02
Warning 18+ mohon kebijakannya.
___
Harga diri seorang laki-laki adalah yang utama, mutlak, dan tak bisa diremehkan.
Dan kamu telah melukai nilai itu begitu dalam.
"Cukup kamu sadar diri untuk tidak menjadi ibu dari anak-anakku, itu sudah sangat membuatku tenang sekarang."
Arjuna bersandar di daun pintu sambil memejamkan mata. Sampai saat ini dia masih belum bisa mengatasi pergolakan hatinya saat berada dekat dengan Yasmin. Dia manusia biasa. Tepatnya, pria normal yang mengagungkan harga diri.
Baru saja Yasmin berkata pasrah untuk diceraikan. Arjuna tertawa dalam hati. Yang dia tahu, saat ini perceraian bukan jalan terbaik. Dan, semudah itu Yasmin memberikan solusi? Kenapa tidak sejak awal dia mundur? Atau setidaknya berbicara jujur. Mungkin Arjuna akan mencari jalan yang terbaik.
Bagaimanapun dia memang tertarik dengan Yasmin dan mau menjalani hidup dengannya.
Semua sudah terlambat. Mereka sudah terikat janji suci. Suci yang bercela.
Arjuna membuka kancing baju perlahan sambil berjalan ke tempat tidur berukuran kecil. Kamar ini terasa menyesakkan. Dia langsung menelungkup pasrah. Seharian ini dia menyibukkan isi kepalanya untuk bekerja. Namun bayangan Yasmin tetap mendominasi.
Mau dibawa ke mana rumah tangga ini? Arjuna belum bisa memberikan keputusan. Bertahan terasa sakit, melepas pun lebih sakit. Senyum sang mama akan pudar, ditambah perasaan bersalah Beliau. Banyak pertimbangan yang tak bisa Arjuna relakan begitu saja.
Bertindak asing adalah solusi darurat saat ini. Namun asing pun tidak mutlak seperti yang terucap. Arjuna sudah mencicipi raga Yasmin, jelas tidak asing walau hanya sekali.
Sambil berusaha memejamkan mata, kilatan malam pertama mereka kembali terngiang. Sangat menghantui dan Arjuna menikmati kesakitan ini.
"Lelah?" tanya Arjuna ketika keduanya berdiri di dekat ranjang kamar hotel. Yasmin menggeleng malu. Arjuna mengusap pipi lembutnya sebagai awal keintiman. Keduanya sudah membersihkan diri dan sekarang waktunya mereka beristirahat.
Acara resepsi berlangsung di sebuah hotel di tengah kota dan malam ini mereka diberikan kamar istimewa sebagai hadiah pengantin baru. Sementara keluarga yang lain sudah pulang tanpa berniat mengganggu Arjuna dan istri.
"Maaf, aku belum bisa mengajak kamu bulan madu. Setelah ini kita akan pindah kota." Arjuna duduk di tepi ranjang, menarik tangan Yasmin untuk ikut duduk. Yasmin duduk di pangkuan Arjuna. Aroma segar menemani mereka. Arjuna dengan aroma mint segar, sedangkan Yasmin perpaduan bunga dan buah yang mulai menyulut gairah Arjuna, yang tak lepas mendekapnya.
Yasmin mengalungkan tangannya di leher Arjuna. "Ke mana pun Mas ajak aku, tidak masalah." Arjuna suka kelembutan suara Yasmin.
Arjuna mengecup pipi Yasmin, lalu memutar tubuh istrinya agar terbaring di tengah ranjang. Dia memang gugup, tetapi tidak ada alasan menunda bermesraan dengan istrinya
"Temani aku sampai menutup mata, selamanya?" bisik Arjuna sebelum mengecup kening Yasmin penuh penghayatan. Yasmin mengangguk.
"Terima aku juga apa adanya. Apa Mas bersedia?" Arjuna menumpukan siku tangannya di samping tubuh Yasmin. Sambil memberikan senyum, dia meraba lengan Yasmin penuh minat dengan tangan satunya yang bebas.
"Niat aku menikah denganmu untuk ibadah, Sayang. Sudah pasti sejak awal aku menerima kamu. Terlebih kamu pilihan Mama. Aku tidak akan meragukan pilihan Beliau." Arjuna pelan mengecup bibir Yasmin. Istrinya adalah miliknya yang sangat berharga, dan dia harus memperlakukannya dengan lembut.
"Senyum Mas selalu membuat aku berdebar," ucap Yasmin. Arjuna sedikit menggoda Yasmin dengan belaian.
"Berdebar di sini?"
Yasmin menepuk tangan nakal itu.
"Now?" izin Arjuna.
Yasmin mengangguk takut-takut.
"Janji menerima aku apa adanya?" tahan Yasmin sejenak.
"Janji." Arjuna menyeringai. Membuka perlahan kancing baju tidur Yasmin. Satu menjadi dua dan terus hingga keduanya mulai terbawa kehangatan malam indah.
Siapa pun pengantin akan senang melewati malam pertama mereka. Lelah seharian bisa menjadi daya mengawali malam.
Arjuna mulai meredupkan lampu kamar dan kembali merangkak naik ke tengah ranjang. Menatap keindahan yang sudah sah menjadi miliknya. Tanpa ragu dia mulai menyentuh Yasmin, tindakan pribadi yang tak semua orang bisa seenaknya berlaku pada Yasmin. Arjuna bangga, Yasmin miliknya selamanya. Kelembutan ini miliknya. Keindahan ini miliknya. Pribadi ini miliknya. Cumbuan-cumbuan ini akan menemani mereka selanjutnya. Suara desahan ini akan terus dia berikan untuk sang istri seorang. Hingga suatu rasa yang seharusnya angkuh karena bangga dia rasakan berbeda, ini seperti hampa. Karena pengalaman pertama? Arjuna masih bertanya-tanya di dalam hati. Seperti inikah? Atau memang dia saja yang ber-euforia terlalu tinggi?
Arjuna menatap mata Yasmin. Dalam keadaan amat intim. Mereka baru saja menyatu dan saat ini sama-sama terdiam. Seharusnya bukan semudah ini, kan? Walaupun ruang gerak ini masih terasa sulit. Berusaha menghormati Yasmin, Arjuna hanya bisa menatap kegelisahan istrinya di bawah kekuasaan tubuhnya.
Dan hal yang ditakutkan Arjuna sepertinya benar. Ada sorot bersalah di sana. Yasmin sedang memohon maaf melalui tatapan. Arjuna tahu itu dan dia tak bisa berbuat apa-apa. Lidahnya mendadak lumpuh untuk mengucap sepatah kata pun kali ini. Sungguh di luar prediksi.
Di satu pihak ada rasa enggan. Fakta bahwa dia bukan yang pertama membuat Arjuna ditampar dengan kejamnya. Ini terlalu menyakitkan. Runtuh seketika rasa percaya dan ingin menerima apa adanya. Tak pernah tebersit maksud 'menerima apa adanya' seperti ini.
Apa yang harus dia lakukan sekarang? Di lain pihak, rasa ini memanggil naluri buas dan gairah setiap pria untuk datang. Emosi dan kekecewaan sudah di depan mata. Tidak perlu munafik, Arjuna memang butuh pelepasan ini.
Ironis, perdana baginya seperti ini. Semua terasa sia-sia selama ini dia mempertahankan tanpa mendapat hadiah istimewanya. Arjuna tidak tinggal di Barat. Yang menganggap sebuah keperawanan adalah hal biasa. Kiblatnya bukan di sana.
"Mas...," panggil Yasmin. Istrinya itu ingin menyentuh wajahnya.
Arjuna menepis tangan Yasmin. Bahkan langsung memenjarakan kedua tangan itu di atas kepala Yasmin. Tanpa suara dan kecupan-kecupan mesra yang sejak tadi diberikan sebelumnya, Arjuna kembali bertindak. Sisi kelamnya menguasai.
Semua berubah menjadi sentuhan kasar, terburu-buru, dan tanpa menatap satu sama lain. Yasmin seolah sadar kesalahannya, hanya bisa pasrah di bawah keberingasan Arjuna dalam menyelesaikan kebutuhan baru suaminya.
Arjuna sempat terdiam di lekukan leher Yasmin setelah mendapatkan kepuasan yang selalu dia nantikan di status baru ini. Dan rasanya sangat menyakitkan. Ini tidak indah, hanya memaksakan jalan yang sudah telanjur dia tapaki. Mundur adalah kebodohan. Selain itu, egonya sebagai pria sedang mendidih dan ingin segera dimatikan. Yasmin media yang sudah seharusnya dia pakai.
Sadar kalau dia sudah terlalu lama di atas tubuh polos Yasmin, Arjuna langsung melepas keintiman dengan terburu-buru. Tak perlu menatap istrinya yang terdengar meringis, Arjuna hanya sibuk mencari pakaiannya di koper kecil yang dia bawa. Dia harus menjauhi Yasmin saat ini juga.
"Sampai bertemu besok, di bawah saat sarapan. Aku pesan kamar lain saja." Arjuna pergi sambil membawa sedikit barang keperluannya. Meninggalkan Yasmin yang tak perlu dia ketahui reaksinya.
Dia butuh waktu untuk mencerna kenyataan yang baru dia sadari. Istrinya berbohong atas statusnya.
***
Arjuna terbangun dengan denyut kepala yang terlalu berat. Kilasan malam pertama itu terlalu menyakitkan. Antara merindu dan menyesal semua tumpah ruah di isi kepalanya.
Menyesal atas keadaan tetapi merindu akan kelembutan Yasmin. Oh, ayolah! Suami mana pun akan berbahagia di waktu sekarang ini. Saat-saat pengantin baru, proses adaptasi dua insan yang saling mesra dan mencoba berbagai hal intim. Arjuna sedang menikmati fase itu. Fase alami setiap pengantin baru. Dan sekuat tenaga dia tahan. Ini bukan naluri binatang. Ini alami.
Menahan menikmati manisnya bibir Yasmin, aroma menenangkan tubuh Yasmin, yang suka tidak suka, diakui Arjuna membuat candu. Arjuna harus bisa mengendalikan diri.
Mereka bukan pasangan rumah tangga normal. Ada guratan luka yang sudah telanjur terjadi. Dan Arjuna tidak bisa bersikap normal ke depannya. Belum bisa, lebih tepatnya. Semuanya terlalu menyakitkan untuk dilupakan secepat kilat.
Arjuna bangkit dari tempat tidur. Tak tahu ingin bertindak apa setelah ini. Sekarang hari Minggu, dan tidak alasan menghindari keberadaan Yasmin di tempat tinggalnya. Ini yang dia pilih, untuk tidak melepas istri pembohongnya. Melihat Yasmin adalah wajar kalau begitu.
Tapi dengan sikap seperti apa? Sesak kembali datang jika Yasmin berjarak dekat dengannya.
"Huft." Dengan keyakinan jika semua akan baik-baik saja, Arjuna melangkah keluar kamar setelah sempat membasuh wajah dan membersihkan diri di kamar mandi.
Sepi menyambut saat dia keluar kamar. Bayangan keharmonisan pengantin baru adalah sekadar khayalan.
Arjuna berjalan ke arah dapur, dia akan menyegarkan dahaga. Sejak semalam dia malas ke luar kamar. Di atas meja makan dia melihat roti panggang sudah terhidang bersanding dengan satu cangkir kopi. Bahkan ada catatan kecil di sana. Arjuna tahu siapa yang meletakkan itu semua.
Aku pergi belanja bulanan, Mas. Hubungi aku kalau Mas butuh sesuatu untuk dibeli.
Arjuna hanya menatap hidangan itu tanpa perlu menyentuhnya. Belum siap mencoba menikmati perhatian sewajarnya seorang istri.
Arjuna mengambil gelas untuk diisi dengan air hangat. Mungkin sarapan di luar bisa menjadi pereda penat. Dia berjalan membawa keperluan seadanya dan melangkah melalui pintu belakang. Belum sampai keluar, dia berpapasan dengan Yasmin yang ternyata juga melewati pintu belakang. Tak sadar mereka satu pemikiran dalam memilih jalan.
"Mas, mau ke mana?" Pertanyaan Yasmin tak Arjuna hiraukan. Dia lebih memilih membuka pintu garasi dan masuk ke mobil.
Menatap, membalas pertanyaan Yasmin, tidak perlu baginya. Yang dia perlukan sekarang adalah menjaga jarak. Dadanya kembali sesak. Suara Yasmin menyiksanya. Bibir manis dan mata indah Yasmin tak sengaja dia lihat tadi. Dan itu sebuah kesalahan.
Yasmin hanya tersenyum lirih memperhatikan kepergian suaminya. Dia membantu menutup kembali pintu dan masuk ke rumah dengan tenang. Merapikan kebutuhan sehari-hari yang baru saja dia beli. Lalu membuang secangkir kopi dan roti panggang yang tak tersentuh.
Lagi-lagi Yasmin tersenyum. Kenapa rasa egois ingin bertahan menjadi istri Arjuna selalu ada? Arjuna tak menganggap dirinya ada.
***
Arjuna dan Yasmin
Jumat, 03 Maret 2017
Mounalizza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top