konfeksinya. Awalnya masih mencoba sambil menjalani rutinitas kuliah. Membidik pasar anak muda, Yasmin bersama temannya membuat label jaket dan pakaian hangat sendiri. Meski tidak menggebu-gebu, ambisinya mampu mencetak hasil cukup mengejutkan. Dari sana Yasmin mampu memberikan sedikit rezeki untuk keluarganya. Sisa peninggalan orangtuanya pun Yasmin pergunakan dengan baik. Yasmin membeli rumah sederhana yang menjadi tempat bisnis konfeksinya sampai saat ini. Yasmin memercayakan usahanya pada sang teman, dan memantau dari jauh. Sejak dipinang Arjuna, Yasmin mencoba tidak terlalu terlibat dalam usahanya. Dia mau mengabdi sebagai istri seutuhnya. Impian sederhana sebagai wanita. Namun sayang, semua sirna.

Yasmin melirik sekitar ruangan yang sangat sepi itu. Rumah yang cukup indah jika dibumbui kasih sayang pemiliknya. Bisa dibilang intensitas mereka berkomunikasi sangat minim. Sejak pindah, Arjuna hanya berbicara seperlunya. Lebih tepatnya membicarakan peraturan rumah. Mengenai mereka yang tidur terpisah, biaya hidup yang akan dipenuhi Arjuna, tidak ikut campur urusan pribadi, dan melarang Yasmin memasuki kamarnya. Arjuna bahkan memilih memakai jasa laundry untuk mencuci pakaian yang dia kenakan.

Yasmin benar-benar dilarang menyentuh segala sesuatu yang berurusan dengannya. Dan sekali lagi Yasmin berpikir, untuk apa mempertahankan hubungan ini? Menyiksa tanpa tahu kapan akan berakhir.

Yasmin berjalan pelan menuju kamar Arjuna. Katakanlah dia tidak menuruti perintah Arjuna, tapi dia memang selalu melakukan ini saat Arjuna jauh dari rumah. Dia masuk ke kamar berukuran sedang itu. Meneliti setiap arah. Kamarnya rapi dan bersih. Arjuna tidak terlalu sering melakukan aktivitas berarti di kamar itu.

Yasmin tersenyum lirih, dua hari yang lalu dia melihat ranjang itu memakai seprai berwarna hijau. Dan hari ini sudah berganti abu-abu. Arjuna bahkan merapikan segala sesuatunya sendiri. Lalu apa fungsinya dia di sini?

Yasmin merebahkan dirinya di kasur Arjuna. Aroma Arjuna menyeruak dalam penciumannya. Hal yang selalu dia lakukan setiap masuk ke kamar itu. Kali ini dia bisa lebih berlama-lama. Sang pemilik sedang pergi meninggalkannya.

Yasmin memejamkan mata. Mencoba mengingat kilasan pertama mereka bertemu. Yasmin ingat, saat itu Tante Ernita sengaja memintanya datang ke sebuah pusat perbelanjaan. Ada ajakan makan siang di salah satu kafe di sana. Dia akan dipertemukan dengan salah satu pria pilihan Tante Ernita sebagai kandidat calon suaminya. Ritual yang sudah dia lakukan kurang lebih enam bulan lamanya.

Dikenalkan dengan pria mapan yang ingin menikah, dan diberikan waktu pendekatan. Biasanya Yasmin akan menolak halus dengan berbagai alasan. Yasmin tidak percaya cinta dan jalinan rumah tangga. Alasan masa lalunya yang menyakitkan dengan seorang pria selalu ia tutupi dari keluarga. Dia pernah mengecewakan seseorang, dan itu membuatnya takut menjalin hubungan asmara. Yasmin akan tetap bungkam perihal kisah pahitnya pada keluarga. Dia pernah melakukan tindakan di luar batas. Usia dua puluh tahun, ia bertindak fatal, yang berdampak penilaian negatif sang suami. Tak bisa ia bayangkan jika saat itu keluarganya tahu, Yasmin tak siap dengan reaksi mereka. Pamannya pasti merasa bersalah karena lalai menjaga amanat mendiang ayahnya. Yasmin tidak mau membebani tanggung jawab itu pada keluarganya. Semua murni kesalahannya. Biarlah menjadi rahasianya sendiri alasan paling utama dia melakukan hal berdosa itu. Karena itu, setiap kali dijodohkan, dengan sendirinya ia akan mundur, atau setidaknya memberikan kesan tak menarik. Sejauh itu, caranya berhasil.

Namun segala sesuatu berbeda saat siang itu dia dipertemukan dengan Arjuna hanya berduaan. Sorot mata Arjuna begitu teduh. Pria itu sopan dan jelas terlihat dewasa. Siapa pun wanita akan yakin untuk melabuhkan hatinya pada Arjuna. Termasuk Yasmin.

Dia jatuh cinta saat Arjuna menjabat tangannya. Kehangatan itu langsung merambat ke hatinya.

"Kamu Yasmin?"

Yasmin langsung mengangguk saat Arjuna berdiri sopan, sambil menatapnya bergantian dengan layar ponselnya. Dia memang mengizinkan sang tante memberikan foto pribadinya untuk dilihat calon yang akan dikenalkan. Yasmin percaya pada setiap pilihan Tante Ernita. Hanya saja ia sengaja menutup diri, tapi kali ini berbeda. Dia mau mecoba membuka diri dengan pria yang mampu membuatnya terpesona di pertemuan pertama mereka.

"Aku Arjuna."

Arjuna mengulurkan tangan dengan senyum sopan. Yasmin berdiri dan ikut mengulurkan tangan.

"Yasmin," ucapnya pelan.

"Iya, aku tahu. Ternyata aslinya lebih cantik." Arjuna memamerkan pemandangan di layar ponselnya. Itu foto Yasmin sedang tersenyum manis.

"Sepertinya kita dikerjai. Mamaku bilang kita akan makan siang sama Mama dan tante kamu." Arjuna duduk di samping Yasmin.

"Iya, Tante mendadak ada urusan kampus," lanjut Yasmin kikuk. Sebenarnya dia tak siap. Tak menduga jika pria seperti Arjuna yang akan diperkenalkan. Mengingat calon-calon sebelumnya rata-rata di luar kriterianya. Tante Ernita adalah seorang dosen, dan biasanya orang yang dikenalkan tidak jauh-jauh dari pekerjaan Beliau.

"Kamu sudah pesan makanan?"

Yasmin menggeleng.

"Umur kamu berapa?" tanya Arjuna sambil melambaikan tangan ke arah pelayan.

"Aku mau tiga puluh." Yasmin sebenarnya malu memberi tahu, tapi harus dia katakan.

"Serasi kalau begitu." Cara bicara Arjuna membuat Yasmin semakin terpesona. Dia pria tenang, tidak kaku, tetapi juga tidak berisik di awal perkenalan.

Mereka memesan makanan, lalu mulai berbincang layaknya orang berkenalan. Pekerjaan Arjuna tidak membuatnya takut akan tanggung jawab pria itu sebagai suami kelak. Jelas dia pria mapan.

Yasmin merasa nyaman dan juga tak bosan dengan Arjuna. Terlebih bahasa tubuh Arjuna yang tidak membuat resah. Arjuna tidak seperti laki-laki yang sudah-sudah, yang setiap ada kesempatan selalu menyentuhnya. Dia menghargai Yasmin di awal pertemuan. Itu nilai tambah baginya.

"Boleh kita bertemu kembali?" tawar Arjuna saat mereka sudah keluar dari kafe. Makan siang yang menyenangkan bagi Yasmin. Dan dia juga mau jalinan ini terulang kembali.

Yasmin mengangguk. Sebelumnya Arjuna juga sudah meminta nomor ponselnya. Dan tidak ada alasan bagi Yasmin untuk menolak.

"Aku akan jujur." Arjuna mengajak Yasmin duduk di salah satu kursi tunggu di dekat eskalator pusat perbelanjaan. "Kamu pasti tahu kita dipertemukan untuk apa?"

Yasmin mengangguk kembali.

"Usiaku sudah mapan untuk menikah, dan Mama sangat berharap pertemuan ini menghasilkan berita bahagia. Aku tidak ada waktu untuk pendekatan layaknya anak muda, Mengingat usia kita sudah sama-sama dewasa." Arjuna memberi jeda pada penjelasannya.

"Iya, aku mengerti," jawab Yasmin seolah tahu arah pembicaraan ini.

"Saat Mama memperlihatkan fotomu, aku langsung tertarik. Tidak ada alasan buatku untuk menolak. Dan saat tadi kita saling menatap di awal perjumpaan, tidak ada alasan bagiku untuk tidak segera meminangmu."

Wajah Yasmin memerah menahan segala rasa. Dia bahagia dan tak percaya. Ini tidak romantis dengan suasana mendukung. Oh, ayolah! Mereka di tengah kerumunan orang di tengah pusat perbelanjaan. Dan dunia seolah milik mereka berdua.

Ternyata harapan akan pertemuan ini membawa kebahagiaan. Mungkin masa depannya bersama Arjuna.

"Kamu mau?" tawar Arjuna.

Yasmin tersenyum.

"Tapi aku akan jujur."

Yasmin siap mendengarkan penjelasan Arjuna.

"Sebentar lagi aku tidak tinggal di sini. Kamu mau ikut bersamaku? Aku akan bertanggung jawab untuk hidup kamu. Percaya padaku." Yasmin diam menatap wajah Arjuna. Ada niat serius di sana. Dan sekali lagi, dia tersihir untuk tidak menolak. Keinginan untuk memulai cerita baru untuk hidupnya mulai tumbuh. Hatinya ingin menyambut sosok Arjuna untuk meramaikan hidupnya yang biasa saja.

"Memangnya mau ke mana?"

"Setelah menikah, aku akan tinggal di Semarang cukup lama."

"Iya, aku mau," jawab Yasmin, dibalas senyum bahagia Arjuna.

Semudah inikah niat rencana bahagia bersama Arjuna?

"Jadi, sekarang kita berpacaran?" tanya Yasmin.

Arjuna menggeleng, Yasmin sedikit bingung. "Kamu...," Arjuna mulai berani menggenggam tangan Yasmin, "calon istriku." Suara Arjuna sangat yakin.

"Mulai sekarang panggil aku dengan sebutan Mas." Arjuna mencubit hidung Yasmin sambil tertawa.

"Iya, Mas."

***

"Mas," panggil Yasmin menatap langit kamar. Setiap hari dia selalu merindukan Arjuna, suaminya. Sudah satu minggu dia ditinggalkan. Wangi kamar Arjuna sudah berubah. Yasmin benar-benar merindukan sosok Arjuna.

Yasmin tertawa. Seperti apa definisi rindu bagi hubungan hambar mereka? Melupakan kenyataan, Yasmin tetap berharap Arjuna pulang. Tidak masalah dirinya kembali tak dianggap, asalkan dia tidak merana seorang diri.

Suara getaran dari ponsel membuat dia segera duduk di tengah ranjang. Dia mengambil ponsel di meja televisi di depan tempat tidur. Kamar Arjuna memang tidak terlalu mewah. Tidak diisi dengan nakas atau sofa panjang. Kamar ini hanya seadanya.

Yasmin sedikit tak percaya saat membaca sebuah pesan singkat, yang ternyata dikirimkan Arjuna. Sudah lama rasanya ia tak merasakan berdebar menanti isi tulisan apa yang dikirimkan Arjuna, seulas senyum terukir di wajahnya. Semoga ini awal dia menebus segala kesalahan.

-Mas Arjuna: Rapikan kamarku layaknya kamar tamu. Pindahkan barangku ke kamarmu. Besok aku pulang bersama Mama. Dia akan menginap satu minggu.

Yasmin tahu perintah itu. Arjuna akan berbagi ruangan dengannya besok.

***


Arjuna dan Yasmin
Kamis, 09 Maret 17
Mounalizza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top