Bab 27

Leona sudah menduga ini sebelumnya. Lavirgo mengajaknya ketemu malam ini hanya untuk mengatakan kalau cowok itu akan kembali ke Jakarta besok. Namun, Leona tidak menduga kalau sakit yang ia rasakan separah ini. Sepanjang jalan menuju rumah Lavirgo, ia sudah menguatkan diri. Namun, kini benteng pertahanannya hancur, tak mampu menahan hantaman kuat di dadanya.

Ia hanya bisa menatap nanar cowok berkaos hitam di seberang sofa. Ia ingin menangis, tetapi sekuat tenaga ia menahan diri. Ia tidak boleh terlihat lemah. Lavirgo pergi untuk urusan penting. Untuk masa depan cowok itu, dan hal itu pula yang membuat Leona merasa lemah. Ia tak berdaya untuk melarang Lavirgo.

Ternyata gini ya, rasanya LDR. Belum pisah aja udah nyesek, apalagi kalau nggak ketemu berbulan-bulan? batin Leona.

"Kok cemberut gitu, sih?" tanya Lavirgo. Cowok itu beranjak, lalu duduk di sebelah Leona. Ia merangkul bahu kekasihnya itu, membenamkan kepala Leona ke pelukannya. Leona tak kuasa membendung air matanya. Berada di pelukan cowok yang ia cintai untuk yang terakhir kali, membuat dadanya semakin perih.

Lavirgo tersenyum samar. Tangannya mengusap lembut kepala Leona. Ia tidak pernah menduga kalau Leona juga menaruh hati padanya. Lavirgo sudah lama menyukai Leona, tetapi selalu urung untuk menyatakan cinta karena Leona yang terus ngotot untuk mendapatkan Raneo. Kegigihan Leona akhirnya membuat Lavirgo menahan diri untuk bersabar.

Sekarang, cewek itu berada di pelukannya. Ia berharap, Leona bisa merasakan kenyamanan berada di sisinya. Tidak lagi terluka seperti sedia kala. Ia sebenarnya tidak tega, melihat Leona yang terkadang terisak saat bercerita padanya. Namun, ia paham, Leona punya ambisi berlebihan, hingga sulit membuatnya sadar sebelum ia benar-benar sakit hati.

"Udah dong nangisnya," kata Lavirgo. Ia merasakan air mata Leona mulai membasahi kaos yang ia kenakan. "Kan nanti kita bisa VC, Ona sayang."

"Tapi kan nggak bisa peluk Kak Vigo, lagi," jawab Leona.

Sejak mereka berpacaran, Leona memanggilnya Kak Vigo. Entah kenapa, tetapi Lavirgo senang mendengar nama panggilan itu. Ya, memang begitulah cinta. Bahkan nama yang buruk sekalipun, jika itu dari orang yang kita cintai, pasti terdengar indah di telinga.

***

Leona lebih banyak termenung meski ia tengah diajak berbicara oleh cowok di seberang meja. Semester ganjil baru saja usai kemarin. Seharusnya Leona senang akan hal itu, seperti kebanyakan siswa lain yang menantikan hari libur akhir tahun.

Sejak kepergian Lavirgo minggu lalu, Leona bahkan tidak tahu hari apa sekarang. Ia hanya menatap kosong mata kecokelatan di hadapannya. Bibir kemerahan itu sibuk berceloteh perihal rencana liburan akhir tahunnya.

Pikiran Leona sibuk memikirkan Lavirgo. Apa yang ia lakukan di sana?

"Na, gimana?"

Leona tersadar saat namanya disebut, tetapi ia tidak tahu kenapa ia ditanya.

"Hah? Apa?" tanya Leona saat Stevano menatap aneh dengan sebelah alis terangkat.

"Dari tadi gue ngomong, lo nggak dengerin gue?"

Leona meneguk ludah, kemudian berusaha menutupi keterkejutannya. Satu hal yang membuatnya lebih terkejut adalah ia tidak mengingat kalau tadi Stevano datang ke rumahnya. Setelah Lavirgo pergi minggu lalu, perlahan Stevano mulai bisa menerima Leona sebagai saudara, meski pernikahan orang tua mereka baru berlangsung awal Januari nanti.

"Lo nanya apa tadi?"

"Lo liburan ke mana akhir tahun?"

Leona bergumam, sebenarnya ia tidak punya rencana apa-apa sekarang. Awalnya ada, tetapi setelah Lavirgo pergi, rencana liburannnya juga ikut pergi.

Leona mengedikkan bahu, kemudian menggeleng.

"Entah, Van," kata Leona. "Lo sendiri?"

Stevano mengerang frustrasi. Leona bahkan tidak mendengar penuturan Stevano perihal rencana tahun barunya?

"Kayaknya lo butuh refreshing, deh," ujar Stevano. Cowok berkaos biru muda itu menegakkan tubuh. "Mending sekarang lo mandi, terus ganti baju." Stevano melirik jam tangannya, lalu melanjutkan, "Masih sempat, kok."

Leona bergeming, menatap bingung cowok di hadapannya.

Apa yang sempat? batin Leona.

Namun akhirnya Leona beranjak saat Stevano menaik-turunkan alisnya.

Setelah Leona pergi, Stevano merogoh saku celanannya. Ia mengeluarkan ponsel, kemudian mengetikkan pesan pada seseorang.

It' show time!

***

"Segitu cintanya lo sama Lavirgo, sampai-sampai nggak fokus gitu?" tanya Stevano saat mereka berjalan menuju stand minuman di tepi lapangan merdeka.

Leona hanya mendesah frustrasi. Ia juga tidak mengerti kenapa ia bisa seperti ini. Bahkan saat ia berjuang untuk Raneo, perasaannya tidak pernah segundah ini. Leona memang merasakan sakit hati, tetapi tidak membuat pikirannya nyaris kosong seperti sekarang.

Usai memesan minuman, mereka duduk di tepi lapangan. Lampu di sekeliling lapangan menjadi penerangan bagi mereka. Stevano sudah menenggak setengah gelas minumannya, saat ponselnya berdering. Saat melihat nama penelepon, Stevano buru-buru menjauh untuk menjawab. Leona tidak peduli, ia hanya menggoyang-goyang gelas plastik berisi minuman berwarna merah muda di tangannya.

Saat Stevano kembali, minuman di tangan Leona bahkan belum berkurang. Stevano membuang napas, merasa iba pada cewek di sebelahnya. Cowok berjaket hitam polos itu merangkul bahu Leona, menyandarkan kepala Leona ke bahunya. Leona tak mengelak, ia pasrah saja pada perlakuan Stevano.

"Lavirgo hebat banget, ya," ujar Stevano. Matanya menerawang ke langit. "Kalian pacaran bahkan belum genap sebulan, tapi dia udah bikin lo kayak orang kehilangan harapan gini. Gimana kalau kalian udah pacaran setahun?"

Lena tertawa hambar. Aneh memang.

"Gue juga nggak tahu, Van," jawab Leona. "Gue bahkan nggak pernah nyangka kalau Kak Vigo suka sama gue, dan lebih parahnya gue nggak sadar kalau selama ini rasa kagum gue ke dia itu bukan cuma sebagai kakak. Kayaknya benar kata dia, dulu gue cuma terlalu berambisi buat dapetin cintanya Raneo."

Stevano mengangguk setuju.

"Lo bener, Na," kata Stevano. "Love is unpredictable! Lo nggak bisa menebak apa yang akan terjadi pada kisah cinta yang lo jalani, karena cinta bisa melakukan hal tak terduga."

"Itu kan kalimat gue!"

Stevano nyaris menyahut, saat ponselnya kembali berdering. Ia membuka ponsel, kemudian melihat notifikasi pesan masuk. Ia bangkit berdiri, mengajak Leona untuk pulang. Cewek itu hanya mengernyit, tetapi tidak membantah ajakan Stevano.

It's the real show time!



ODOC BATCH 3 DAY 27

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top