Bab 26

Cewek yang mengenakan gaun pendek setulut itu tidak tahu harus bahagia atau merasa canggung. Berada di antara puluhan orang yang usianya jauh lebih tua darinya. Hanya ada dia dan dua sahabatnya yang tergolong remaja di sana.

Leona memandangi gaun biru muda yang menutupi tubuhnya, juga sepatu lepek yang membungkus jemari kakinya. Tidak seburuk yang ia bayangkan. Namun, tatapan orang di sekitar seakan menunjukkan bahwa ada yang berbeda dengannya.

Leona berdiri agak jauh dari tempat Lavirgo berdiri—bersisian dengan kue ulang tahun bulat dengan hiasan lilin angka 25 di atasnya. Leona sempat tersenyum saat Lavirgo melihat ke arahnya. Namun, setelahnya Leona tidak lagi bisa menikmati suasana di sekitar.

Seorang cewek bergaun pendek merah maroon dengan riasan lengkap menghampiri Lavirgo. Cukup lama mereka berbincang, dan itu membuat Leona merasakan sesak di dada. Astaga, apakah Leona benar-benar menyukai Lavirgo?

Salsa dan Verina sibuk mengamati cowok keren di sekitar. Leona yang menahan kesal seakan tak punya teman untuk berbagi kegelisahan. Cewek itu akhirnya menarik tangan Salsa dan Verina ke meja di mana minuman dan makanan kecil disajikan. Dengan perasaan setengah jengkel, Leona menyeruput minuman berwarna merah lalu menyuapkan muffin ke mulutnya.

"Lo laper apa gimana?" tanya Salsa heran. "Kalau laper, nggak gitu juga, Na. Malu diliatin orang."

Leona melihat sekitar, tetapi tidak seaorang pun yang melihat ke arahnya. Lantas, ia melahap satu muffin lagi, kemudian mengambil gelas minuman baru di meja, menenggaknya hingga tandas.

Salsa dan Verina memilih diam melihat tingkah Leona. Mereka kembali sibuk melihat-lihat cowok ganteng di sekitar meja. Leona tidak bisa memfokuskan diri untuk tidak melihat Lavirgo berbincang dengan cewek itu. Mereka tampak begitu menikmati obrolannya. Mungkinkah itu pacar Lavirgo?

Hingga pesta nyaris berakhir, Leona tidak paham apa yang sebenarnya ia rasakan. Pikirannya sibuk memikirkan kemungkinan negatif tentang hubungan cewek yang ternyata MC itu dengan Lavirgo. Hingga Lavirgo berdiri di depan mic, Leona masih tidak paham. Atau bahkan, hatinya semakin perih saat Lavirgo berbicara.

"Malam ini malam yang spesial untukku," kata Lavirgo. "Karena itu, malam ini juga aku mau menyatakan cinta pada cewek yang udah lama aku suka. Semoga dia juga merasakan hal yang sama."

Leona mendadak membeku. Ia seakan berubah menjadi batu. Tak bernyawa, tak bisa mendengar Lavirgo menyebut cewek idamannya, tak bisa melihat cewek itu dengan bangga berdiri di sebelah Lavirgo. Ia tidak bisa bergerak, apalagi melangkah. Bahkan saat namanya diserukan, ia tidak mendengarnya.

"Woi, dipanggil tuh!" seru Salsa seraya menepuk bahu Leona. Gadis itu terperanjat kaget, kemudian melihat ke sekitar. Pipinya memanas saat semua pasang mata mengarah padanya.

"Terima!"

"Terima!"

Terima? Gue harus terima apa? batin Leona.

"Ona, kamu mau nggak jadi pacarku?"

Apakah ini mimpi? Jika benar, biarkan aku tidur lebih lama lagi.

Semua orang menunggu dengan perasaan cemas. Wajah Leona berubah pucat. Apa yang harus ia katakan? Apakah ia harus menerima Lavirgo? Di depan banyak orang, termasuk dua sahabatnya?

But, it's so unpredictable!

Leona menarik napas panjang, mengembuskannya pelan lewat mulut. Ia menunduk sebentar, sebelum akhirnya mendongak. Ia tersenyum, kemudian mengangguk sebagai jawaban. Semua orang bersorak, termasuk kedua sahabatnya. Salsa dan Verina tak kuasa menahan diri untuk tidak memeluk Leona.

"Karena kamu menerima aku, sekarang kamu berdiri di sebelahku," kata Lavirgo. "Kita make a wish barengan."

Leona merasa kakinya mendadak lumpuh. Ia sulit untuk berjalan. Sekali lagi ia menarik napas. Tatapan orang di sekitar seakan menarik habis semua tenaganya.

Lo bisa, Na, batin Leona.

Perlahan ia berjalan, kemudian berdiri tepat di sebelah Lavirgo. Sesuai aba-aba, mereka berdua terpejam dan mengucapkan harapan mereka bersamaan. Lavirgo meminta agar apa yang akan ia mulai bersama Leona bisa berjalan baik. Sementara Leona meminta ia bisa melupakan semua kenangan masa lalu, dan menerima apa yang ia miliki sekarang dengan hati yang tulus.

***

Secepat itu lo lupain gue?

Sender: Stevano

Leona terkejut saat membuka ponsel. Ia baru terbangun beberapa saat yang lalu oleh suara berisik alarm ponselnya. Sekarang, kesadarannya benar-benar kembali seutuhnya. Dari mana Stevano bisa tahu ia jadian dengan Lavirgo? Padahal Stevano tidak ada di sana waktu itu.

Leona memilih untuk mengabaikan pesan Stevano, kemudian mencari nama Salsa di pesan masuk Whatsapp-nya. Baru saja ia hendak mengirim pesan, ternyata tadi malam saat ia telah tidur, Salsa mengiriminya link postingan Instagram. Leona sejenak lupa akan rencana awalnya, kemudian menekan link tersebut.

Matanya terbuka lebar saat melihat sebuah video di mana Leona make a wish bersama Lavirgo, dan adegan di mana Lavirgo mencium kening Leona usai make a wish. Leona menutup ponsel, beranjak dari tempat tidur. Salsa harus bertanggung jawab untuk itu nanti.

***

"Selamat, ya," ucap Raneo. Leona tidak menduga kalau cowok berambut ikal kemerahan itu ada di depannya sekarang. Entah sejak kapan. Yang Leona ingat, ia duduk di meja kantin sembari menunggu Salsa dan Verina ke toilet. Sementara menunggu, ia sibuk membalas pesan Lavirgo.

Leona mengernyit.

"Selamat buat apa?" tanya Leona bingung. "Gue nggak menang olimpiade, kok."

Raneo tertawa. Dalam hati Leona sedikit lega, sekarang cowok itu sudah bisa tertawa.

"Lo baru jadian, kan?" tanya Raneo. "Gue liat postingan Salsa di Insragram."

Leona berdeham, kemudian memaksakan senyum.

"Thanks," jawab Leona. "Lo gimana sekarang? Belum ada cewek yang lo dekati? Atau lo udah punya yang baru?"

Raneo tertawa seraya menggeleng.

"Gue pengen sendiri dulu, Na," kata Raneo. Ia membuang pandangan arah lapangan. "Gue pengen menata hati gue dulu. Biar nggak berantakan saat ada cewek yang pengen gue deketin."

Leona mengulum bibir, kemudian mengangguk paham.

"Oh, ya, gue pamit dulu, ya," kata Raneo. "Gue lupa, hari ini gue harus ke ruang tata usaha."

Leona mendongak, kemudian tersenyum saat Raneo pergi dari hadapannya. Namun, ia tak bisa merasa lega. Karena setelahnya, Stevano langsung duduk di hadapan Leona. Tatapannya begitu menghujam, seakan-akan Leona adalah buronan yang sudah lama ia cari.

"Na, bener lo udah punya pacar?" tanya Stevano.

Leona mengalihkan pandangan dari ponsel ke Stevano. Ia menghela napas berat. Rasanya begitu sulit untuk menjelaskan semua ini pada Stevano. Seharusnya ia paham, kalau Leona berhak menjalin hubungan dengan siapa pun, karena sekarang mereka tak lagi punya ikatan.

"Van, lo harus move on dari gue," kata Leona. "Sadar, Van. Sebentar lagi kita bakal jadi saudara. Lo nggak boleh kayak gini terus. Kalau lo nggak mau ngelupain gue, sama aja lo nyakitin diri sendiri."

Stevano mendengkus, kemudian menatap nanar cewek di hadapannya.

"Gue udah coba, Na," katanya lirih. Suaranya parau, matanya berubah bening. "Tapi gue nggak bisa. Gue nggak bisa bohongin perasaan gue ke lo. Gue mungkin nggak bakal bisa pacaran sama lo lagi, tapi gue nggak bisa menjamin kalau gue nggak bakal cinta sama lo."

Leona mendesah, kemudian memaksakan senyum. Cewek itu meraih tangan Stevano, mengusap punggung tangan cowok itu dengan induk jarinya.

"Terserah lo mau gimana, Van," kata Leona. "Tapi lo harus tahu satu hal, gue tetap ada di dekat lo. Gue kayak gini, bukan berarti gue menjauh dari lo. Gue cuek beberapa hari ini, karena gue nggak mau lo teringat terus sama gue."

Stevano menarik tangannya, kemudian mengusap wajah yang mulai basah.

"Makasih ya, Na, lo udah mau mengisi hari-hari gue, walau hanya sebentar," kata Stevano. Ia memaksakan senyum, meski hatinya merasakan perih.

Leona menopangkan tangan ke meja.

"Van, cinta itu tidak terduga," kata Leona. "Kita nggak tahu seperti apa hubungan akan berakhir. Karena cinta mampu melakukan apa saja, bahkan saat kita berpikir kalau itu nggak mungkin terjadi."



ODOC BATCH 3 DAY 26

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top