01- Mama Kesepian

Cinta menundukkan apa saja yang ada di depannya.
-Rumi-

***

"Jadi siapa yang akan menuruti kemauan Mama untuk menikah tahun ini?" Wanita paruh baya itu menatap ketiga anak lelakinya. Yang pertama Arjuna, lalu Arsal dan si bungsu Adnan. Akhir-akhir ini ia merasa mulai lelah mengurus ketiga putranya.

Arjuna berumur tiga puluh dua tahun. Pendiam, tak banyak teman, dan menyukai kesendirian. Hidupnya hanya untuk bekerja. Tipikal anak pertama. Penanggung jawab kehidupan. Terlebih mereka ditinggal sang ayah sudah satu dasawarsa. Pantas saja sang ibu berharap memiliki teman satu pemikiran. .

Anak kedua Arsal, hampir berkepala tiga dan masih nyaman tidak berkomitmen serius. Terakhir memadu kasih lima tahun silam. Terkenal ketus, tidak suka basa-basi, dan yang paling sulit dihilangkan, adalah sifat ingin tahunya terlalu dalam. Dia suka sekali mengurus permasalahan orang. Pantas saja Arsal dipilih oleh penduduk setempat sebagai Ketua Rukun Tetangga. Arsal suka bersosialisasi dengan khalayak ramai. Hampir semua tetangga kenal dengannya.

Terakhir Adnan. Usianya sudah dua puluh lima tahun. Sedang semangat-semangatnya bekerja dan kencan demi mencari wanita idaman. Adnan masih penasaran dengan istilah cinta sejati.

Omong kosong atau memang nyata? Sampai saat ini isi kepalanya selalu mengendalikan otaknya untuk tidak berhasil mencari cinta. Disyukuri atau tidak sampai detik ini ia nyaman dengan rasa penasarannya.

"Masih belum ada yang mau tunjuk tangan?" Teguran sang mama membuat ketiga pria itu saling menatap. Tetap angkuh dengan pendirian masing-masing. Tidak ada yang bersedia. Mengalah untuk masalah ini terlalu berat.

"Arjuna?" tegur Lidia. Dia putra tertua dan kemungkinan wajib menyerah.

"Ma, tiga bulan lagi aku harus pindah tugas keluar kota." Selalu perihal pekerjaan. Lidia sangat paham sifat putranya itu.

"Kamu yang paling tua, Nak," lirih Lidia. Arsal dan Adnan ikut mengangguk. Bahkan memasang wajah sedih sebagai penambah simpati. Arjuna tahu kedua adiknya sedang tertawa di dalam hati. Resiko sebagai anak sulung.

"Maaf, Ma." Hanya ini yang bisa Arjuna kerahkan dari isi kepalanya. Merasa bersalah kepada sang mama.

"Kamu, Arsal?" Giliran Arsal yang ditatap Lidia.

"Mendahului kakak tertua itu tidak baik, Ma." Dan Lidia pun sudah tahu jawaban dari Arsal. Berkilah.

"Alasan," ucap Arjuna kesal. "Diantara kita, kamu yang paling tepat segera menikah," balas Arjuna. Arsal tahu jika dilanjutkan, Arjuna bisa membuat manuver paling ampuh untuk menyudutkannya dan pada akhirnya menyerah. Tidak, ia masih belum mau berkomitmen.

"Adnan saja, Ma. Koleksi teman kencannya banyak." Arsal melirik Adnan. Dia bahkan bisa punya manuver lebih kuat dibandingkan Arjuna. Adnan adiknya bisa menjadi tumbalnya kali ini.

"Mama kan tahu, Adnan punya pacar banyak." Untuk urusan yang satu ini Arsal sangat tahu. Adiknya selain giat bekerja, memang punya keahlian berteman dengan banyak lawan jenis. Bukan play boy, ini lebih ke semacam peneliti jalinan asmara berbagai jenis wanita.

"Benar juga, hanya Adnan yang selalu bertatus in relationship di media sosialnya." Lidia tampak berpikir.

"Kamu mau menikah, Nak? Mama tidak masalah kalau kamu yang menikah lebih dahulu. Biarkan saja dua kakakmu melajang sampai kiamat datang." Adnan mendekati sang mama. Memeluk erat wanita yang sangat ia hormati. Membuatnya menangis adalah pilihan yang tak akan pernah ia lakukan.

"Ma, Adnan mau saja kalau itu bisa membuat Mama tersenyum. Tapi rasanya tidak etis. Terlebih Arsal sebagai Ketua RT di sini. Apa kata tetangga Pak RT jomblo dilangkahi oleh adiknya. Bisa berpengaruh bagi ketentraman pemukiman." Adnan mengecup pipi Lidia sambil terus memberikan penjelasan, yang bisa dibilang tidak masuk akal.

Apa hubungannya status jomblo dengan urusan rukun tetanngga? Arsal ingin sekali menendang bokong adiknya itu.

"Atau begini saja, bagaimana kalau kita mengundi nama. Seperti arisan?" Usulan Adnan membuat Arsal dan Arjuna saling menatap. Dasar adik bungsu yang licik.

"Ini demi Mama." Seolah sadar jika kedua kakaknya ingin menghunuskan pedang tepat di jantungnya, Adnan segera berdalih. "Mama permata hati kita."

Lidia menatap bergantian putranya. "Mama kesepian." ucapnya sedih. Ia memang tidak kekurangan dalam hal materi. Hanya saja, ada bagian dalam dirinya yang sepi tanpa kehadiran anggota keluarga baru. Terlebih ia tidak memiliki seorang putri. Sanak keluarga juga memiliki tempat tinggal yang jauh dari rumahnya. Tidak setiap saat bisa ia kunjungi.

"Ayo kita utamakan kebahagiaan beliau," ajak Adnan. Mau tak mau Arsal dan Arjuna mengangguk.

"Adil yah? Nama yang keluar duluan harus segera menyetujui permintaan mulia Mama. Menikah." Adnan langsung menulis nama mereka bertiga dalam secarik kertas, menggulungnya tanpa ada niat mengelabui kedua kakaknya. Adil, terbuka dan tidak direkayasa.

"Mama yang pilih." Adnan menyodorkan gelas berisi tiga gulungan nama mereka.

"Janji yah, nama yang keluar akan bersedia menikah?" Lidia kembali bertanya perihal permintaan sederhananya.

"Aku janji, Ma." Arjuna langsung bersuara. Jika memang namanya yang keluar, ia pasrah. Kebahagiaan orang tua adalah tujuan ia hidup.

"Aku juga, Ma." Arsal menimpali.

"Apalagi aku, Ma." Mendengar ucapan Adnan, lagi-lagi Arsal dan Arjuna melirik jengkel. Ini idenya yang mau tak mau dituruti bersama.

"Bismillah." Lidia mengambil satu gulungan kertas di dalam gelas. Dengan wajah bahagia ia membuka gulungan itu. Akhirnya permintaannya akan dikabulkan oleh nama yang akan ia baca.

Sementara ketiga putranya harap-harap cemas. Berharap nama mereka tidak diucapkan oleh sang mama. Dan akhirnya seruan sang mama berhasil membuat satu di antara mereka menghembuskan napas tak percaya. Terjebak atas penghormatan kepada sang mama.

"Arsal Hamada." Bagai mendengar panggilan hakim yang sedang memvonisnya, Arsal membuka mata. Hukuman paling nyata akan segera ia terima.

Bahagiakah dirinya? Menikah atas permintaan sang mama. Setidaknya ia sudah mendapat restu surga. Dan itu artinya juga, ia harus mencari bunga indah di tumpukan jerami. Bukan hanya jerami, bisa saja di dalam kandang macan betina. Atau sekalian saja seperti bercengkrama dengan ibu-ibu pemburu diskon, brutal dan tak pandang bulu. Kebanyakan wanita yang dikenal Arsal seperti itu. Kalem saat awal dan bringas saat berpisah.

Belajar dari pengalaman, hampir semua mantan pacarnya berpisah dengannya dalam keadaan buruk. Bisa dibilang sampai detik ini tidak ada penyelesaian. Semua karena mulut pedasnya yang memang sulit bermanis-manis. Membuat hampir setiap mantan kekasihnya sakit hati terlalu dalam.

"Arsal Hamada." Sekali lagi Lidia memanggil nama putra keduanya. Sambil memamerkan nama yang tertera di kertas itu. Jelas tertera namanya.

"Iya, Ma, aku akan mencari calon istri untuk ku nikahi." Arsal mengangguk pasrah.Mau bagaimana lagi. Semua demi permata rumah ini. 

"Yah, padahal aku berharap namaku yang keluar." ucap Adnan sok drama. Semua karena ide sialannya.

"Mau tukar?" sinis Arsal kesal. Adnan langsung menggeleng sambil tertawa. Kenekatannya membuahkan hasil. Bisa saja tadi namanya yang keluar.

Arjuna menepuk pundak Arsal sambil berdiri. "Semoga berhasil. Ma, aku istirahat dulu." Arjuna lalu berjalan meninggalkan mereka. Pilihan sudah jelas, bukan dirinya.

"Arjuna, biarpun Arsal yang pertama, tapi Mama tetap akan mencari calon pendamping untuk kamu." Arjuna hanya mengangguk sambil terus berjalan menuju kamarnya. Masih ada waktu, Arsal pasti akan membuat sibuk dalam memilih. Arjuna bisa bernapas lega.

"Arsal, kapan kamu mau membawa calon menantu Mama?"

"Dicari dulu, Ma. Ini bukan restoran cepat saji," gerutu Arsal. Hidupnya akan berubah besok saat menyambut pagi. Sibuk mengurus restoran keluarga saja sudah membuat ia pusing. Dan sekarang ditambahi mencari calon istri?

Andai saja Nia Ramadhani masih lajang, atau Olla Ramlan masih berstatus sendiri, Arsal sudah pasti akan meminangnya apapun yang terjadi.

"Mama tidur dulu. Mama percaya kamu bisa mendapatkan wanita idaman spesial. Kamu kan putra Mama yang paling tampan." Lidia sempat mengacak rambut Arsal sebelum berlalu.

Adnan sendiri juga ikut berdiri. Malamnya masih panjang dan ia cukup tahu diri untuk tidak terus memandang wajah kusut sang kakak. "Oke, gue cabut dulu. Malam sabtu masih panjang." Riang sekali Adnan menapaki kakinya.

"Eits," Adnan berhenti tepat di samping Arsal yang sedang menyandarkan tubuhnya di sofa. Seperti kebiasaannya setiap kali memiliki teman wanita baru, Adnan membutuhkan Arsal dan wawasan luasnya perihal hidup penduduk setempat.

"Gue mau jalan sama Sofi anak Pak Surya, kalau nggak salah dia langganan restoran kita, kan? Menurut penerawangan lo, Sofi gimana?"

Arsal  melirik Adnan, sekesalnya ia dengan sang adik tidak akan menghilangkan rasa sayangnya untuk saudara kandung. Adnan pun begitu. "Sofi itu baru putus sama Ardi, chef restoran kita. Kata Ardi, Sofi suka clubing dan suka gaya hirup kebarat-baratan." Pengetahuan Arsal memang luas dalam segala urusan penting hingga tak penting sekalipun dan itu terkadang membantu Adnan dalam memilah aneka pilihan wanitanya.

"Hmm, bukan pilihan tepat untuk dijadikan istri. Tapi boleh juga untuk menambah wawasan." Arsal menepuk pahal Adnan untuk segera enyah dari hadapannya. Ia tahu, adiknya itu pasti akan memasang wajah kemenangan karena dirinyalah yang mendapatkan titah wajib sang permata. Mencari pendamping.

"Oke, Arsal semangat. Cari calon pendamping yang memenuhi kriteria terbaik." ucap Arsal sendiri.

A&J
Mounalizza
Sabtu, 25 Feb 2017

***

Oke cerita baru.. berharap bisa lancar jaya menulisnya. Konfliknya ga rumit ko.. santai2 aja.. cabe mahal pemirsah jadi jgn pusingin sama yg pedas2 hahahah apa sihh..

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top